25 March 2015

reusam
Raja Aceh di Dunia Internasional
Boy Nashruddin Agus
29 January 2014 - 10:45 am
Kejayaan Aceh di bawah kepemimpinan Iskandar Muda masih membekas hingga kini. Keberhasilannya memimpin turut diperhitungkan oleh bangsa-bangsa asing.

PULUHAN kursi merah tersusun rapi di ruang Anjong Mon Mata, Banda Aceh, Sabtu, 28 Desember 2013. Sehelai spanduk berlatar merah terbentang di panggung seukuran setengah lapangan tenis. “Selamat datang peserta seminar Haul Sultan Iskandar Muda”, merupakan sepenggal kalimat yang tertera di spanduk itu.

Beberapa kursi empuk berwarna cokelat muda di deretan depan terlihat ditempati oleh beberapa tamu istimewa, di antaranya Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh Hasbi Abdullah, Wakil Ketua Majelis Adat Aceh A. Rahman Kaoy, Bachtiar Aly, dan M. Hasbi Amiruddin dari Universitas Islam Negeri Ar-Ranirry Banda Aceh.

Jam menunjukkan pukul 14.30 WIB. Ketua Panitia Fahmi H. menuju mimbar sekaligus membuka acara peringatan wafatnya Sultan Iskandar Muda ke-377. Kegiatan ini merupakan rangkaian acara yang sengaja digelar oleh Satuan Tugas Percepatan Pembangunan Aceh selama sepekan sejak 27 Desember 2013.

Sultan Iskandar Muda yang memimpin Kerajaan Aceh Darussalam pada abad ke-16 telah membuka mata dunia untuk tidak menganggap sebelah mata bangsa Melayu. “Saya sering mendengar kata-kata dari orang-orang Barat bahwa bangsa Melayu itu tidak punya potongan memimpin dunia. Bangsa Melayu itu hanya pelengkap bangsa-bangsa di dunia, sama halnya seperti bangsa-bangsa di Afrika,” ujar Fahmi.

Padahal, kata dia, mereka lupa bahwa ada salah satu Raja Melayu yang pernah eksis di dunia internasional. Kekuasaannya meliputi sebagian Sumatera hingga Malaysia. “Namanya Iskandar Muda yang pengaruhnya turut diperhitungkan oleh bangsa-bangsa luar, termasuk Portugis dan Spanyol. Kedua negara tersebut pada saat itu memiliki pengaruh setara dengan Amerika Serikat dan Inggris pada saat ini,” katanya.

Senada dengan Fahmi H., Ketua DPR Aceh Hasbi Abdullah menyebutkan Kerajaan Aceh di abad XVI muncul sebagai salah satu dari lima kerajaan besar. “Kerajaan Aceh hampir sejajar dengan Kerajaan Turki Usmani di Eropa, Kerajaan Maroko di Afrika, Kerajaan Isfahan di Iran, dan Kerajaan Agra di India,” katanya.

Kejayaan Aceh berhasil direkam dengan baik oleh De Beaulieu saat melawat ke daerah paling ujung Sumatera ini. Beaulieu, kata Hasbi, merupakan salah satu penjelajah asal Prancis yang pernah menetap selama enam bulan di Aceh. “Dia mencatat beberapa bukti kebesaran Kerajaan Aceh di bawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda termasuk tentang sistem pemerintahannya.”

Merujuk catatan sejarah yang ditulis Denys Lombard dalam buku Kerajaan Aceh: Zaman Sultan Iskandar Muda, Iskandar Muda seorang yatim. Dia merupakan cucu Ali Mughayat Syah, pendiri Kerajaan Aceh Darussalam. Pada masanya, Aceh memiliki mata uang emas kendati bentuknya masih kasar. Selain itu pada masa tersebut Aceh juga memiliki armada laut yang galias-(kapal)-nya berukuran besar. Bahkan ada satu di antara kapal tersebut tercatat sebagai galias terbesar. Namanya Espanto del Mundo atau Cakra Donya (teror dunia). Hal tersebut ditulis Lombard berdasarkan pengakuan Faria y Sousa, salah satu armada Portugis yang ikut dalam peperangan saat menghadapi galias Aceh.

Masa Sultan Iskandar Muda juga dikabarkan mempunyai sejumlah kebudayaan yang dibangun, seperti Masjid Raya Baiturrahman, Dalam atau istana Darud Dunia, Gunongan, hikayat Aceh, karya sufi, dan beragam kebudayaan lainnya. Di masa Iskandar Muda juga telah berkembang tari-tarian yang disuguhkan kepada tamu asing seperti kisah Kapten Jenderal Beaulieu dari Kerajaan Prancis.

Pada masanya, Iskandar Muda memiliki angkatan perang yang kuat. Selain armada laut dengan pasukan maritimnya yang terkenal di Selat Malaka, dia juga memiliki kavaleri gajah. Selain itu, Perkasa Alam-julukan Iskandar Muda-- juga memiliki pasukan khusus yang ditakuti dan selalu berlatih istinggar di istana.

+++

Asal-Usul Iskandar Muda

Tun Pangkat Darma Wangsa merupakan nama Iskandar Muda di waktu kecil. Dia memiliki garis keturunan Raja Darul Kamal dari pihak leluhur ibu. Sementara dari pihak leluhur ayah merupakan keturunan dari keluarga Raja Mahkota Alam. “Jika dirunut lebih jauh, silsilah Sultan Iskandar Muda memiliki benang merah dengan Raja Linge,” ujar M. Hasbi Amiruddin, sejarawan UIN Ar-Ranirry dalam seminar memperingati Haul Sultan Iskandar Muda ke-377 di Anjong Mon Mata.

Iskandar Muda lahir pada 1593. Ibunya bernama Putri Raja Indra Bangsa yang juga dinamai Paduka Syah Alam. Indra Bangsa anak Alauddin Riayat Syah, Sultan Aceh ke-10.

Ia dibesarkan dalam lingkungan keluarga istana. Sejak  kecil, ia telah mengetahui seluk-beluk kehidupan adat dan tata krama dalam istana, baik tentang sopan santun antaranggota keluarga raja, etika dalam urusan penyambutan tamu, dan lain sebagainya.

Sejak usia empat tahun, Iskandar kecil diajarkan berbagai ilmu pengetahuan, khususnya agama. Ia diajarkan langsung oleh seorang ulama dari Bitai. “Iskandar Muda menguasai bahasa Arab, Urdu, Portugis, Inggris, dan Turki. Dia juga mempelajari hukum tata negara, hukum internasional, hukum Islam yang diajarkan oleh Hakim Mahmud Hukama Indra, seorang hakim tinggi istana,” kata M. Hasbi Amiruddin.

Semenjak Sultan Alaudin Riayat Syah kakek Sultan Iskandar Muda mangkat, suasana Kerajaan Aceh mengalami konflik perebutan tahta. Anak-anak sultan ini saling melancarkan serangan, bahkan melupakan posisi Sultan Iskandar Muda.

Kemudian, pada masa-masa Iskandar telah mampu berpikir dan bermain dalam percaturan politik di Aceh pada masa itu, pamannya Ali Riayat Syah yang berhasil merebut kekuasaan terpaksa menyerahkan tampuk pimpinan pada keponakannya, seorang cucu yang paling disayang oleh Alauddin Riayat Syah. Sejak saat itu, tampuk kekuasaan Kerajaan Aceh Darussalam berada di tangan Iskandar Muda yang berusia 24 tahun, awal April 1607.

Ia lalu menikah dengan putri Kesultanan Pahang, yang kemudian dijuluki dengan nama Putroe Phang. Demi permaisuri Ratu Kamaliah—nama asli Putroe Phang—Sultan Iskandar Muda lantas membangun Gunongan dan Taman Ghairah (Taman Khayali) lengkap dengan sungai buatan yang disebut Darul Isky (Krueng Daroy).

Iskandar Muda wafat pada 27 Desember 1636 M. Dia dikebumikan di Kompleks Keraton (Dalam atau Meuligoe) Kerajaan Aceh Darussalam atau Kompleks Gedung Juang Aceh saat ini.

Seperti kata Bachtiar Aly, Guru Besar Universitas Indonesia dalam makalah seminar memperingati Haul Sultan Iskandar Muda ke-377 di Anjong Mon Mata membahas kepemimpinan Sultan Iskandar Muda ibarat kita menerawang ke ruang angkasa dan menelusuri jalan panjang tanpa ujung yang mengundang decak kekaguman dan pesona yang tak bertepi.[]

Editor:

Ikuti Topic Terhangat Saat Ini:

Terbaru >>

Berita Terbaru Selengkapnya

You Might Missed It >>

Prajurit Dandim 0101/BS Tunai Zakat di…

Pangdam Iskandar Muda Resmikan Jembatan di…

POM Periksa Surat Kelengkapan Kendaraan Militer…

Pangdam Iskandar Muda Minta Peserta IMC…

Pangdam IM Ajak Petani Aceh Tingkatkan…

HEADLINE

Foto Wagub Mualem Ikut Bermain Didong di Pegasing

AUTHOR