19 March 2015

Wiranto dan Prabowo | Foto: Liputan6.com
Wiranto dan Prabowo | Foto: Liputan6.com
saleum
Keringat Wiranto
Risman A Rachman
21 June 2014 - 21:08 pm
Bisa jadi keringat Wiranto tercurah karena membayang ada banyak mantan kopassus yang mengikuti terus perkembangan keadaan

Wiranto "banjir" keringat kala menjelaskan soal rekomendasi DKP terkait Prabowo. Menurut Wiranto sendiri keringat bukan karena grogi melainkan karena ruangan yang kecil dan ketiadaan AC.

Keringat memang bisa muncul karena banyak hal, termasuk juga karena faktor stres. Tapi, peluang Wiranto stres karena bicara soal DKP tentu sangat kecil.

Soalnya ini konperensi ketiga terkait DKP. Tanggal 3 Agustus 1998 Wiranto mengelar konperensi pers untuk mengumumkan pembentukan DKP, dan tanggal 24 Agustus 1998 kembali Wiranto menggelar konperensi pers untuk mengumumkan hasil DKP.

Sebelumnya, 30 Juni 1998 Wiranto mengabarkan kepada masyarakat melalui media tentang adanya indikasi keterlibatan beberapa oknum personel ABRI.

Kedua konperensi pers di Agustus itu dihadiri oleh seratus lebih wartawan dalam dan luar negeri. Jadi rasa-rasanya Wiranto tidak mungkin keluar keringat karena stres.

Hanya saja, setiap kali usai Wiranto bicara soal DKP, termasuk usai mengatakan adanya indikasi keterlibatan oknom personil ABRi, selalu diikuti tanggapan Munir SH dari KontraS yang juga diwartakan media.

Intinya, Munir menolak DKP. Bagi Munir DKP hanya jalan panjang, lebih utama di mahmilkan, cacat hukum, diskriminatif, dan berujung putusan politik, bukan hukum, dan tidak menjawab kebutuhan utama yaitu kejelasan mereka yang masih hilang.

Saya kuatir, saat konperensi pers Wiranto hanya sekilas membayangkan Prabowo, selebihnya bisa jadi Wiranto seperti "melihat" Munir yang terus bertanya "dimana mereka yang hilang?"

Bagi Munir, ABRI harusnya mudah untuk menjelaskan keberadaan mereka yang masih hilang. Jika ABRI tahu siapa pelakunya mestinya ABRI tahu dimana dan bagaimana nasib mereka yang masih hilang.

"Bila mereka serius cari, pasti bisa," kata Munir kepada Mustafa Ismail, wartawan Tempo Interaktif di YLBHI, 9 Juli 1998.

Itu jika benar Wiranto "melihat" Munir. Beda lagi jika Wiranto kebayang wajah MM Billah. Bisa langsung mempercepat gelar konperensi persnya.

Soalnya, menurut MM Billah jika Prabowo dibawa ke Mahmil maka akan terkuak keterlibatan petinggi ABRI. Dan, jika Wiranto mengulur-ulur waktu maka itu tandanya ada permainan politik untuk tujuan yang menurut Billah adalah keinginan Wiranto menjadi presiden paska Habibie.

Bisa jadi keringat Wiranto tercurah karena membayang ada banyak mantan kopassus yang mengikuti terus perkembangan keadaan. Mereka adalah saksi hidup yang di masa lalu kerap tak bisa banyak omong sebagaimana petinggi mereka di ABRI.

Terakhir, mungkin saja keringat itu terjadi karena Wiranto sadar bahwa dirinya sedang masuk "perangkap" permainan politik pihak yang sedang melakukan "intervensi pemilu" melalui kekuatan parpol yang sedang populer dengan pemimpin populis untuk tujuan politik jangka panjang, yaitu kelompok kiri progresif.

Sebuah kekuatan yang sangat mungkin sedang berkerja melalui politik benturan. Kekuatan-kekuatan lama yang mereka propaganda sebagai kaum usang saling dibenturkan dan ketika semuanya lemah maka agenda politik sekuler-sosialis tinggal dimasukkan menjadi agenda nasional. Selanjutnya, tinggal melumpuhkan ideologi kaum agamawan.

Di sinilah pentingnya peran Islam di Indonesia agar negeri ini tidak jatuh ke jurang fasisme tapi juga tidak terkurung di sumur gelap politik tak berketuhanan. Untuk semua itu, memang Pancasila jawabannya.[]

Editor: Boy Nashruddin Agus

Ikuti Topic Terhangat Saat Ini:

Terbaru >>

Berita Terbaru Selengkapnya

You Might Missed It >>

Terbalik, Sekarang KMP yang Dukung Jokowi

Lima Pesan dari Pertemuan Jokowi-Prabowo

Bertemu Prabowo, Jokowi Ingin Pamer Kekuatan…

Ahok Digaet Mega, Kini Giliran Jokowi…

Ini Kata Politisi KIH Jika Jokowi…

HEADLINE

Memahami Palestina

AUTHOR

Sopan Santun dalam Bahasa Gayo
Safriandi A. Rosmanuddin