01 April 2015

ilustrasi @dakwatuna
ilustrasi @dakwatuna
news
Suatu Saat Nanti Kita Mudik' ke Akhirat
detik.com
04 July 2014 - 13:30 pm
Sayangnya, kebanyakan manusia memang sudah lupa dengan rumah asal kita. Manusia memang sudah durhaka dengan kampung halamannya.

Mudik adalah aktivitas komunal dan tradisi masal bangsa Indonesia. Setiap menjelang lebaran, khususnya Idul Fitri, hampir 30 juta warga Indonesia yang tinggal di berbagai kota dan negara akan melakukan ritual perjalanan panjang dan melelahkan untuk kembali ke kampung halaman masing-masing.

Secara ekonomi, mudik merupakan even transportasi paling besar di Indonesia, dengan melibatkan ratusan perjalanan udara dan laut, serta ribuan rute perjalanan darat yang menghabiskan dana pemudik setidaknya mendekati angka Rp 40 triliun. Mudik juga merupakan aktivitas keuangan raksasa, di mana lalu lintas uang dari kota atau luar negeri ke daerah-daerah mencapai ratusan triliun lebih. Permintaan uang tunai saja bisa mencapai Rp 100 triliun selama seminggu menjelang Idul Fitri.

Dengan besarnya dana yang berputar selama mudik, tidak heran kalau ritual mudik telah bergeser dari kegiatan spiritual keagamaan berupa silaturahim dengan keluarga, menjadi event kultural dan malah semakin komersial. Dan secara perlahan pula, kita semakin lupa akan kampung halaman kita yang sesungguhnya.

***

Dalam satu kesempatan salat Jumat di Masjid Al-Furqan, Glasgow, seorang khatib dari Amerika yang sedang keliling Eropa, menceritakan tentang kisah perantauan dan tempat kembali. Beliau menceritakan tentang galaunya Nabi Adam dan kerinduannya yang mendalam akan kampung halaman. Sepanjang hayatnya Adam ‘alaihissalam tidak pernah bisa melupakan kampung halaman nan asri dan penuh kedamaian.

Setiap kali ada kesempatan, dengan dipayungi bintang-bintang gemerlapan dan bulan purnama, Adam As menceritakan kepada anak-anaknya perihal rumah dan kampung asal mereka semua. Sebuah tempat yang tiada taranya di dunia ini.

Adam mengajak keluarganya untuk mematuhi semua ketentuan dan syarat supaya bisa kembali ke kampung halaman. Meskipun sudah 'dibuang' dari kampung halamannya, Adam dan keturunannya diberikan syarat oleh Allah Swt jika ingin kembali ke kampung halaman, yaitu iman dan ketaqwaan.

Dengan cerita ini, Adam dan istrinya Hawa sejatinya ingin melepas kerinduan akan rumah dan tempat kelahirannya (penciptaannya), sekaligus ingin mengajak anak-anak mereka untuk mempunyai ikatan batin dengan kampung halaman. Kampung tersebut digambarkan oleh Adam sebagai tempat terindah yang pernah diciptakan oleh Sang Maha Pencipta, penuh pepohonan rindang dan pesona yang memikat seluruh panca indera.

Ketika Adam bercerita, gambaran kampung halaman digambarkan dengan ilustrasi terbaik dan real, karena Adam memang mengalaminya secara jasmaniah dan dalam keadaan sepenuhnya sadar, bukan mimpi atau pengalaman ruhiah semata. Gambaran fisik kampung halaman tersebut dan ilustrasi multidimensi diceritakan oleh Adam sama seperti ketika kita menggambarkan kampung halaman kepada anak-anak yang belum pernah mengunjunginya.

Sehingga ketika Adam merindu surga, maka memori yang muncul dan cerita yang disampaikan bukan hanya satu dimensi, visual atau pendengaran, tetapi utuh sebagai sebuah pengalaman semua panca inderanya.

Tatkala Adam ‘alaihissalam dan Hawa wafat, kisah di bawah bulan purnama ini terus diceritakan oleh anak cucu mereka, dari generasi ke generasi. Namun seiring berjalannya waktu, secara perlahan-lahan cerita asal muasal manusia mulai dilupakan.

Deskripsi utuh tentang kampung ‘surga’, tempat kita semua harus kembali, mulai hilang dari kisah-kisah pengantar tidur, dan musnah dari narasi magis para troubadour.

***

Ketika manusia semakin larut dalam pusaran dunia, kisah kampung halaman sejati hanyalah tinggal gambaran abstrak yang tidak lagi utuh. Bahkan bagi kaum atheis, surga hanyalah ‘bikinan’ untuk mengajak umat manusia mengikuti ajaran agama.

Bagi yang beragama, mendalami Alquran dan belajar dari para Ulama, pemahaman mereka mungkin jauh lebih baik, namun tingkatan iman dan ketaqwaan mempengaruhi kadar keyakinan masing-masing manusia.

Namun apapun bayangan kita terhadap surga, itulah kampung kita, rumah tempat kita harus kembali. Ramadan adalah saat yang paling tepat bagi umat Islam, dan seluruh umat manusia untuk kembali mentadabburi alam semesta dan merancang jalan pulang.

Ramadan ibarat paket perjalanan mudik yang ditawarkan dengan berbagai promosi yang menarik. Iklan kembali ke ‘tanah air’ disajikan dengan berbagai daya tarik, 24x7 di semua channel yang ada. Ini semua disediakan oleh Allah ‘azza wa-jalla untuk mengingatkan dan memudahkan manusia yang mungkin sudah lupa akan kampung halamannya.

Sayangnya, kebanyakan manusia memang sudah lupa dengan rumah asal kita. Manusia memang sudah durhaka dengan kampung halamannya.

Setiap detik kita rela menghabiskan waktu untuk menghias dan memperindah pondok kita di dunia, atau merencanakan perjalanan melelahkan untuk mudik ‘kecil’ di muka bumi, namun makin lupa akan mudik ‘besar’ ke kampung kita yang sebenarnya. Wallahu-a’lam. | sumber : detik

Editor: Ihan Nurdin

Ikuti Topic Terhangat Saat Ini:

Terbaru >>

Berita Terbaru Selengkapnya

You Might Missed It >>

Seperti Apa Cahaya Natal dan Ramadan…

Puasa Hemat ala Mahasiswa Aceh di…

Pemuda Samalanga-Simpang Mamplam Buka Puasa Bersama…

Kagum dengan Muslim, Umat Hindu di…

Foto Mualem Sahur Bersama Tim "Rakyat…

HEADLINE

Foto Mesra Abraham Samad, Syahrini Akan Diperiksa Mabes Polri

AUTHOR