21 April 2015

Foto Abu Panton
Foto Abu Panton
profile
Abu Panton; Perginya Sang Penyejuk Hati
Irman I. Pangeran
14 January 2014 - 18:30 pm
Semasa hidup, ia dikenal sebagai sosok ulama karismatik dan paling bijaksana. Mampu menengahi konflik dengan baik.

IRMAN | ZULKIFLI | ZULFIKAR

INNALILLAHI WAINNAILAIHI RAJI’UN. Kabar tentang wafatnya ulama besar Aceh, Teungku Haji Ibrahim Bardan atau Abu Panton, menyebar luas dalam sekejap. Aceh pun berduka.

Abu Panton meninggal dunia di Rumah Sakit Herna, Medan, Senin, 29 April 2013 sekitar pukul 18.30 WIB. Pimpinan Dayah Malikussaleh, Panton Labu, Aceh Utara itu sudah lama menderita penyakit hipertensi. Ia pernah dirawat di Rumah Sakit Bunga Melati Lhokseumawe, RS Materna Medan, dan Loh Guan Lye Malaysia.

Dari Medan, jenazah Abu Panton dibawa pulang ke Dayah Malikussaleh di Dusun Damai, Desa Rawang Iteik, Pantonlabu. Di kompleks dayah yang mengambil nama Sultan Kerajaan Samudera Pasai itu, sudah menunggu ribuan warga dan para ulama dari berbagai daerah.

Tepat pukul 00.15 WIB, hujan mengguyur. Tak peduli hujan lebat, pelayat terus berdatangan ke rumah duka di kompleks dayah. Selain rumah Abu Panton, dalam kompleks dayah ada masjid, asrama santri, asrama santriwati, dan pustaka santri. Dayah itu bernama Ma’had ‘Ali atau Dayah Manyang setingkat universitas yang memiliki 1.400 santri. Kata Teungku Wahid sekretaris dayah ini, ada 600 santri putra dan 800 santri putri, sedangkan tenaga pengajar 130 orang.

Jasad Abu Panton tiba di rumah duka, Selasa 30 April 2013, sekitar pukul 01.32 WIB. Jenazah ulama kharismatik ini disambut salawat badar yang memecah kebisuan malam. Istri Abu Panton, Ummi Zainabon, tak kuasa menahan tangis saat turun dari mobil ambulans milik kantor perwakilan Pemerintah Aceh yang mengantar jasad almarhum.

Jenazah lalu disalatkan puluhan kali oleh ribuan jemaah bersama sejumlah ulama Aceh yang datang dalam waktu terpisah. Para ulama itu antara lain Abu Tumin, Abu Kuta Krueng, Abu Paloh Gadeng, Waled Nu, Abu Matang Peureulak, Abi Zarkasyi, dan Abati Babah Buloh. Jenazah Abu Panton kemudian dimakamkan di samping masjid kompleks dayah, sekitar pukul 11.00 WIB.

***

KEPERGIAN Abu Panton membuat berbagai kalangan merasa sangat kehilangan sosok ulama yang dekat dengan masyarakat itu. Pemerintah Aceh langsung menyampaikan belasungkawa. “Kita turut berduka sedalam-dalamnya atas berpulangnya salah seorang ulama besar di Aceh, Abu Panton, ke sisi Allah,” ujar Gubernur Aceh Zaini Abdullah melalui staf khususnya Muzakkir A. Hamid.

Ketua Komite Peralihan Aceh Muzakir Manaf atau Mualem juga turut mengucapkan belasungkawa. “Semoga beliau mendapat tempat yang layak di sisi Allah, dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan,” ujar Mualem yang juga Ketua Umum Partai Aceh.

Mualem mengatakan banyak mendapat petuah dari Abu Panton. Ketika maju pada pilkada 2012, Abu Panton memberi restu untuk pasangan Zaini Abdullah–Muzakir Manaf. Hingga kemudian memimpin Aceh, Mualem terus berhubungan dengan Abu Panton.

Wakil Gubernur Aceh ini beberapa kali membesuk Abu Panton saat masih dalam perawatan. Begitu pula Gubernur Zaini Abdullah. Sehari sebelum Abu Panton wafat, Gubernur Zaini membesuk ulama ini saat dirawat di Medan.

Berbagai kalangan lainnya ikut mendoakan Abu Panton yang meninggalkan keteladanan. “Beliau tidak pernah marah, semua masalah dihadapi dengan senyuman. Apa pun yang diajarkan kepada kami, mudah diingat dan dipahami,” ujar Zulfahmi, santri kelas tiga di dayah itu.

Di mata Pimpinan Dayah Samalanga, Tengku Nurzahri atau Waled Nu, Abu Panton sosok ulama karismatik dan paling bijaksana. “Beliau mampu menengahi konflik dengan baik,” katanya.

Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama Lhokseumawe Teungku Asnawi Abdullah mengatakan, Abu Panton ulama besar yang menjadi pemersatu masyarakat Aceh. Petuah-petuahnya menyejukkan hati, pemikirannya sangat menyentuh dan memberikan kedamaian. Abu Panton, kata Teungku Asnawi, penuh kesabaran dan ketenangan menghadapi segala macam kesulitan.

“Abu Panton menjadi lampu penerang, ilmu yang telah beliau berikan kepada masyarakat Aceh agar kita amalkan dan implementasikan dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Sekretaris Majelis Ulama Nanggroe Aceh (MUNA) Aceh Utara, Teungku Fauzan Hamzah.

Bupati Aceh Timur Hasballah M. Thaib atau Rocky punya kenangan dengan Abu Panton. “Menyangkut agama dan kepentingan masyarakat Aceh Timur, saya sering minta petuah dari beliau,” kata Rocky. Ia terakhir kali berjumpa Abu Panton saat ulama ini dirawat di Rumah Sakit Herna Medan.

Kalangan DPR Aceh turut merasa kehilangan Abu Panton. “Beliau ulama pembangun Aceh,” ujar Nurzahri. “Kenangan saya terakhir dengan beliau saat berobat di Penang. Saya dengan Wali Nanggroe menjenguknya dalam kondisi sudah tidak sadar,” ujar anggota DPR Aceh dari Partai Aceh ini.

***

ABU Panton juga menuangkan pemikirannya tentang konsep penyelesaian konflik dengan menulis buku, “Resolusi Konflik dalam Islam: Kajian Normatif dan Historis Perspektif Ulama Dayah”. Buku setebal 166 halaman ini diterbitkan Aceh Institute Press, November 2008.

“Abu Panton mampu menjawab konflik Aceh dengan norma-norma Islam dan mengedepankan kearifan lokal,” ujar Hasan Basri M. Nur, editor buku tersebut saat dihubungi The Atjeh Times, Kamis pekan lalu.

Menurut Hasan Basri, Abu Panton memandang ada dua hal penting dalam penyelesaian konflik Aceh dengan Pemerintah Pusat. Pertama, mampu menerjemahkan konsep saling mengenal sebab Tuhan menciptakan manusia bersuku-suku agar saling mengenal, termasuk kearifan lokal masing-masing. Dengan begitu, konflik mudah diselesaikan.

Kedua, konsep sulôh Aceh atau berbaik-baik sesama Islam. Artinya, penyelesaian konflik dengan landasan kemaslahatan. Ini perpaduan konsep kemaslahatan yang dianjurkan Islam dan adat istiadat Aceh.

Menurut Abu Panton, kata Hasan Basri M. Nur, konsep damai adalah konsep agama. Tak masalah keterlibatan pihak nonmuslim sebagai mediator penyelesaian konflik Aceh karena untuk menegakkan kebenaran dan berperilaku Islam. “Mewujudkan perdamaian bagian dari ajaran Islam,” ujar Dosen Fakultas Dakwah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh ini.[]

 

Abu Panton

- Lahir di Matang Jeulikat, 8 Juli 1945, anak dari Tengku Bardan dan Ummi Culot

- Menetap di Dusun Damai, Desa Rawang Iteik, Pantonlabu, Aceh Utara 

- Istrinya, Hajjah Ummi Zainabon

 

Pendidikan

- Sekolah Rakyat (1953–1956)

- Dayah Syamtalira Aron (1960–1962)

- Dayang Matang Geuto Idi Cut (1962–1964)

- Dayah Mudi Mesra Samalanga (1965–1975)

 

Organisasi

- Pimpinan Dayah Malikussaleh (sejak 22 Juli 1975)

- Ketua Himpunan Ulama Dayah (HUDA)

- Ketua Alumni Dayah Mudi Mesra Samalanga

- Majelis Syuyukh MPU Aceh (sejak 2002).

 

* Sumber:  Tgk Wahid, Sekretaris Dayah Malikussaleh.

Editor:

Ikuti Topic Terhangat Saat Ini:

Terbaru >>

Berita Terbaru Selengkapnya

You Might Missed It >>

ATJEHPOST.co Pamit Untuk Selamanya

Kebijakan Menteri Susi Lumpuhkan Aktivitas Nelayan…

Caisar YKS Kini Jual Aneka Makanan

Aceh Selatan Dilanda Hujan Debu

Jokowi Minta Polri Hentikan Kriminalisasi KPK

HEADLINE

Calon Mentroe dari Aceh

AUTHOR

Calon Mentroe dari Aceh
Boy Nashruddin Agus