20 March 2015

Seminar nasional dengan tema “Menyongsong Perdamaian Daerah dalam Rangka Mewujudkan Integritas Nasional” | Foto: Ist
Seminar nasional dengan tema “Menyongsong Perdamaian Daerah dalam Rangka Mewujudkan Integritas Nasional” | Foto: Ist
news
Bachtiar Aly: Sejarah Penyelesaian Konflik Aceh Tidak Pernah Tuntas
07 April 2014 - 20:29 pm
Ia juga membuka wawasan sekitar 200-an peserta yang hadir dengan pengetahuan tentang perkembangan konflik dan politik global.

SENAT Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Ar Raniry Banda Aceh pada Senin 7 April 2014 mengadakan seminar nasional dengan tema “Menyongsong Perdamaian Daerah dalam Rangka Mewujudkan Integritas Nasional”. Hadir sebagai pemateri Prof. Dr. Bachtiar Aly, Ketua Dewan Guru Besar Unversitas Indonesia yang juga mantan Dutabesar Indonesia untuk Mesir.

Dalam materinya, Prof. Bachtiar yang merupakan putra asli Aceh itu menyampaikan beberapa hal terkait dengan perkembangan konflik, perdamaian dan politik Aceh. Ia juga membuka wawasan sekitar 200-an peserta yang hadir dengan pengetahuan tentang perkembangan konflik dan politik global.

“Penyelesaian koflik di Aceh sudah menjadi model dunia, Aceh dianggap paling baik dalam penyelesaian konflik,” kata Prof. Bachtiar ketika menyampaikan materi tentang penyelesaian konflik Aceh.

Meski demikian, Prof. Bachtiar juga menyinggung mengenai sejarah konflik Aceh yang tidak pernah tuntas penyelesaiannya.

“Aceh tidak pernah total menang, tidak pernah total kalah. Sejarah penyelesaian konflik kita tidak 100 persen selesai,” kata Prof. Bachtiar.

Menurutnya, tidak tuntasnya penyelesaian tersebut sewaktu-waktu dapat meledakkan kembali. Karena itu, kondisi Aceh saat in pasca konflik setelah perjanjian damai di Helsinki 2005 lalu harus dimanfaatkan untuk menyelesaikan masalah Aceh secara tuntas.

Salah satu jalan menyelesaikan konflik hingga tuntas, menurut Prof. Bahctiar, dapat dilakukan dengan membuka koridor untuk selalu bisa berdialog dan membuka lebar ruang-ruang publik.

“Tidak ada gunanya demokrasi kalau ruang publik dibungkam,” kata dia.

Pembungkaman itu salah satunya seperti yang terjadi pasa masa Orde Baru saat Indonesia dipimpin oleh Presiden Soeharto. Selain itu, peran media juga sangat menentukan kondisi suatu daerah, apalagi di daerah pasca konflik. Kebebasan pers menjadi hal yang penting, khususnya di Aceh, pers juga harus memperhatikan tentang jurnalis damai.

“Kenapa (dulu) Aceh teraniaya habis-habisan karena tidak ada kebebasan pers pada masa Orde Baru. Kita porak poranda. Kita sangat memerlukan media massa, untuk mengontrol rezim.”

Pada kesempatan itu Prof. Bachtiar juga mengingatkan kepada pegiat media untuk berhati-hati dalam memahami kondisi daerah.

“Agenda setting media tidak selamanya sama dengan agenda setting publik. Problemnya, apakah para pemuka media paham tidak tentang ini? Jangan-jangan medianya diatur oleh pihak lain."

Seminar nasional yang dimulai sejak pukul 09.00 WIB tersebut dihadiri oleh kalangan mahasiswa S1, S2, para dosen dan masyarakat umum. Terkait dengan Pemilu beberapa hari ke depan, Prof. Bachtiar mengingatkan kepada para pemenang nantinya agar benar-benar menjadi wakil rakyat.

“Kita berharap para pemenang dalam pesta demokrasi ini tidak boleh menganggap rakyat tidak tahu apa-apa.”[]

Editor: Boy Nashruddin Agus

Ikuti Topic Terhangat Saat Ini:

Terbaru >>

Berita Terbaru Selengkapnya

You Might Missed It >>

Cerita Dua Lansia Korban Konflik yang…

Polda Lepaskan 11 Warga Aceh Tamiang…

Dewan Minta Penangguhan Tahanan untuk Tersangka…

Sudan Selatan Akhiri Konflik Bersenjata

PAKAR Aceh: Persoalan Korban Konflik Bisa…

HEADLINE

Ini Nama Pejabat Baru di Lingkup Pemerintah Aceh

AUTHOR