JAHILIYAH. Apa jadinya jika menuding sekelompok orang yang menganiaya perempuan dan juga menyetromnya sampai semaput sebagai perbuatan ala Jahiliyah? Jelas akan timbul penolakan, bahkan yang dituding bisa mengamuk menyerang penuding dengan beringas yang sebetulnya juga ala “jahiliyah”.
Di zaman sekarang penyerangan terhadap seseorang itu tak hanya dilakukan di darat secara fisik, tetapi juga dipraktekan dalam dunia siber. Melalui akun-akun asli ataupun palsu kemudian menyerang kembali si perempuan yang diserang secara fisik itu dengan caci maki dan sumpah serapah. Maksudnya tentu hendak membunuh karakter orang yang tak disukainya. Targetnya adalah mematikannya secara maya, boleh dikata itulah dia zaman jahiliyah maya.
Mengapa Jahiliyah? Sebenarnya Jahiliyah itu satu suku kata yang dalam bahasa Arab dilafal “Jahiliyyah”. Jahiliyah adalah kata kerja dari “jahala” yang artinya “menjadi bodoh, bodoh, bersikap dengan bodoh atau tidak peduli.”
Dalam konsep Islam kata Jahiliyah merujuk pada masa penduduk Mekkah masih berada dalam kebodohan. Secara sederhana, pemahaman Jahiliyah yang saya pelajari di masa kecil dulu adalah ihwal kehidupan kegelapan di dunia, bermakna ketidaktahuan akan petunjuk Ilahi. Zaman sebalum Rasullallah Shallallahu ‘alaihi Wasallam membuka mata dunia dengan bimibingan al-Quran.
Salah satu kebobrokan hidup di zaman Jahiliyah adalah dalam menempatkan perempuan dalam kehinaan. Wanita hanya menjadi hamba seks, dan pria boleh memerintahkannya untuk melakukan apa saja. Perempuan hidup tanpa hak apa pun. Jamak pula di masa itu bila ada anak menikahi bekas istri ayahnya. Jika perempuan menolak maka ia tak boleh menikah dengan siappun kecuali dengan seizinnya.
Bahkan, yang paling kejam adalah pembunuhan pada bayi-bayi perempuan. Warga Arab di masa itu malu jika memiliki anak perempuan. Dianggap sebagai pembawa petaka yang akan mencampakkan kehidupan mereka ke dalam kemiskinan. Jika dalam keluarga ada bayi perempuan hanya dua pilihannya, membunuhnya atau tetap membesarkannya dengan menanggung kehinaan.
Perbuatan bengis itu tak hanya dilakukan oleh pria, bahkan para perempuan pun berlaku kejam pada anak permpuannya. Diriwayatkan, pada masa itu jika seorang perempuan mengandung saat akan melahirkan ia akan menggali lubang dan berbaring di pinggirnya. Setelah melahirkan dia akan melihat jenis kelamin anaknya. Jika lelaki maka akan dipeliharanya, naas bagi bayi perempuan sebab ia akan menerima nasib dikubur hidup-hidup oleh ibunya.
Di masa itu tersebutlah nama Amr bin Luhay Al-Khuza’iy yang dianggap sebagai sosok ulama. Warga di sana mentaati apa yang dianggap benar oleh Amr. Sejatinya Amr adalah sosok perekayasa kebenaran, tujuannya agar ia tetap berada pada tampuk kehormatan di mata penduduk Arab.
Suatu hari ia ke negeri Syam dan melihat penduduknya menyembah berhala, maka Amr pun membawa pulang berhala bernama Hubal. Di Arab, Amr menempatkan berhala di dalam Ka’bah dan menyeru penduduk menyembah berhala itu. Maka semuanya mengikutinya dan menganggap berhala adalah Tuhan. Amr bin Luhay mengatakan perbuatan menyembah berhala adalah menuju ke jalan yang benar.
Amr bin Luhay pun menjadi pelopor ajaran paganisme (menyembah berhala) di Arab. Ajaran paganisme ini menyebar Ajaran ini menyebar sampai ke Hijaz dan Madinah. Ada beberapa berhala yang terkenal di masa itu. Di antaranya Hubal; berhala yang dianggap sebagai "Dewa Bulan".
Selanjutnya ada Latta yaitu berhala berupa batu yang dipahat, yang dibangun sebuah rumah di atasnya. Ada juga yang bernama Uzza yaitu berhala pohon samurah dari Sallam yang terletak di lembah Nakhlah (antara Mekkah dan Tha’if). Kemudian ada berhala Manat, berupa berupa batu besar yang terletak tak jauh di Gunung Qudayd (antara Mekkah dan Madinah).
Bermacam-macam ritual dalam menyembah berhala dilakukan. Mulai dari seks hingga sesajen berupa binatang hingga anak manusia. Masyarakat di Arab mengira paganisme adalah ajaran agama yang dibawah Nabi Ibrahim AS, padahal itu adalah rekayasa Amr bin Luhay yang kemudian dianggap bid’ah hasanah.
Kehidupan yang penuh kegelapan itulah yang disebut sebagai kebodohan, yaitu Jahiliyah. Sebuah kehidupan yang tanpa arah itu berakhir setelah Allah mengutus Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam.
Bukan perkara mudah bagi Rasullallah Shallallahu ‘alaihi Wasallam dalam menyadarkan ummat yang hidup dalam kesesatan yang sudah berurat berakar seperti itu. Kehadirannya dihina, bahkan dilempari kotoran. Kendati demikian, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam berhasil mengubahnya.
Mereka meninggalkan berhala. Perempuan yang semula hidup dalam kenistaan menjadi bermartabat dan mendapat tempat yang mulia. Kemudian, cahaya pencerahan kehidupan menerangi Arab hingga ke seluruh penjuru dunia.
Bahwa saat ini masih ada sisa-sisa perilaku zaman Jahiliyah tentulah tak bisa kita generalisir sebagai kehidupan sekarang sedang kembali ke alam Jahiliyah, yaitu ke masa-masa kebodohan sebelum Islam datang menerangi dunia.
Mungkin masih ada perilaku seperti Amr bin Luhay, ia membawa berhala dalam versi yang berbeda untuk menjadi pembenar dari perilakunya. Namun ia tidak akan bisa mempengaruhi manusia berakal yang sudah tercerahkan dengan sinar keimanan dan keilmuannya. [] (dari berbagai sumber)
Editor: Nurlis E. Meuko