Dalam perjalanan pulang menuju Pantonlabu, Aceh Utara, Sabtu malam, 10 Januari 2015, pukul 20:00 WIB, WA singgah di SPBU Rantau Panjang, Aceh Timur untuk beristirahat. WA memarkir kendaraannya di halaman SPBU dan tidur di dalam mobil. (Baca: Cerita Rekan Pria tentang Kronologi Meninggalnya Afriza di Dalam Mobil (1))
Penjelasan ini disampaikannya kepada polisi di Satreskrim Polres Aceh Utara.
Sekitar pukul 22.00 WIB, WA terbangun dari tidurnya karena mendengar suara rintihan orang kesakitan. WA melihat Afriza dalam posisi terlentang tidur di kursi depan mobil yang telah direbahkan ke belakang. Seraya memegang kepala Afriza, WA bertanya, "Za, kenapa?”
Afriza tidak menjawab, melainkan hanya memandangi WA.
“Tiba-tiba tangannya menarik badan saya, lalu kepala saya. Badan Afriza kejang-kejang, makin lama semakin kuat. Sesekali ia memegang lehernya dan berkata, Aduh… Aduh…. Haaa… Haaaa. Mulutnya mengeluarkan buih dan hidungnya mengeluarkan darah,” kata WA kepada penyidik mengenang kejadian tersebut.
Kala itu WA membersihkan buih di mulut Afriza dengan menggunakan tisu seraya mengucapkan, “Laailahaillallah.. Astaghfirullahal’azim.. Asyhadu an laa ilaaha illallÄ h... wa asyhadu anna Muhammad Rasuulullah.”
Afriza terus mengerang kesakitan, semakin parah dan tubuhnya melawan-lawan. Terakhir terdengar suara ngorok dari tenggorokannya. Awalnya besar hingga akhirnya mengecil dan menghilang. Badan Afriza langsung lemas, tangannya jatuh ke bawah, kepalanya terkulai ke belakang, mata tertutup, serta mulut terbuka dengan buih di dalamnya.
“Saat itu saya sangat resah dan susah karena badan Afriza tidak bergerak lagi. Nafasnya menghilang, berikut detak jantungnya pun berhenti. Saya sempat meluruskan duduknya dengan cara mengganjal dengan jacket. Tangannya saya letakan di atas dadanya,” rinci WA kepada penyidik Reskrim.
Kemudian, WA melanjutkan, ia mengambil handuk di dalam koper Afriza. Ia menutup tubuh Afriza yang telah terbujur kaku di atas kursi depan mobil. Setelah itu ia pergi ke toilet dengan perasaan tidak menentu. Ia bingung harus diapakan mayat itu.
Pukul 22.30 WIB, WA kembali menjalankan mobilnya. Awalnya ia berniat mengisi bensin di SPBU tersebut, namun diurungkan karena tidak ada bensin, yang ada hanya Pertamax.
Dalam perjalanan pulang, WA masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia masih bingung dengan kejadian aneh yang menimpa Afriza. Lalu diputuskan untuk menyalakan pengajian di tape, untuk menentramkan hatinya.
Pukul 23.30 WIB, WA singgah di SPBU Peureulak untuk mengisi bensin, lalu kembali melanjutkan perjalanan. Begitu sampai di lokasi yang agak sepi, WA menghentikan laju mobil.
Ia mencari pakaian Afriza yang berlengan panjang. Kemudian memakaikan pakaian itu ke tubuh Afriza. Tangan Afriza begitu dingin, dan menimbulkan rasa iba di hati WA. Ia pun menutup kembali wajah dan tubuh Afriza dengan handuk.
Setiba di SPBU Kuta Binje, Aceh Timur, WA berhenti sejenak karena hujan sangat lebat. Selang 15 menit ia kembali melanjutkan perjalanannya. Dalam perjalanan, sempat terlintas di pikiran WA untuk membuang jasad Afriza ke sungai Arakundo, Aceh Timur.
Namun begitu tiba di Sungai Arakundo, timbul rasa sayang di hatinya. Ia berpikir keras, bagaimana mungkin tega membuang jasad Afriza. Bagaimana nanti keluarga Afriza yang kesulitan menemukan tubuh Afriza. Sehingga WA mengurungkan niatnya tersebut.
Ia pun kembali mengemudikan mobilnya ke arah Kota Pantonlabu. Setiba di Simpang Ulim, ia berhenti untuk membeli rokok dan minuman ringan. Setelah lanjut mengemudi, timbul inisiatif di pikiran WA untuk meletakkan tubuh Afriza di sekitar tempat tinggalnya, yakni Pantonlabu.
Minggu, 11 Januari 2015 pukul 03.00 WIB dini hari, WA tiba di Pantonlabu. Ia langsung berbelok kanan menuju Desa Meunasah Panton. Ia terus mengemudi hingga tiba di Desa Teupin Bayu.
Di depan salah satu rumah warga, WA berhenti dan mematikan lampu mobil. Ia mengambil barang-barang milik Afriza dan memasukkan semuanya ke dalam koper.
Setelah itu, WA memutar balik arah mobil ke Desa Tanjong Ceungai. Masuk ke lorong sebelah kiri, WA melihat ada tempat yang gelap. Saat itu suasana sangat sepi. Selain tengah malam, juga sedang gerimis.
Selanjutnya, secara perlahan WA menurunkan tubuh Afriza yang terasa begitu berat. Kakinya sempat tersangkut karena tubuhnya sudah kaku. Kemudian WA masuk mobil melalui tempat duduk Afriza. Ia menarik bangku ke belakang, sehingga ada ruang untuk menarik keluar kaki Afriza.
Lalu WA turun lagi, dengan tubuh yang begitu lelah, ia coba menurunkan tubuh Afriza. Dengan segenap tenaga, akhirnya tubuh Afriza bisa ditarik keluar dari mobil. Ia meletakan tubuh Afriza agak ke pinggir jalan desa.
Kemudian ia menurunkan kopernya dan meletakkan di kaki Afriza. WA juga menutupi tubuh Afriza dengan handuk dan jacket milik Afriza. Setelah selesai, WA berdiri dan berbisik kepada jasad Afriza, “Za, maafin aku. Cuma sampai di sini bisa aku antar.”[]
Editor: Boy Nashruddin Agus