25 March 2015

Tari Saman. @yudigayo
Tari Saman. @yudigayo
Printed
Tari Saman Mendunia
Boy Nashruddin Agus
05 October 2014 - 08:00 am
Unesco menetapkan Tari Saman sebagai warisan budaya dunia. Aceh patut bangga meski banyak pihak yang masih salah mengartikan filosofi Saman.

GUBERNUR Aceh Zaini Abdullah tampak tersenyum saat mengangkat penghargaan sertifikat Saman bersama Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wiendu Nuryanti di Anjongan Aceh, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta, Kamis, 25 September 2014. Kehormatan luar biasa ini merupakan pemberian United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (Unesco), organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bergerak di bidang pendidikan, keilmuan, dan kebudayaan.

Penghargaan ini sekaligus membuktikan Tari Saman telah menjadi warisan dunia yang harus dijaga dan dilestarikan. Hal ini telah diputuskan melalui sidang keenam Komite Antar-Pemerintah untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda di Bali pada 24 November 2011. Hadir dalam sidang ini 500 anggota delegasi dari 69 negara.

Penyerahan penghargaan Unesco kepada Gubernur Aceh merupakan bagian dari serangkaian acara pameran warisan budaya dunia. Kegiatan ini digelar Direktorat Internalisasi Nilai dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 25 hingga 29 September 2014 di Jakarta.

+++

TARI saman sudah berkembang di Gayo Lues, Aceh, sejak abad ke-13. Tari dengan akurasi gerakan dalam tempo tinggi ini dikembangkan oleh Syekh Saman, seorang ulama yang menyebarkan Islam ke dataran tinggi Gayo tersebut. Melalui tarian itu Syekh Saman menyampaikan syiar Islam.

Awalnya tarian ini merupakan permainan rakyat yang bernama Pok Ane. Syekh Saman kemudian menambah syair-syair religi yang berisi pujian kepada Allah swt. Syair-syair itu diiringi dengan kombinasi tepukan tangan para penari. Seiring perkembangannya, gerakan tari saman kemudian bertambah dengan kecepatan dan ketepatan gerakan tangan.

Hampir semua penduduk Gayo Lues menghafal gerakan-gerakan Saman sejak usia kecil. Bagi mereka, Tari Saman sama dengan berjalan dan berlari. "Semuanya bisa main Saman, anak kecil, remaja, orang tua, bahkan pejabat daerah Gayo Lues bisa Tari Saman," ujar salah satu budayawan Aceh, Jauhari Samalanga, kepada The Atjeh Post, Kamis, 25 September 2014 lalu.

Selain itu seluruh desa di Gayo Lues juga memiliki grup Tari Saman, mulai tingkat desa hingga kecamatan. Jadi tidak ada sanggar-sanggar tertentu yang khusus bermain Saman kalau di Gayo Lues.

Pernyataan Jauhari ini diakui oleh Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wiendu Nuryanti, pada penyerahan sertifikat Saman kepada Pemerintah Aceh. Ia mengatakan Bupati Gayo Lues Ibnu Hasyim pernah menjadi instruktur Tari Saman saat sidang keenam Komite Antar-Pemerintah untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda di Bali.

“Ketika Tari Saman dipertunjukkan di hadapan delegasi sidang, mereka takjub dan naik ke pentas minta diajarkan. Akhirnya, Bupati Gayo Lues Bapak Ibnu Hasyim yang menjadi instruktur mengajari para delegasi mancanegara tersebut bermain Saman,” katanya.

Namun Jauhari menyayangkan selama ini Tari Saman mengalami perubahan saat dibawakan oleh orang-orang yang tidak mengerti sejarah tarian tersebut. Ia mencontohkan mahasiswa Institut Kesenian Jakarta saat memperkenalkan Saman di tingkat nasional.

"Meskipun IKJ mempopulerkan Saman di Jakarta hingga nasional, namun banyak filosofinya yang salah-salah, termasuk melibatkan perempuan dalam tarian tersebut," katanya.

Menurutnya sejak itu pula Tarian Saman disisipkan dengan ratôh-ratôh. Padahal, katanya, syair-syair dalam Saman didendangkan dengan kolaborasi Arab dan bahasa Gayo Lues. Ia juga menyebutkan alasan Saman tidak tepat dimainkan kaum perempuan.

"Tari Saman itu menepuk-nepuk dada dengan melantunkan syair-syair yang menunjukkan kegagahan, inilah aku, dan sebagainya. Jadi kan tidak tepat dimainkan oleh perempuan," katanya, Kamis, 25 September 2014.

Di Gayo Lues, biasanya tarian ini dibawakan saat berlangsungnya acara-acara besar adat dan keagamaan hingga semalam suntuk. Mengantisipasi agar penonton tidak bosan, biasanya pertunjukkan Tari Saman dirangkai dengan Tarian Bines yang dimainkan oleh kaum perempuan.

“Dengan alasan supaya penonton bisa fresh," ujarnya.

Saman dan Bines memiliki peran masing-masing. Pemain Saman biasanya disebut Sebujang yang artinya laki-laki, sementara penari Bines disebut Seberu alias perempuan.

"Jadi ada peran masing-masing, yang laki-laki memainkan Saman dan perempuan menarikan Bines. Tidak bercampur," katanya.

Gerakan Tarian Bines sangat berbeda dibandingkan Tari Saman. Penari Bines melenggang-lenggang di panggung dan tidak monoton di satu tempat seperti Saman. Bahkan Bines bisa saja menggoda penonton melalui syair-syairnya sehingga membuat suasana mencair dan penonton ikut bersorak.

Tarian Bines merupakan tari kreasi yang baru saja dikembangkan oleh penikmat seni yang memahami pertunjukan.

Tari Saman pertama kali ditampilkan di pentas nasional setelah ada permintaan dari Raden Ayu Siti Hartinah atau lebih dikenal Tien Soeharto, istri Presiden Indonesia kedua.

"Saat itu launching Taman Mini Indonesia Indah (TMII) tahun 1974. Dia minta ditampilkan tari pedalaman yang kemudian dibawakanlah Tari Saman dari Gayo Lues," ujar Jauhari.

Ia mengatakan saat itu Tien Soeharto menyebut Tari Saman dengan nama Tangan Seribu. Penyebutan ini lantaran Tien Soeharto melihat banyak tangan yang muncul saat penari menepuk dada dan bergerak cepat.

"Sejak itu, Jakarta mengenal Tari Saman dengan Tari Seribu,” kata Jauhari.

Sementara seniman Aceh dari dataran Gayo, Nasiruddin LK Ara, mengatakan Tari Saman tak hanya ditampilkan untuk sebuah hiburan, tapi juga memiliki beragam makna dan filosofis. Beberapa di antaranya seperti sebagai media pendidikan, keagamaan, adab kesopanan, kepahlawanan, kekompakan, dan kebersamaan.

Menurutnya, sebagai media pendidikan terlihat dari syair-syair yang islami. Salam dan mukadimah juga menandakan filosofis dari adab kesopanan yang menjadi ciri khas orang Aceh.

Selain itu, gerak-gerik yang serempak dalam tari yang berasal dari dataran Gayo tersebut juga pertanda adanya sebuah kekompakan, kebersamaan, dan jiwa kesabaran dalam mengikuti sesi latihan hingga siap ditampilkan di muka publik.

Nyanyian para penari menambah kedinamisan dari Tarian Saman. Cara menyanyikan lagu-lagu dalam Tari Saman dibagi dalam 5 macam, seperti rengum, yaitu auman yang diawali oleh pengangkat. Kemudian dering, yaitu rengum yang segera diikuti oleh semua penari, redet, yaitu lagu singkat dengan suara pendek yang dinyanyikan oleh seorang penari pada bagian tengah tari.

Selanjutnya adalah syekh, yaitu lagu yang dinyanyikan oleh seorang penari dengan suara panjang tinggi melengking, biasanya sebagai tanda perubahan gerak, dan saur, yaitu lagu yang diulang bersama oleh seluruh penari setelah dinyanyikan oleh penari solo.

Merujuk pada wikipedia, disebutkan Tarian Saman menggunakan dua gerak yang menjadi unsur dasar Tarian Saman, yakni tepuk tangan dan tepuk dada. Diduga, ketika menyebarkan agama Islam, Syekh Saman mempelajari tarian Melayu kuno, kemudian menghadirkan kembali lewat gerak yang disertai dengan syair-syair dakwah Islam demi memudahkan dakwahnya.

Dalam konteks kekinian, tarian ritual yang bersifat religius ini masih digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah melalui pertunjukan-pertunjukan.

Tarian Saman termasuk salah satu tarian yang cukup unik karena hanya menampilkan gerak tepuk tangan dan gerakan-gerakan lainnya, seperti gerak guncang, kirep, lingang, surang-saring. Semua gerak ini menggunakan bahasa Gayo.

+++

TARI Saman dari Gayo Lues tidak hanya menjadi ikon Aceh, tapi juga ikon Indonesia setelah diakui oleh Unesco sebagai warisan dunia tak benda. Hal itu disampaikan Gubernur Aceh dr. H. Zaini Abdullah, dalam sambutannya pada penyerahan sertifikat Tari Saman di Anjongan Aceh, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Kamis, 25 September 2014.

“Semoga pengakuan ini semakin mendorong kita semua untuk lebih mencintai dan turut melestarikan seni dan budaya asli Indonesia sebagai aset bangsa,” ujarnya.

Ia mengatakan, Aceh sebagai bagian dari NKRI sangat bangga dengan Indonesia yang setiap daerahnya begitu kaya dengan segala macam seni budaya. Bahkan nyaris tidak ada wilayah di Indonesia yang tidak memiliki budaya khas.

“Demikian juga dengan kami di Aceh yang sampai sekarang masih menjaga budaya dan tradisi lokal. Dengan banyaknya budaya yang masih kokoh bertahan di Aceh, membuat kami semakin bangga menjadi orang Aceh. Dalam setiap agenda budaya nasional, kami akan berusaha agar budaya Aceh bisa ditampilkan di dalamnya,” katanya.

Gubernur Zaini menjelaskan Tarian Saman tidak menggunakan alat musik. Bunyi-bunyiannya dihasilkan dari tepukan tangan, tepukan ke dada, dan petikan jari.

“Kami yakin tidak ada satu pun tarian di dunia ini yang menyerupai Tari Saman. Oleh sebab itu, merupakan langkah yang tepat ketika Pemerintah Indonesia terus berjuang sekuat tenaga untuk mendapatkan pengakuan dari Unesco bagi Tari Saman,” katanya.

Gubernur Zaini atau kerap disapa Doto Zaini juga mengharapkan pengakuan Unesco tersebut tidak hanya membanggakan, tapi juga harus menjadi cemeti agar semua pihak lebih peduli dengan seni budaya lokal. Setelah adanya pengakuan Unesco, Pemerintah Indonesia, khususnya Aceh, tidak perlu lagi khawatir kalau Saman diklaim negara lain.

“Kalaupun tarian ini berkembang hingga ke penjuru dunia, semua orang tahu kalau Saman berasal dari Tanah Gayo, Aceh, Indonesia,” katanya.

Hal senada disampaikan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Wiendu Nuryanti. Menurutnya perjuangan mendapatkan pengakuan Unesco terhadap Tari Saman sebagai warisan dunia tak benda sangat panjang. Puncaknya adalah pada sidang keenam Komite Antar-Pemerintah untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda di Bali.

Menyikapi hal inilah, Wiendu menyarankan 24 November ditetapkan sebagai hari Saman. “Apalagi Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten Gayo Lues akan menggelar Tari Saman Massal yang dimainkan 5000 penari lebih di Gayo Lues, pada 24 November 2014 nanti.”[]

Editor: Boy Nashruddin Agus

Ikuti Topic Terhangat Saat Ini:

Terbaru >>

Berita Terbaru Selengkapnya

You Might Missed It >>

[FOTO]: Mahasiswa Aceh Ramaikan Malam Budaya…

Tari Saman Hibur Delegasi International Muslim…

Aktivis PMII Aceh Perkenalkan Tari Saman…

Semua Raja-raja di Aceh Punya Hubungan…

Lembaga Pecinta Sejarah Aceh Gelar Haul…

HEADLINE

Dewan Baru Aceh Periode 2014-2019

AUTHOR

Aida MA: Momentum!
Ihan Nurdin

Nasib Perih Yatim Aceh
Murdani Abdullah