24 March 2015

Ashish Thakkar @bbc
Ashish Thakkar @bbc
meukat
Kisah Anak Pengungsi yang Berhasil Bangun Kerajaan Bisnis
viva.co.id
18 March 2014 - 10:00 am
Banyak pengusaha sukses memiliki latar belakang keluarga yang sulit dan hidup dalam kemiskinan.

Misalnya, Ashish Thakkar, yang beberapa kali harus menghadapi kengerian hidup dan ikut keluarganya mengungsi.

Dikutip dari BBC, Senin 17 Maret 2014, tak ada yang menyangka, Thakkar saat ini menjadi pendiri dan bos Mara Group, perusahaan besar di Afrika.

Pada usia 12 tahun, dia dengan adik dan orangtuanya harus mengungsi akibat adanya genosida (pemusnahan etnis) di Rwanda pada 1994. Bersama dengan 1.200 orang lainnya, dalam suasana ketakutan, dia berlindung di sebuah hotel di ibu kota Rwanda. Mereka akhirnya mendapatkan penerbangan luar negeri.

"Untungnya, kami bisa keluar hidup-hidup. Tetapi, orangtua saya kehilangan semua harta dan benda," ujar Thakkar yang saat ini berusia 32 tahun.

Untuk kedua orangtuanya, kejadian itu menjadi kedua kalinya mereka dipaksa untuk meninggalkan tempat tinggalnya. Kejadian pertama yakni pada 1972.

Mereka berada di antara 50.000 orang keturunan Asia Selatan yang diminta untuk angkat kaki dari Uganda oleh Jenderal Idi Amin. Idi Amin waktu itu menerapkan aturan orang asing yang sudah menjadi warga negara Uganda, harus pergi dari Uganda.

Orangtuanya kemudian memulai kehidupan baru mereka di Inggris, di mana Thakkar lahir dan menghabiskan masa kecilnya, sebelum pindah ke Uganda. Dua tahun menetap di Uganda terjadilah peristiwa genosida (pemusnahan etnis).

Setelah melarikan diri dari Rwanda, untuk kedua kalinya, Thakkar dan keluarganya menetap di Uganda. Mereka tinggal di Kampala, ibu kota Uganda. Saat remaja, Thakkar memberanikan diri memulai bisnis untuk membantu perekonomian keluarganya. Dia menggeluti bisnis impor.

Saat berusia 15 tahun, dia menjual perangkat komputer untuk teman keluarganya dengan keuntungan US$100. Dari situ, dia menyadari bahwa mendapatkan uang ternyata tidak sulit, dia pun membeli dan menjual perangkat komputer untuk kedua kalinya.

Orangtuanya melihat bakat berdagang anaknya, sehingga membiarkan Thakkar yang mengambil pinjaman US$6.000. Dengan modal itu, Thakkar mulai mengimpor disket dan produk komputer lainnya dari Dubai.

Barang tersebut memang sulit untuk dibeli di Uganda. Thakkar pergi ke Dubai setiap akhir pekan, dan membawa kembali barang sebanyak ia bisa bawa, lalu menjualnya di Uganda. Inilah awal dari berdirinya Mara Group.

Ingin fokus untuk mengembangkan bisnisnya, ia kemudian membujuk orangtuanya untuk mengizinkan keluar dari sekolah. Dia lalu mulai melebarkan bisnisnya.

Di samping tetap mengimpor IT hardware dan menjualnya di Uganda, dia membuka kantor di Dubai dan mulai menjual kepada perusahaan-perusahaan di seluruh Afrika.

Sejak itu, Mara Group tumbuh dan mendiversifikasi. Saat ini, sayap bisnis Mara Group semakin meluas, yakni infrastruktur telekomunikasi, perhotelan, packaging manufaktur, pusat perbelanjaan dan konferensi, pabrik kertas, serta ribuan hektare lahan pertanian.

Mara Group beroperasi di 21 negara, sebagian besar berada di Afrika, dan mempekerjakan lebih dari 8.000 pekerja.

Strategi kemitraan
Sadar dengan keterbatasan modal dan keahlian yang dimilikinya, Thakkar menerapkan strategi kemitraan dalam pengembangan bisnisnya.

Sistem kemitraan yang biasa ia lakukan adalah Mara Group akan memberikan pengalaman berbisnis, sedangkan pihak lain akan menyediakan dana investasi dan keahlian di bidang tertentu.

Contoh kemitraan terbaru yang ia lakukan yakni antara Mara Group dan Bob Diamond, mantan bos Bank Barclays, Inggris. Tahun lalu, mereka bergabung membentuk sebuah perusahaan investasi yang dinamai Atlas Mara. Perusahaan ini akan berinvestasi di perusahaan jasa keuangan di seluruh Afrika.

Hal lain yang ia terapkan dalam mengembangkan bisnisnya yakni belajar dari lainnya. Thakkar memang memiliki sikap ambisius dalam mengejar kesuksesan. Itu yang mendorong dirinya untuk terus memperluas usahanya. Tetapi, dia selalu belajar dari kesuksesan bisnis pihak lain.

Contohnya, saat pabrik kemasan miliknya memiliki kapasitas produksi 30 ton kardus dalam sebulan, dia kemudian mengunjungi pabrik serupa dan memiliki kapasitas produksi 3.000 ton.

"Hal itu membuat saya menyadari bahwa pabrik yang saya miliki hanya setetes air di lautan. Hal itu akan mendorong saya mengembangkan usaha menjadi lebih besar lagi," ujarnya. Dia menjawab keinginan dan rasa ingin tahu dengan belajar dari usaha orang lain.

Thakkar mengaku tidak menyesal telah meninggalkan bangku sekolah pada usia 15 tahun dan tidak pernah masuk ke universitas.

Saat ini, dia tinggal di Dubai, di mana Mara Group memiliki kantor pusat. Tetapi, dia menuturkan tetap berkomitmen untuk membantu Afrika.

Untuk membantu generasi berikutnya yang ingin berwirausaha, ia mendirikan Mara Foundation, perusahaan sosial yang menyediakan bimbingan dan dukungan lainnya kepada anak muda yang ingin memulai bisnis mereka sendiri.

Sejak 2009, lebih dari 160.000 pengusaha menerima bimbingan dari pemimpin bisnis yang telah mapan. Sebagian besar mereka berasal dari Uganda, Tanzania, dan Nigeria. | sumber : viva.co.id

Editor: Ihan Nurdin

Ikuti Topic Terhangat Saat Ini:

Terbaru >>

Berita Terbaru Selengkapnya

You Might Missed It >>

Belajar dari Kota Bombay van Java

Pemuda Ini Wakili Aceh di Duta…

88 Persen Perusahaan AS Raup Untung…

Mahasiswa Ini Raup Omzet Miliaran dari…

Bos Muda Kurang Komunikatif Tapi Sulit…

HEADLINE

Ditanya Soal Aceh! Ini Pendapat Pebisnis Thailand

AUTHOR