16 March 2015

Abu Minimi. Foto Serambi Indonesia
Abu Minimi. Foto Serambi Indonesia
saleum
Din Minimi dan Kita
Risman A Rachman
13 October 2014 - 22:45 pm
Sebelum reformasi, demi perdamaian, demo-demo dilarang, pertemuan kritis di cekal dan di inteli. Semua dilakukan untuk mencegah konflik muncul kepermukaan.

Selama ini kita kerap mendengar pernyataan yang mengandung daya dorong (driving force) yaitu "atas nama perdamaian."

Maka, demi menjaga perdamaian, ada yang mengusul agar aparat segera melumpuhkan kelompok Din Minimi. Ada juga yang mengusul agar pemerintah segera berdialog dengan Abu Minimi.

Sebelum reformasi, demi perdamaian, demo-demo dilarang, pertemuan kritis dicekal dan diinteli. Semua dilakukan untuk mencegah konflik muncul kepermukaan.

Jika ada kelompok radikal apalagi berpotensi melawan negara maka dikirim aparat untuk memburu dan melumpuhkan pihak yang diklaim sebagai pengacau keamanan. Kampung-kampung dijaga dengan kekuatan prajurit bersenjata (peacekeeping). Semua dilakukan atas nama perdamaian.

Masih atas nama perdamaian, langkah penyelesaian konflik ditempuh. Misi perdamaian dikirim. Para pihak dicarikan solusi yang disetujui kedua belah pihak dan lahirlah kesepahaman.

Ada juga atas nama perdamaian maka tidak masalah memberi toleransi, pengertian, dan bahkan pembenaran atas tindakan yang sebenarnya juga bisa menjadi penyebab terjadinya konflik.

Misalnya ajakan untuk tidak terlalu mengkritik pelanggaran pemilu karena dapat mengganggu perdamaian. Nanti, bisa jadi KPK tidak boleh berkerja di Aceh dengan alasan menangkap pejabat dapat mengganggu perdamaian. Akhirnya, atas nama perdamaian maka "bek karu lee" atau "bek rioh-rioh."

Sepertinya, kalimat "atas nama perdamaian" bukan lagi sekedar menjadi daya dorong, tapi juga sudah menjadi mantra, bahkan sudah menjadi pasal hukum untuk pembenaran.

Padahal, yang dibutuhkan Aceh bukan atas nama perdamaian. Tapi, pembangunan perdamaian (peacebuilding).

Perdamaian Aceh tidak akan abadi dengan sekedar dicegah, diburu pelaku atau kelompok yang disebut ilegal, dijaga dengan penambahan pasukan, dicari solusi yang disetujui para pihak, atau bahkan dikelola agar konflik bersenjata berubah menjadi kompetisi politik.

Perdamaian Aceh harus dijaga, dibangun dan dibina dimulai dengan perubahan orientasi yang berbasis konflik menjadi berbasis perdamaian. Karena itu, sensitivitas yang harus dimuati dalam roadmap pembangunan Aceh bukan lagi berbasis sensitivitas konflik melainkan sensitivitas damai.

Inilah penyebab kenapa konflik kekerasan di Aceh terus berulang. Pendekatan sensitivitas konflik telah mendorong kita untuk terpaku pada "mengamankan" para aktor konflik ketimbang membangun kondisi atau keadaan yang damai bagi semua orang.

Kita beri uang, kita beri kedudukan, atau kita beri akses kepada aktor konflik dan kita percaya itu akan melanggengkan perdamaian. Kita tidak pernah berkerja dengan serius, sungguh-sungguh, terencana, dan partisipatif untuk membangun pandangan, aturan, kebijakan dan kebijaksanaan, tata kelola, relasi, kohesi, budaya, nilai yang membuat semua orang merasa damai hidup di Aceh.

Sensitivitas konflik akhirnya memerangkap semua pihak untuk tidak banyak memiliki pilihan. Rakyat tergiring untuk pilih partai A atau calon B "daripada karu." Gubernur atau Wagub harus titip proyek A ke awak B "bek hana mangat." Kepala SKPA harus sediakan uang service keu awak jeh "daripada hanjaeut keureuja." Media menahan diri untuk memuat berita "daripada malee dibaca le awak lua."

Sekarang, maukah kita berbenah agar konflik Aceh tidak kembali berulang? Saya takut suatu saat nanti orang akan berkata bahwa basis ekonomi orang Aceh adalah ekonomi konflik. "Na karu na peng." Kalau istilah orang gila di ulee kareng "na yoe kah?" Artinya, kalau Anda berhasil membuat takut orang lain maka Anda baru bernilai alias Na yum. Jadi "Na Yo. Na Yum." Seb hek teuh! []

Baca juga:
Riwayat Lengkap Din Minimi dalam GAM
 

Ikuti perkembangannya dalam topik:
#Perlawanan Din Minimi

Editor: Murdani Abdullah

Ikuti Topic Terhangat Saat Ini:

Terbaru >>

Berita Terbaru Selengkapnya

You Might Missed It >>

Kapolres: Kelompok Raja Rimba Tak Terkait…

Pangdam: Din Minimi Bisa Dibina

Begini Kondisi Julok Cut Pasca Pengepungan…

Pangdam: TNI Turun Tangan Kalau Din…

Perlawanan Kawan Lama

HEADLINE

ATJEHPOST.co Pamit Untuk Selamanya

AUTHOR

Ada Masalah Lagi di Arun?
Murthalamuddin