16 March 2015

Jembatan Lamyong. Foto Tribunnews
Jembatan Lamyong. Foto Tribunnews
news
Jembatan Lamnyong Banda Aceh Terancam Patah
01 July 2014 - 14:20 pm
“Kemacetan di jembatan itu sudah terjadi selama dua tahun, tapi sampai kini belum ada langkah penanganan serius dari dinas terkait."

PIMPINAN Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menilai pemerintah belum serius menangani kemacetan lalu lintas di kawasan Jembatan Lamnyong, Banda Aceh. Pembangunan jembatan baru di kawasan Limpok yang berjarak 1 kilometer dariJembatan Lamnyong, juga dinilai sangat lamban.

“Kemacetan di jembatan itu sudah terjadi selama dua tahun, tapi sampai kini belum ada langkah penanganan serius dari dinas terkait,” kata Ketua DPRA, Drs Hasbi Abdullah MS didampingi Wakil Ketua, Drs Sulaiman Abda MSi dan Sekretaris Dewan, A Hamid Zein, saat meninjau kemacetan di jembatan tersebut, Senin (30/6).

Kemacetan yang sangat parah di ruas jalan Jembatan Lamnyong menuju Kampus Darussalam itu, kata Hasbi, terjadi pagi hari saat jam masuk sekolah mulai pukul 07.00-08.30 WIB, dan sore hari pada jam pulang sekolah mulai pukul 17.30-18.30 WIB.

Menurut Hasbi, persoalan itu sudah disampaikan dewan kepada Gubernur, Kepala Dinas Bina Marga dan Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi, Informasi dan Telematika (Dishubkomintel), dua tahun lalu. Tapi hingga kini belum ada penanganan. Misalnya, melakukan pelebaran jalan dan badan jembatan.

Dinas terkait, sambung Hasbi, memang sudah memasang lampu pengatur lalu lintas (traffic light) dan membelah badan jembatan dengan memasang beton cor. Namun, Hasbi menilai langkah tersebut belum mampu mengatasi masalah. Bahkan, akibat pemasangan traffic light, badan jembatan terancam patah karena tak sanggup menahan beban.

“Saat lampu merah menyala, puluhan truk pengangkut batu dan pasir, mobil-mobil pribadi dan sepeda motor, berhenti di atas jembatan. Ini terjadi setiap saat dan terus menerus. Kalau begini terus, jembatan sepanjang 300 meter ini bisa-bisa patah karena tak sanggup menahan beban,” tandas Hasbi Abdullah.

Pada 2009, tambah Hasbi, Dinas Bina Marga sudah merencanakan pembangunan satu unit jembatan baru sepanjang 300 meter di Desa Limpok. Tujuannya, untuk mengurangi kepadatan di JembatanLamnyong. Namun, hingga saat ini baru dibangun satu unit kepala jembatan (abudmen) dan dua unit pondasi sumur pilar penyangga gelegar beton.

“Kalau seperti itu tahapan pelaksanaan pembangunan jembatannya, 10 tahun lagi juga tidak akan selesai. Jadi, wajar kalau kita katakan penanganan kemacetan di ruas jalan jembatan Lamnyong tidak serius alias cilet-cilet. Apa mau tunggu jembatan jebol dan ada korban jiwa dulu baru mau ditangani serius,” ujar Hasbi.

Untuk maksud tersebut, kata Hasbi Abdullah dan Sulaiman Abda, DPRA siap menyetujui usulan anggaran pelebaran badan JembatanLamnyong dan pembangunan Jembatan Limpok. Paling banyak, untuk menyelesaikan kedua proyek itu, anggarannya sekitar Rp 150 miliar.

Anggaran sebesar itu, bisa dialokasikan dua tahun anggaran. Yang penting adalah keseriusan dinas teknis. Jika untuk pembangunanJembatan Limpok setiap tahun hanya diusulkan Rp 2-3 miliar, butuh waktu 25 tahun untuk menyelesaikannya. “Kan seperti main-main. Kami akan panggil kembali dinas teknis untuk menjelaskan penanganan kemacetan di jembatan itu,” demikian Hasbi Abdullah.

Kadishubkomintel Aceh, Ir Rizal Aswandi mengatakan, pihaknya sudah berusaha mengurangi kemacetan lalu lintas di kawasan tersebut, dengan dua cara. Yaitu, memasang traffci light, dan membelah badan jalan agar lalu lintas searah.

Namun karena jumlah kenderaan yang melintas cukup banyak, sementara lebar badan jembatannya hanya tujuh meter, setelah dibagi dua jalur, hanya bisa dilewati satu mobil dan satu sepeda motor untuk setiap jalur.

Untuk mengatasi kemacetan secara permanen, pertama badan jalan dan jembatannya harus dilebarkan, minimal masing-masing jalur empat sampai enam meter. Tanpa itu, kemacetan tetap terjadi. “Dishubkomintel dalam hal ini, hanya punya kewenangan mengatur lalu lintas. Sedangkan soal pelebaran itu wewenang SKPA lainnya,” kata Rizal Aswandi.

Kepala Dinas Bina Marga Aceh, Ir Anwar Ishak mengatakan, langkah pertama pihaknya akan mengusulkan dokumen detail engineering design (DED) atau gambar rencana proyek pelebaran jembatan Lamnyong. Karena, DED ini tidak diusulkan oleh pejabat sebelumnya. Pihaknya akan mengajukan DED pada RAPBA-P 2014, Agustus mendatang. Setelah DED selesai, baru dilanjutkan pengalokasian anggaran untuk tahun depan.

Menurut hitungan sementara pihaknya, kata Anwar, untuk pelebaran badan jembatan Lamnyong hingga 4-6 meter, butuh dana Rp 90-Rp 100 miliar. Jika DPRA bersama Bappeda sudah setuju dengan pagu anggaran itu, bisa dialokasikan dalam dua tahun anggaran masing-masing Rp 45-Rp 50 miliar/tahun.

DPRA dan Bappeda, kata Anwar Ishak, juga harus komit. Setelah Dinas Bina Marga mengalokasikan anggaran untuk pelebaran badan jembatan Rp 45 miliar, jangan lagi dipangkas pada waktu pembahasan, seperti pada 2013 saat mereka mengusulkan dana di atas Rp 20 miliar untuk pembangunan jembatan Limpok, yang disetujui hanya Rp 3 miliar. Begitu juga pelebaran jalan Lamnyong, tahun ini hanya disetujui Rp 2 miliar.

“Komitmen itu penting. Jangan nanti kalau ada demo terkait kemacetan, yang jadi sasaran tudingan adalah Dinas Bina Marga. Sementara saat kami ajukan anggaran, dipotong atau yang disetujui hanya sedikit,” demikian Anwar Ishak. | sumber: serambinews.com

Editor: Nurlis E. Meuko

Ikuti Topic Terhangat Saat Ini:

Terbaru >>

Berita Terbaru Selengkapnya

You Might Missed It >>

Jembatan Apung Ponton di Aceh Utara…

[FOTO]: Jalan dan Jembatan Rusak di…

Jalan Meurah Mulia-Gereudong Pase Tertimbun Lumpur

Jaksa Cekal Dua Tersangka Korupsi Jembatan…

Dua Tim Aceh Utara Bidik Infrastruktur…

HEADLINE

Doto Zaini: Pejabat Asal Bapak Senang Akan Tersingkir

AUTHOR