17 March 2015

Wali Nanggroe Aceh Hasan Tiro | Ist.
Wali Nanggroe Aceh Hasan Tiro | Ist.
saleum
Hasan Tiro dan Pilpres 2014
10 June 2014 - 15:01 pm
Perbedaan haluan elite Aceh yang diwakili oleh sikap Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf, tentu tak dapat dilepas dari tarik menarik kepentingan politik di Aceh

SEJAUH ini, pertarungan Pilpres 2014 antara pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) vs Probowo Subianto-Hatta Radjasa (Prabowo Hatta), sedikit banyaknya telah mempengaruh konstelasi politik lokal terhadap para anak didik ideologis Hasan Tiro di Aceh. Hal ini terlihat dari kecenderungan Gubernur Aceh Zaini Abdullah yang juga Tuha Peut Partai Aceh (PA) mendukung pasangan Jokowi-JK, sementara Wakil Gubernur Aceh Muzakir Manaf yang juga Ketua Umum PA mendukung pasangan Prabowo-Hatta (Serambi, 5/6/2014).

Perbedaan haluan elite Aceh yang diwakili oleh sikap Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf, tentu tak dapat dilepas dari tarik menarik kepentingan politik di Aceh, baik pada tataran personal maupun kelembagaan partai politik. Melihat kondisi ini, saya ingat akan satu wasiat dari pidato politik Hasan Tiro dengan titahnya: “Jangan ikut pemikiran dan tindakan saya, kalau saya salah dalam berjuang menentukan masa depan Aceh.”

Titah Hasan Tiro itu menjadi sangat faktual dalam kondisi politik dukung-mendukung Pilpres 2014 ini. Hal ini juga akan berdampak pada keraguan pemilih pada akar rumput pada 9 Juli mendatang. Partai Aceh, memang memiliki pemilih fanatik untuk didorong menjadi pemilih aktif pada Pilpres 2014. Kondisi politik Aceh hari ini, terutama pada Pilpres 2014 yang memperlihatkan perbedaan sikap para mantan elite GAM tersebut.

Hemat saya, untuk melerai keberdaan sikap para elite Aceh ini, peran Wali Nanggroe Malik Mahmud yang salah satu tugasnya adalah sebagai pemersatu rakyat Aceh, untuk mengambil peran yang lebih arif dan bijaksana, serta bermanfaat bagi “kaum pejuang” baik yang ada dalam struktur partai maupun di luar struktur dan rakyat Aceh, tidak pasif seperti belakangan ini.

Di sini, kontribusi Wali Nanggroe Malik Mahmud perlu ditunggu, mengingat perpecahan antarsesama elite GAM hanya dapat dilerai oleh Malik Mahmud. Maka perbedaan antar-elite ini, akan menjadi “peluru” yang akan dimanfaatkan oleh pihak tertentu, baik pada level lokal, nasional maupun internasional, jika Wali Nanggroe tidak berperan aktif meleraikannya, dengan mengacu pada khittah perjuangan dan aturan main dalam berpartai politik.

Belajar dari PPP

Belajar dari kisruh Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Awalnya, akibat salah langkah Ketua Umum Suryadharma Ali (SDA) yang mengambil sikap sendiri tanpa musyawarah mendukung Prabowo sebagai Capres RI 2014. Kemudian menjadi kehebohan politik. Karena dalam sejarahnya, PPP tidak pernah terjadi kisruh seperti ini. PPP bisa eksis pada zaman Orde Baru. Tapi pada akhir masa SBY, PPP menjadi partai mehmoh karena terjadi perpecahan menyangkut dukungan Pilpres 2014. Uniknya, setelah “Wali PPP” Kyai Maimun Zubir turun tangan, semuanya menyatu demi harga diri partai.

Hal yang sama, semestinya harus dilakukan oleh Wali Nanggroe Malik Mahmud untuk Partai Aceh. Konsolidasi terlihat bahwa pascapemilu legislatif dan menjelang Pilpres 2014. Anak-anak ideologis Hasan Tiro, mulai mengalami permasalahan dalam gerakan politik sebagai penentu kebijakan Aceh ke depan, karena tidak ada lagi kekompakan di antara sesama mereka sendiri. Kebijakan dan sikap mantan elite GAM tidak didasarkan pada pola musyawarah, namun cenderung reaktif.

Di sini tampak adanya hanya kebijakan “pemadam kebakaran”, sehingga daya tawar politik Aceh melemah. Padahal, kalau kekompakan dapat dibangun dan tindakan yang diambil didasarkan pada musyawarah sekuat apapun lawan akan sanggup dihadapi, sesuai dengan hadih maja Aceh, ureung mee hana geukhen ureung kalon meu ie mata.

Padahal, kalau dilihat sejarah almarhum Wali Tgk Hasan Tiro berhasil membangun semangat turie droe dan tusoe droe bagi generasi Aceh kini. Hasan Tiro dalam pesannya, baik melalui pidato-pidato politik dan dalam pemikiran yang dibukukannya, selalu menggarisbawahi kita boleh kehilangan harta dan takhta, namun kita tak boleh kehilangan harga diri (dignity) sebagai sebuah bangsa yang berdaulat.

Perjuangan bukan untuk memperkaya diri, tetapi untuk sebuah harga diri. Hanya pada saat seluruh rakyat sudah mempunyai harga diri, pada saat itulah ia akan berdaulat. Guna mengingatkan anak didiknya, Hasan Tiro menulis dalam The Price of Freedom: I brought only a message that of national salvation and survival of the people of Acheh Sumatra as a Nation, and a reputation of a Tiro-man (saya hanya membawa pesan untuk bangkitnya rakyat Aceh sebagai sebuah bangsa dan reputasi keluarga tiro)?

Hasan Tiro telah kembali keharibaanNya pada 3 Juni 2010, empat tahun silam. Seandainya beliau bisa bangkit kembali dari alam kubur, dia akan ingatkan kita tentang bagaimana sengsaranya rakyat dan para pejuang selama 30-an tahun lebih di hutan belantara yang hidup menderita, tetapi punya nilai dan semangat juang tinggi. Tetapi pria brilian dan bernyali besar itu, sungguh akan menangis melihat perilaku anak didiknya saat ini, yang telah melupakan dirinya dan titahnya.

Hasan Tiro tentu akan meronta-ronta, bila melihat anak didik ideologisnya telah bercerai-berai dalam spektrum politik dan kepentingan nasional. Kepentingan politik praktis telah menjauhkan mereka pada kehendak rakyat. Kehendak rakyat dilawan semata-mata untuk mengakomodasi kepentingan politik jangka pendek. Mereka lupa, bahwa Aceh memiliki masa depan yang cemerlang, bila semua anak didik Hasan Tiro kembali merapat dalam satu peunutoh.

Perbedaaan pendapat dari anak ideologis Hasan Tiro, seharusnya tidak menjadi konsumsi publik. Cukup diselesaikan pada ranah internal, dan peran Tuha Peut di sini sangat menentukan. Namun demikian ini tidak terjadi. Hal ini, bisa jadi karena semata-mata adanya perbedaaan sikap praktis dan kepentingan finasial. Bila dikaitkan dengan hasil pemilu dan sikap Pilpres sejumlah tokoh eksponen kombatan juga bercerai-berai.

Aceh perlu tokoh

Aceh hari ini, perlu tokoh bukan penokoh. Aceh perlu tokoh untuk sama-sama membawa Aceh dan mengikuti arus aspirasi masyarakat Aceh. Aceh tidak memerlukan penokoh yang mencoba memaksa arus aspirasi masyarakat Aceh. Tokoh-tokoh politik Aceh kontemporer, yang lahir dari didikan Hasan Tiro, sudah semestinya menjadi pengayom bagi semua rakyat Aceh. Tidak harus ada perbedaan pilihan dalam setiap langkah politik.

Jika para elite tidak menyatu, maka dengan sendirinya upaya perjuangan Aceh ke depan tidak menjadi nilai tawar yang beharga. Mengapa? Itu tidak lain karena elite Aceh sudah menjadi kotak-kotak kecil, yang saling merebut hal-hal kecil. Melupakan mimpi besar dalam upaya mempercepat pembangunan dan perubahan masyarakat. Mengurangi kemiskinan dan pengangguran yang holistik memerlukan terobosan dan energi yang integral.

Hasan Tiro, harus menjadi inspirasi bagi semua elite politik di Aceh hari ini. Hasan Tiro, meninggalkan semua kemewahan hanya untuk membawa kemakmuran bagi Aceh. Sudah seharusnya, anak didikan Hasan Tiro. Turun tangan, dari kehidupannya bak seorang raja di tengah teman seperjuangan yang masih bercucuran air mata. Untuk kembali bersatu bersama elite politik, baik muda maupun tua. Semuanya atas nama Aceh, atas nama niat baik Hasan Tiro. Niat membangun Aceh bersama-sama?

Para elite politik yang tergabung dalam partai politik lokal maupun nasional. Harusnya juga, tidak menjadikan anak didik Hasan Tiro untuk kepentingan politk yang praktis dan jangka pendek. Kita harus menjaga, supaya anak-anak didikan Hasan Tiro, tidak menjadi pengemis harta, uang, hingga pengemis kekuasaan, dengan mengabaikan marwah dan menggadaikan harga diri pada kontestan Pilpres 2014. Semoga, politisi kita, tidak lupa ada ucapan Hasan Tiro, turie droe dan tusoe droe. | sumber: serambinews.com

* M. Adli Abdullah, SH, MCL., Penulis Buku “Membedah Sejarah Aceh” dan Dosen Fakultas Hukum, Universitas Syiah Kuala Unsyiah, Banda Aceh. Email: bawarith@gmail.com

Editor: Nurlis E. Meuko

Ikuti Topic Terhangat Saat Ini:

Terbaru >>

Berita Terbaru Selengkapnya

You Might Missed It >>

Siapa yang Menyimpan Barang-barang Pribadi Hasan…

Anggota DPR Aceh Berziarah ke Makam…

Kekhawatiran Hasan Tiro Kini Terbukti?

Galeri Foto: Hasan Tiro Pulang ke…

11 Oktober, Hasan Tiro Kembali Menginjak…

HEADLINE

Tak Ada 'Hati' untuk Daffa

AUTHOR

Boh Pik, Boh P’ok
Safriandi A. Rosmanuddin

Sumpah
Risman A Rachman