Seorang sumber di Otoritas Kehakiman Prancis telah memulai penyelidikan kriminal secara formal atas kecelakaan Indonesia AirAsia QZ8501 rute Surabaya-Singapura pada 28 Desember 2014.
Seperti dilansir dari Telegraph, Sabtu, 31 Januari 2015, seorang hakim Prancis akan menyelidiki kemungkinan "pembunuhan" dalam penerbangan yang dikemudikan oleh kopilot Indonesia AirAsia berkewarganegaraan Prancis, Remi Plesel, itu.
Keluarga Plesel di Prancis telah mengajukan tuntutan terhadap Indonesia AirAsia dengan tuduhan "membahayakan kehidupan orang lain" karena tak mengantongi izin dalam penerbangan QZ8501 rute Surabaya-Singapura, Ahad, 28 Desember 2014.
"Keluarga Plesel sangat gembira dengan investigasi kriminal ini. Kami berharap akan mengungkapkan kebenaran," kata pengacara keluarga Plesel, Eddy Arneton, seperti dilansir AFP. "Ini akan membuat kami akhirnya mengajukan pertanyaan yang tepat."
Rabu lalu, dalam laporan awal investigasi kecelakaan QZ8501, Komite Nasional Keselamatan Transportasi Indonesia mengungkapkan, sepanjang perjalanan QZ8501 pada Ahad, 28 Desmeber 2014, kendali pesawat dipegang oleh kopilot Remi Plesel. Sedangkan kepala pilot, Kapten Irianto, duduk di sebelah kiri kokpit dan memonitor penerbangan.
Sedangkan dalam izin terbang rute Surabaya-Singapura, sebenarnya AirAsia hanya mengantongi izin untuk terbang pada hari Senin, Selasa, Kamis, dan Sabtu, atau 1, 2, 4, dan 6. Namun, kenyataannya, AirAsia terbang pada hari Ahad atau hari ketujuh.
Saat ini, 74 jenazah penumpang QZ8501 sudah dievakuasi. Sebanyak 60 jenazah sudah teridentifikasi dan diserahkan kepada keluarga dan AirAsia. Sejumlah 14 sisanya masih diidentifikasi oleh Tim Disaster Victim Identification Mabes Polri. Total, pesawat yang jatuh pada 28 Desember 2014 di perairan Laut Karimata itu membawa 155 penumpang dan 7 awak. | sumber: tempo.co
Editor: Murdani Abdullah