26 March 2015

politek
WALI NANGGROE IX
Murdani Abdullah
01 January 2014 - 13:45 pm
Ribuan warga hadiri Pengukuhan Wali Nanggroe. Bukti dukungan masyarakat terhadap keistimewaan Aceh.

JALAN T. Nyak Arif Kota Banda Aceh macet total, Senin pagi, 16 Desember 2013 lalu. Kendaraan roda dua dan empat menyemut dari Simpang Jambo Tape  hingga depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh.

Demikian juga arus lalu lintas dari pusat Kota Banda Aceh menuju gedung dewan.

Dua tempat menjadi pusat konsentrasi massa hari itu: Masjid Raya Baiturrahman dan DPR Aceh.

Sejumlah warga yang datang dari pelosok Aceh memarkir kendaraan di pusat kota. Mereka kemudian long march ke gedung dewan. Area tersebut menjadi lautan manusia di pagi hari itu.

“Hidup Wali Nanggroe,” teriak sejumlah warga di depan gedung DPR Aceh.

Ribuan warga memadati halaman depan gedung DPR Aceh. Di beberapa sudut, panitia menyediakan televisi yang juga menyiarkan siaran langsung pengukuhan wali nanggroe.

Sementara ribuan petugas keamanan tampak sibuk meng-atur lalu lintas. Peluh tampak menghiasi wajah mereka, padahal dalam menjalankan tugasnya, pihak kepolisian juga dibantu oleh personil TNI dan Satgas Partai Aceh. Namun tingginya animo masyarakat untuk menghadiri pengukuhan wali nanggroe di gedung DPR Aceh, tetap membuat mereka kewalahan.

Sehari sebelumnya, Kepala Humas Polda Aceh, Komisaris Besar Pol. Gustav Leo, me-ngatakan ada 1.200 petugas keamanan yang diturunkan untuk mengamankan pengukuhan Wali Nanggroe.

“Terdiri dari petugas gabung-an, yaitu ada polisi, TNI, dan Satpol PP. Kita tahu Pak Malik dari Partai Aceh juga ada pengawalan tersendiri,” kata dia.

Sedangkan Sekretaris Dewan (Sekwan) yang juga bertindak sebagai Ketua Panitia Pelaksana Pengukuhan Wali Nanggroe, Hamid Zein, me-ngatakan panitia telah menyebarkan 2.500 lebih undangan untuk acara tersebut, baik tingkat lokal, nasional, maupun internasional.

“Qanunnya juga sudah disahkan dalam sidang paripurna dewan dan pengukuhan juga dilaksanakan dalam sidang paripurna dewan,” kata  Hamid Zein.

 

lll

TEPAT pukul 09.00 WIB, ruang utama gedung DPR Aceh mendadak hening. Keadaan yang hampir sama juga terlihat di halaman depan. Suasana yang tadinya riuh seketika berubah sunyi.

“Jangan ribut dulu. Acara mau mulai,” ujar seorang pria bertubuh kekar. Matanya tampak mengikuti setiap detail prosesi pengukuhan wali nanggroe di layar televisi.

 Suara azan mengumandang sebagai tanda dimulainya prose-si pengukuhan Malik Mahmud Al-Haytar sebagai Wali Nanggroe Aceh IX.

Malik Mahmud Al-Haytar yang menggunakan pakaian adat khas Aceh turun dari atas mimbar  utama menuju meja untuk pengukuhan.

Sementara Gubernur Aceh Zaini Abdullah dan Ketua DPR Aceh Hasbi Abdullah berdiri di depan sebagai saksi.

Di dalam gedung juga terlihat Menpan RB Republik Indonesia Azwar Abubakar, Pangdam Iskandar Muda Pandu Wibowo, serta Kapolda Aceh Irjen. Pol. Herman Efendi.

Tiga pejabat dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Republik Indonesia juga dilaporkan hadir dalam acara tersebut. Mereka adalah H. Boytenjuri dan H.M. Budi S. Sudarmadi dari Ditjen Otda, serta H. Didi Sudiyana dari Ditjen Kesbangpol dan Linmas Kemendagri.

Selain itu juga terlihat hadir mantan Gubernur Aceh Syamsudin Mahmud, mantan Menteri BUMN asal Aceh Mustafa Abubakar, serta Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi Bachtiar Ali.

Mewakili pemerintah pusat, Menpan RB Azwar Abubakar, dalam sambutannya mengatakan, sebelum ke Aceh dirinya sempat berbicara dengan Presiden SBY melalui handphone perihal Pengukuhan Wali Nanggroe.

“Sebelum ke Aceh saya tidak sempat bertemu de-ngan Bapak Presiden, namun saya sempat menelepon beliau, dan katanya beliau menunggu kehadiran Wali Nanggroe di Jakarta,” kata Azwar.

“Aceh sekarang berbeda. Jika di luar hanya ada eksekutif dan legislatif, tetapi di Aceh ada 3 yaitu eksekutif, legislatif, dan Wali Nanggroe,” ujarnya lagi.

Pengukuhan Wali Nanggroe juga mendapat respons positif dari sejumlah masyarakat yang hadir di depan gedung DPR Aceh. Efendi misalnya, warga Kabupaten Aceh Utara ini me-ngaku sengaja datang ke Banda Aceh untuk melihat langsung prosesi Pengukuhan Wali Nanggroe.

“Kalau nonton di kampung gak asyik. Ini momen langka dan sangat bersejarah,” kata pria asal Muara Dua ini.

“Meskipun sampai di sini, saya juga hanya bisa menyaksikan melalui televisi, tetapi saya puas,” ujarnya lagi sambil tertawa.

Menurut pria ini, Pengukuhan Wali Nanggroe ini menjadi bukti implementasi hasil kesepakatan MoU Helsinki dan UUPA.

“Artinya mimpi damai yang abadi di Aceh akan terwujud. Semoga ke depan Aceh lebih baik lagi,” kata dia.

Hal senada juga diungkapkan oleh sejumlah warga lainnya. Muhammad asal Aceh Besar juga berharap, keberadaan wali nanggroe dapat mempertegas posisi Aceh di mata peme-rintah pusat.

“Ini salah satu hasil ke-sepakatan MoU Helsinki. Ke depan kita harapkan semua kewenangan Aceh lainnya dapat terwujud,” kata Muhammad.

Setelah dikukuhkan sebagai Wali Nanggroe Aceh IX, Paduka Yang Mulia Malik Mahmud Al Haytar resmi menyandang gelar “Al Mukarram Maulana Al Mudabbir Al Malik”. Pe-nabalan gelar tersebut ditetapkan dalam sidang paripurna istimewa itu.

lll

PROSESI Pengukuhan Wali Nanggroe berakhir menjelang siang. Ribuan warga yang tadinya berdesakan di depan DPR Aceh meninggalkan lokasi satu per satu. Demikian juga dengan The Atjeh Times.

Sejumlah ruas jalan yang tadinya ditutup sementara, mulai dibuka kembali oleh petugas keamanan. Namun konvoi kendaraan masih terlihat di tiap persimpangan.

Editor:

Ikuti Topic Terhangat Saat Ini:

Terbaru >>

Berita Terbaru Selengkapnya

You Might Missed It >>

ATJEHPOST.co Pamit Untuk Selamanya

Kebijakan Menteri Susi Lumpuhkan Aktivitas Nelayan…

Caisar YKS Kini Jual Aneka Makanan

Aceh Selatan Dilanda Hujan Debu

Jokowi Minta Polri Hentikan Kriminalisasi KPK

HEADLINE

Para Petinggi Aceh Pulang Kampung Untuk Memilih

AUTHOR