Pemilihan umum legislatif telah berakhir. Fase selanjutnya ialah pemilihan presiden. Di fase kedua ini, dua partai politik dengan masing-masing capresnya dijagokan untuk juara yakni PDIP dengan Jokowi dan Gerindra dengan Prabowo .
Dalam pileg lalu, berdasarkan hasil hitung cepat, dua partai ini menempati posisi empat besar peraup suara terbanyak bersanding bersama Golkar dan Demokrat. Namun, hanya PDIP dan Gerindra yang kini tengah menjadi sorotan di sektor bisnis karena figur capresnya yang digandrungi pihak asing.
Alasan utama investor dunia ini tak lain popularitas keduanya di mata masyarakat Indonesia. Di luar keduanya, sejumlah nama seperti Hatta Rajasa, Aburizal Bakrie, dan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla dianggap berpeluang kecil menjadi presiden RI.
Kesimpulan ini didapat oleh Kepala Ekonom Bank Standard Chartered Indonesia Fauzi Ichsan setelah menggelar pertemuan dengan 20 lembaga investasi global di Singapura bulan lalu.
"Mereka berasumsi Jokowi jadi presiden. Namun, kalau bukan Jokowi yang menjadi presiden, alternatifnya Prabowo . Figur yang dipandang investor cuma dua, kalau tidak Jokowi , ya cuma Prabowo ," ujarnya.
Investor asing, lanjutnya, berharap banyak pada Jokowi untuk dapat menghilangkan anggaran subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk memperbaiki fundamental ekonomi Indonesia. Membaiknya fundamental tentu saja membawa kestabilan ekonomi dan kepastian investasi di Indonesia.
Gubernur DKI Jakarta itu dianggap berani mengambil kebijakan tak populis buat menyeimbangkan anggaran. Hal itu terlihat dari pernyataan Jokowi Desember tahun lalu, soal menghapus peredaran Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di wilayah Ibu Kota.
"Kalau kita lihat Gubernur Jokowi , Desember lalu ingin melarang BBM bersubsidi. Artinya menggunakan patokan itu, sebagai presiden dia tidak akan ragu-ragu mengurangi subsidi energi," katanya.
Sementara, Prabowo , para investor meyakini putra dari meyakini Soemitro Djojohadikusumo ini tak memiliki sentimen anti-asing walau dalam kampanyenya selalu mengusung nasionalisme. "(Sentimen anti-asing) itu retorika, dalam kampanye politik itu biasa," kata Fauzi.
Fauzi menguraikan, keyakinan investor global itu didasarkan pada rekam jejak Prabowo di bisnis multinasional yang telah lama digeluti. Selain itu, keluarga Prabowo juga lekat dengan paham ekonomi liberal.
Sang ayah Soemitro adalah arsitek ekonomi Orde Baru yang membuka pintu bagi masuknya investasi asing di Indonesia. Kemudian, Sudrajad Djiwandono, ipar Prabowo yang menjalankan resep ekonomi IMF. Lalu, Hasyim Djojohadikusumo, sang adik merupakan pengusaha nasional.
Atas dasar itu, investor global menyandingkan Prabowo dengan Joko Widodo sebagai calon suksesor Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Keduanya sama-sama dianggap tidak anti-asing.
"Investor fokusnya di dua capres, mereka melihat kebijakan ekonominya seperti apa. Tapi kalau dilihat benar-benar, sebenarnya sama saja kan. Ini bukan dua partai berideologi berbeda, nasionalis dua-duanya," ujarnya. | sumber : merdeka