21 March 2015

Din Minimi cs. @tribunnews.com
Din Minimi cs. @tribunnews.com
Printed
Perlawanan Kawan Lama
Yuswardi A. Suud
23 October 2014 - 15:00 pm
Din Minimi membuat gempar Aceh dan Jakarta dengan menyatakan perlawanan terhadap Pemerintah Aceh. Gubernur Aceh tak mau kompromi. Siapa Din Minimi? Bagaimana sebaiknya Pemerintah Aceh menyikapinya?

DARI lokasi persembunyiannya, lelaki itu membuat kejutan: menyatakan perlawanan terhadap Pemerintah Aceh. Difasilitasi Direktur LSM YARA, Safaruddin, ia mengundang sejumlah wartawan untuk bertemu. Esoknya, foto Din Minimi, lelaki itu, terpampang di halaman satu koran lokal. Didampingi Safaruddin dan beberapa rekannya, ia memperlihatkan senjata api laras panjang. Aceh dan Jakarta pun gempar.

Ragam pertanyaan muncul. Mengapa Din Minimi yang sudah setahun dikejar-kejar polisi bisa leluasa memanggil wartawan? Siapa dia sebenarnya? Mengapa polisi bisa dibuat kebakaran jenggot?

Kepada wartawan yang menemuinya, Din Minimi melontarkan pernyataan seram: siap melawan pemerintah sampai tetes darah penghabisan. “Mereka sudah tidak lagi amanah. Banyak mantan kombatan GAM, janda, dan anak yatim akibat konflik, saat ini hidup memprihatinkan," kata pria bernama lengkap Nurdin Ismail itu kepada wartawan yang menemuinya.

 “Kamoe akan melawan pemerintah sampoe darah kamoe abéh. Tapi bila pemerintah geupeunuhi yang kamoe lakèe, kamoe pih siap kembali, dan senjata kamoe jôk keu yang berhak atawa polisi (Kami akan melawan pemerintah sampai darah kami habis. Namun bila tuntutan kami dikabulkan, kami kembali ke masyarakat dan senjata kami serahkan ke aparat polisi),” kata Nurdin seperti dilansir Serambi Indonesia pekan lalu.

Nurdin memastikan kelompoknya akan terus bergerilya untuk melawan pemerintahan Aceh sampai tuntutan mereka dipenuhi: keadilan untuk seluruh mantan kombatan GAM, menjamin kelangsungan hidup janda korban konflik, pendidikan anak yatim, dan kemakmuran bagi seluruh masyarakat Aceh.

Nurdin juga mengaku tidak bermusuhan dengan aparat keamanan, pihaknya hanya melawan pemerintah yang menurutnya hanya memperkaya diri sendiri tanpa memperhatikan kehidupan rakyatnya.

“Coba lihat sekarang, pembangunan Aceh setelah MoU atau bagi hasil 70-30 persen antara Pemerintah Aceh dengan Pemerintah Pusat sama saja, masih banyak jalan desa yang hancur, rakyat terus makan debu, sedangkan yang kenyang adalah konco-konco pimpinan Aceh,” kata  Nurdin bin Ismail

***

Meski menyatakan tidak bermusuhan dengan aparat keamanan, Din sejatinya telah beberapa kali terlibat aksi kriminal, hal yang diakuinya sendiri. Din mengakui dia dan kelompoknya yang menculik pekerja perusahaan migas Medco asal Skotlandia beberapa bulan lalu. Dia juga terlibat pemerasan dan penculikan di Aceh Timur.  Itu sebabnya, sulit menyebut gerakan Din adalah gerakan politik.

Kapolres Aceh Timur AKBP Muhajir pun bergerak cepat. Sehari setelah Din muncul di koran, Muhajir menggelar konferensi pers. Ia memastikan Din adalah buronan polisi sejak setahun lalu. Itu sebabnya, dari kacamata polisi, Din Minimi adalah buronan yang harus ditangkap.

"Kami meminta kepada seluruh masyarakat untuk tidak terpancing dengan kehadiran Abu Minimi di Aceh dengan modus melawan ketidakadilan pemerintah namun justru hanya untuk kepentingan kelompoknya semata," kata Muhajir.

Menurutnya, sejak perdamaian MoU Helsinki, sayap militer GAM sudah dibubarkan dan jika masih  ada kelompok sipil bersenjata akan ditindak tegas sesuai dengan proses hukum yang berlaku serta dianggap kelompok kriminal.

"Kelompok Abu Minimi murni musuh negara dan rakyat karena sepak terjangnya jelas-jelas mementingkan kelompok karena akhir-akhir ini mereka terlibat serangkaian aksi kriminalitas seperti penculikan, pemerasan, dan penghambat jalannya pilkada di sejumlah daerah di pedalaman Aceh Timur," ujarnya lagi.

Kepala Humas Polda Aceh, Kombes Gustav Leo, mengonfirmasi Polda Aceh telah membentuk tim khusus dan sedang bergerak ke lapangan mengejar Din Minimi dan kelompoknya. “Pelanggaran yang dilakukan oleh Din Minimi harus dipertanggungjawabkan secara hukum,” kata Gustav.

Namun, muncul pula suara-suara lain yang meminta agar pemerintah bersikap lebih arif, tidak hanya melihat Din sebagai pelaku kriminal mengingat ia adalah mantan anggota GAM, organisasi perlawanan tempat Gubernur Aceh Zaini Abdullah pernah menyandang jabatan sebagai Menteri Luar Negeri. Apalagi yang digugat Din rasa ketidakadilan.

***

Din Minimi punya rekam jejak yang panjang di GAM.  Ayahnya sudah terlibat di GAM sejak awal gerakan itu didirikan pada 1976.

Sumber The Atjeh Post menuturkan, nama Minimi yang melekat di belakang namanya adalah warisan dari sang ayah yang dikenal dengan nama Ayah Minimi.

“Di rumah Ayah Minimi di Geureudong Pase diadakan rapat pertama perjuangan GAM (di wilayah Pase) pada masa silam,” kata sumber ATJEHPOSTco yang menolak namanya ditulis.

Konon, Ayah Minimi pernah ditembak dengan senjata minimi, tetapi tidak tembus lantaran memiliki ilmu kebal. Itulah sebabnya, rekan-rekannya memanggilnya Ayah Minimi.

Namun petulangan Ayah Minimi berakhir setelah terjaring sweeping aparat keamanan di kawasan Alue Ie Puteh, Kecamatan Baktya, Aceh Utara, pada masa konflik bersenjata.

Sumber itu menyebutkan, sejak saat itu Ayah Minimi hilang. Sumber lain menyebutkan, setelah terjaring razia, Ayah Minimi digilas dengan kendaraan hingga tewas.

Menurut sumber itu, Nurdin alias Abu Minimi lahir di Julok, Aceh Timur. Dia memang mantan kombatan. Terakhir pada masa awal damai Aceh, Abu Minimi pernah pulang ke Geureudong Pase, rumah orang tuanya.

Selain ayahnya, Din Minimi juga kehilangan dua adiknya. Seorang adiknya tewas dalam pertempuran antara GAM dan TNI pada 2004, sedangkan adiknya satu lagi hilang masa konflik. Hingga kini, ia tak tahu adiknya masih hidup atau mati.

Dari seorang sumber lain di organisasi tempat berhimpunnya mantan kombatan GAM, Komite Peralihan Aceh (KPA) Aceh Timur, diperoleh konfirmasi Din Minimi resmi masuk GAM sejak 1997. Ia mengikuti jejak ayahnya di masa lalu.

"Beutôi, gopnyan pernah jeut keu anggota KPA. Tapi kemudian memisahkan droe karena kleuet bacut (Benar, dia pernah jadi anggota KPA, tapi kemudian memisahkan diri karena agak liar)," kata sumber yang lagi-lagi menolak namanya ditulis.

Di mata sumber ini, Din adalah pribadi yang pendiam, tapi bertemperamen tinggi. Keterangan sumber itu juga dibenarkan oleh seorang pengurus KPA Pusat.

Penelusuran The Atjeh Post dari sumber lain menyebutkan Din Minimi berselisih paham dengan pengurus KPA lain saat pilkada 2012. Saat itu, KPA mengusung pasangan pimpinan GAM Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf. Sementara Din Minimi disebut-sebut merapat ke Muhammad Nazar, mantan Wagub Aceh yang maju ke gelanggang pemilihan gubernur pada 2012. Sejak itu, Din memilih jalannya sendiri. Lama menghilang, namanya kemudian dikaitkan dengan sejumlah tindak kriminal di Aceh Timur.

***

Rekam jejak Din di masa lalu, kehilangan ayah dan dua adiknya dalam membela GAM, tak membuat Gubernur Aceh Zaini Abdullah berubah pandangan. Zaini meminta polisi dan TNI membereskannya.

 “Kita ada Polda Aceh dan Kodam IM. Jadi, kalau ada yang mengganggu perdamaian di Aceh itu tugas polisi dan TNI. Kita serahkan saja persoalan itu kepada aparat penegak hukum,” kata Zaini seperti dikutip dari Serambi Indonesia.

Zaini juga mengatakan tidak perlu ada rekonsiliasi dengan Din Minimi dan kelompoknya. “Kita menyerahkan persoalan ini sepenuhnya kepada penegak hukum karena ini ranah hukum dan kita memiliki polisi dan TNI,” ujarnya.

Dari Jakarta, Ketua Forum Komunikasi dan Koordinasi (FKK) Desk Aceh di Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenpolhukam), Mayjen (Purn) Amiruddin Usman, S.I.P., meminta Polda Aceh secepatnya menangkap Din Minimi Cs di Aceh Timur.

“Polda (Aceh) wajib tangkap itu. Saya akan koordinasi dengan Polda. Itu nggak benar itu (tidak bisa dibiarkan),” ujar Amiruddin Usman dihubungi ATJEHPOSTco lewat telepon selulernya.

Amiruddin merasa prihatin dan khawatir dengan munculnya Din Minimi di media sambil menenteng senjata.

 “Saya sangat kuatir itu, harus segera ditangkap. Kalau tidak nanti muncul anggapan, ‘O, ini peliharaan (Pemerintah) Pusat. Jakarta sengaja membiarkan’. Saya nggak senang itu. Saya kuatir kalau nggak ada tindakan dari Polda, dia itu melawan pemerintahan sipil (di Aceh), harus dicari dia itu,” kata Amiruddin.

Ditanya menurutnya apa motif kemunculan Din Minimi dengan senjata api, Amiruddin mengatakan, “Kesejahteraan, uang saja itu. Jabatan, uang, proyek, itu saja permasalahannya. Sama seperti si Gambit Cs, sama saja itu”.

“Itu sebagai pesan dia supaya mereka harus kita perhatikan,” ujar Amiruddin.

Namun di Banda Aceh, sikap Zaini justru mendapat kritikan dari sejumlah elemen sipil. Acehnese Civil Society Task Force (ACSTF), misalnya, menilai pernyataan Zaini sebagai, “bentuk lari dari tanggung jawab.”

“Seharusnya Zaini Abdullah sebagai mantan petinggi GAM melakukan pendekatan-pendekatan dialogis. Zaini semestinya menyadari bahwa Din Minimi dan kelompok-kelompok lainnya adalah keluarga besar GAM yang masih membutuhkan perhatian,”  kata Pelaksana Program Acehnese Civil Society Task Force (ACSTF), Zulfiansyah Lumna.

Menurut Zulfiansyah, sebagai pemimpin Aceh dan mantan petinggi GAM, Zaini harusnya dapat berkomunikasi langsung guna memahami duduk persoalan dan mencari jalan keluar bersama.

“Jadi sangat keliru sekali kalau sosok orang dituakan hari ini yang paham dengan dasar munculnya konflik di Aceh mengulangi kebijakan dengan mengedepankan tindakan militeristik,” kata Zulfiansyah.

Sementara anggota DPR Aceh dari Partai Aceh, Abdullah Saleh, melihat aksi Din Minimi berada di ranah kriminal dan himpitan ekonomi.

Itu sebabnya, Abdullah Saleh meminta Pemerintah Aceh berkoordinasi dengan semua pihak, termasuk aparat penegak hukum. "Jika bisa diberi pengertian, pemahaman, dan pendekatan, coba dilakukan. Tapi dilihat arahnya ke mana. Kalau lebih ke kriminal, ya yang bisa dilakukan adalah pendekatan secara hukum," katanya.

Selain itu, Abdullah Saleh juga melihat ada motif ekonomi di balik aksi Din Minimi. "Jika berbicara kesejahteraan atau hidup layak, bukan hanya ekskombatan, tapi seluruh rakyat mengalaminya," katanya.

Sementara itu, muncul pula suara-suara yang meminta agar Pemerintah Aceh melakukan introspeksi.

"Harus disadari bahwa munculnya Din Minimi dan kelompok bersenjata lain tidak terlepas dari kondisi perekonomian Aceh yang semakin sulit," kata Fakhrulradhi, pengurus Himpunan  Mahasiswa Islam (HMI) Aceh.

Itu sebabnya, kata Fakhrul, Pemerintah Aceh harus menyikapinya dengan bijaksana. Menurutnya,  munculnya kelompok bersenjata di tengah situasi Aceh yang sedang damai tidak terlepas dari pola distribusi sumber daya terbatas pada sekelompok orang, terutama mereka yang berasal dari lingkaran keluarga pucuk pimpinan di Pemerintah Aceh.

"Asas kekeluargaan sangat tinggi. Hanya keluarga dan kolega tertentu yang menikmati kesejahteraan dari pemerintah saat ini,” kata Fakhrul.

Itu sebabnya, Fahrul berharap Pemerintah Aceh segera berbenah sebelum muncul kelompok lain yang mengekspresikan rasa tidak puas dengan caranya sendiri.

“Gerakan Abu Minimi ini tidak boleh dihadapi dengan senjata atau kekerasan, karena masyarakat Aceh sudah jenuh dan bosan dengan konflik. Karena itu, buka ruang komunikasi kepada kelompok Din Minimi sehingga menemukan kesepakatan bersama, mereka juga masyarakat Aceh,” harap Fakhrul Radhi yang juga direktur Universitas of Ideas.

Harapan serupa juga datang dari mantan Wagub Aceh, Muhammad Nazar. Nazar menyarankan Pemerintah Aceh membuka ruang diskusi yang baik dengan kelompok Abu Minimi agar keinginan mereka tercapai. “Pemerintah bisa memanfaatkan sejumlah LSM yang memang dekat dengan Abu Minimi sebagai jembatan komunikasi dengan kelompok tersebut,” ujarnya.

Menurutnya dengan adanya komunikasi yang baik, akar persoalan munculnya kelompok tersebut didapati dan ditindaklanjuti dengan kedewasaan. Sehingga, katanya, tidak ada perpecahan di kalangan masyarakat Aceh.

Pendapat serupa datang dari anggota DPR Aceh Teuku Rudi Fatahul.  Menurutnya, kehadiran sipil bersenjata, Din Minimi dan kelompoknya karena proses reintegrasi yang belum selesai di Aceh.

“Ini tugas pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan dalam reintegrasi Aceh yang masih bermasalah. Ini karena reintegrasi sangat dibutuhkan oleh masyarakat Aceh secara umum,” ujar politisi Partai Nasdem Aceh ini.

Kehadiran komplotan Abu Minimi di media, kata Rudi, tidak terlepas dari keinginan mereka untuk bisa menyejahterakan dirinya dan keluarga mereka lewat program reintegrasi. Proses reintegrasi dinilai sangat banyak menguntungkan masyarakat Aceh dalam hal pemberdayaan ekonomi.

“Pemerintah Aceh bersama DPR Aceh sudah saatnya melakukan komunikasi yang baik untuk menempuh persoalan keinginan kelompok Abu Minimi,” ujar Rudi.

Selain itu, Rudi juga mengharapkan kelompok Abu Minimi tidak mengedepankan kekerasan dalam mengkritisi Pemerintah Aceh.

“Coba berdialog dengan kepala pemerintahan Aceh dan DPR Aceh untuk bisa mencari solusi dan keinginan kelompok Abu Din sehingga kekerasan tidak terjadi, apalagi dengan bersenjata api,” kata Rudi.

***

Sepekan setelah kemunculannya di media, polisi belum menemukan jejak Din Minimi dan kelompoknya. Kapolres Aceh Timur AKBP Muhajir pun menyatakan segera memanggil Direktur Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin, S.H., untuk menanyakan soal foto bareng dan pertemuan sosok tersebut dengan kelompok bersenjata Din Minimi di wilayah pedalaman Aceh Timur.

Menurutnya, Polres sudah menghubungi Safaruddin untuk pemeriksaan dalam waktu dekat ini. "Tanggalnya belum pasti mengingat Safaruddin saat ini masih berada di Banda Aceh. Namun kita akan tetap memanggil dan memeriksa Safaruddin untuk dimintai keterangan lebih lanjut," ujar Muhajir.

"Kita tidak menahannya karena ia masyarakat sipil dan aktivis LSM. Siapa tahu perannya bisa menjalin komunikasi secara dingin dengan kelompok Din Minimi tersebut," ujarnya lagi.

Dihubungi terpisah, Safaruddin mengaku siap memenuhi panggilan Polres Aceh Timur terkait pertemuannya dengan kelompok Din Minimi. “Tidak masalah. Saya siap,” ujar Safaruddin.

Bahkan, kata Safar, sehari usai pertemuannya dengan Din Minimi pun, ia sudah ke kantor Polres Aceh Timur untuk mengurus sebuah kasus.

Di Polres, Safaruddin mengaku bertemu dengan beberapa petinggi kepolisian setempat dan menjelaskan secara rinci inti pertemuannya dengan Din Minimi. Namun yang harus diketahui oleh jajaran Polres, kata Safar, selaku pengacara ia memiliki undang-undang khusus dalam bekerja. Posisi ini, kata dia, seperti juga berlaku bagi wartawan yang memiliki undang-undang khusus.

“Jadi saya tak bisa semena-mena membuka rahasia klien. Apalagi Din Minimi menunjuk saya sebagai pengacaranya. Semua ada prosedurnya,” ujar Safaruddin.

“Saya juga dapat informasi kalau dua wartawan yang meliput Din Minimi juga dipanggil. Ini yang sangat saya sesalkan,” kata Safaruddin lagi.

Ditanya kemungkinan mediasi pertemuan perwakilan Pemerintah Aceh dengan Din Minimi, Safaruddin mengatakan siap memfasilitasi. Apalagi, Din Minimi sudah menunjuknya sebagai pengacara.

Namun, ketika ditanya apakah ada perwakilan dari Pemerintah Aceh yang menghubunginya untuk memfasilitasi pertemuan itu, Safarudin menjawab, “Hana lom. (Belum ada).” [] Yuswardi A Suud | Murdani Abdullah | Taufik Ar Riffai

Ikuti perkembangan topik ini di sini:
#Perlawanan Din Minimi
 

Editor: Boy Nashruddin Agus

Ikuti Topic Terhangat Saat Ini:

Terbaru >>

Berita Terbaru Selengkapnya

You Might Missed It >>

Kapolres: Kelompok Raja Rimba Tak Terkait…

Pangdam: Din Minimi Bisa Dibina

Begini Kondisi Julok Cut Pasca Pengepungan…

Pangdam: TNI Turun Tangan Kalau Din…

Perlawanan Kawan Lama

HEADLINE

Mualem Dibonsai?

AUTHOR

Aceh Penonton Aset Arun
Irman I. Pangeran