Organisasi peneliti kebijakan publik, Cato Institute mengeluarkan laporan bahwa Negara Maroko menempati posisi kelima sebagai salah satu negara muslim paling bahagia di dunia. laporan ini berdasarkan tingkat inflasi, suku bunga pinjaman dan tingkat pengangguran di negara tersebut.
Laporan ini menarik, mengingat Maroko merupakan salah satu negara di “Benua Hitam” yang selama ini dikenal sebagai benua yang memiliki banyak negara miskin.
Disebut juga sebagai Negeri Maghribi, dalam bahasa Arab maghribi berarti barat, secara geografis Maroko berada di Benua Afrika sebelah utara bagian barat. Bagi umat Muslim Indonesia, atau Aceh Maroko bukan lagi nama yang asing. Setidaknya kita mengenal Maroko melalui keberadaan seorang sosiolog Muslim sekaligus seorang pengelana yaitu Ibnu Battuta.
Pada tahun 1345 silam, dalam sebuah pengembaraannya Ibnu Battuta pernah singgah di Samudera Pasai dalam perjalanan laut menuju Tiongkok. Perjalanan itu tercatat dalam buku Rihlah Ibnu Batutah dan menuliskan nama Kota Sumutrah (Samudera Pasai) dan Raja Malik Al-Zahir di dalamnya.
Maroko telah menjadi negara Islam lebih dari 13 abad lalu, sama seperti Mesir, Libya dan Aljazair, Maroko merupakan daerah Islam Afrika yang mayoritas penduduknya merupakan bangsa Arab. Berbeda dengan negara-negara Afrika pada umumnya, Maroko berkembang menjadi negara modern.
Semangat keislaman tidak menghalangi masyarakat setempat untuk hidup maju dan berkembang. Tak heran jika di kota-kota besar di Maroko kafe-kafe tumbuh subur, masyarakatnya juga mempunyai budaya ‘nongkrong’. Kebiasaan yang lazim ditemui di negara-negara maju.
Di negara yang kental dengan nuansa Arab dan Prancis ini, sistem monarki yang dibangun telah menjadikan Islam dan modernitas berjalan seiring. Keduanya berkembang dalam kehidupan sosial, budaya, ekonomi dan politik yang harmonis.
Keragaman ini pula yang menjadikan Maroko menjadi “kiblat” bagi para sineas dunia untuk memproduksi film-film mereka. Beberapa film setidaknya pernah mengambil lokasi syuting di Maroko seperti Babel yang memperoleh nominasi Oscar pada 2006 silam. Charlie Wilson’s War, In the Valley of Elah, Kingdom of Heaven, Rendition, dan Black Hawk Down juga mengambil lokasi syuting di negara ini.
Film-film produksi AS yang berkaitan dengan dunia Arab, terutama pascakejadian 11 September banyak yang memilih Maroko untuk pengambillan gambar. Negeri ini dinilai representatif untuk memunculkan setting Arab, namun aman dengan warga yang ramah dan toleran pada warga asing.
Kabar baiknya bagi rakyat Indonesia yang berkunjung ke Maroko tidak memerlukan visa. Semua ini tak terlepas atas hubungan baik yang dijalin mantan Presiden Soekarno di masa lalu dengan Raja Maroko saat itu Raja Mohammad V. Ketika berkunjung ke Maroko pada tahun 1960, Soekarno meminta kepada Raja Mohammad V untuk membebaskan bangsa Indonesia dari visa.
Soekarno merupakan sosk yang dikagumi Raja Mohammad V sejak dicetuskannya Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955. Konon, kemerdekaan Maroko juga terinspirasi dari konferensi itu. Sebagai penghargaan kepada Soekarno, ada jalan protokol di ibu kota Maroko yang diberi nama ‘Sharia Al Rais Ahmed Soekarno Rue’ atau Jalan Soekarno. Jalan sepanjang 300 meter ini posisinya setara dengan Jalan Raja Mohammad V dan diresmikan sendiri oleh Soekarno.
Selain Soekarno juga ada Jalan Indonesia dan Jalan Bandung yang terdapat di Kota Rabat, Ibu Kota Maroko. Semua ini tentunya tak terlepas dari hubungan baik antara dua pemimpin negara ini di masa lalu.
Di bidang sosial budaya, pluralisme menjadi salah satu sendi kehidupan masyarakatnya yang kokoh. Di sini kaum Yahudi hidup dengan aman dan nyaman karena Raja Maroko berkomitmen untuk melindungan mereka. Diperkirakan ada sekitar tujuh ribu warga Yahudi di Maroko, dari total 35 juta penduduk Maroko, di mana 99 persennya adalah Muslim.
Kini Maroko merupakan Ketua Komite Al-Quds (Jerusalem), sebuah lembaga yang bertugas dan memelihara dan melindungi Kota Al Quds dari aksi Yahudinisasi. Komite ini merupakan salah satu badan otonom dalam Organisasi Konferensi Islam atau OKI.
Fenomena ini tentunya menarik mengingat tak sedikit pula warga Yahudi dari Israel yang berziarah ke makam Raja Mohammad V di Rabat. Raja Mohammad V dikenal sebagai raja yang melindungi Yahudi di negara itu. | Dari Berbagai Sumber
Editor: Ihan Nurdin