ISTRI Gubernur Aceh, Niazah A. Hamid, hingga kini masih berstatus Warga Negara Asing (WNA). Gubernur Zaini Abdullah disebut-sebut tidak mengubah kewarganegaraan istrinya lantaran anak-anaknya masih di Swedia, dan belum yakin perdamaian antara Aceh dan Pemerintah Indonesia akan abadi sehingga dapat kembali ke Swedia jika sewaktu-waktu kondisi memburuk.
Lalu apa kata pihak keimigrasian?
Kepala Seksi Informasi dan Komunikasi Kantor Imigrasi Klas I Banda Aceh, Heru Prada, membenarkan hingga kini Niazah Hamid masih berstatus warga negara Swedia.
Saat ini, kata Heru, Niazah adalah pemegang Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP). Izin ini, kata Heru berlaku lima tahun, dari 2012 hingga 2017, bersamaan dengan berakhirnya masa tugas Zaini Abdullah sebagai Gubernur Aceh.
“Artinya Ibu Niazah sah tinggal di Aceh, memegang KITAP dan harus melapor setiap lima tahun,” kata Heru ketika ditemui di kantornya, Rabu, 4 Februari 2015.
Heru juga mengatakan, akhir tahun lalu, Niazah sempat dicegah di bandara Soekarno – Hattta, Jakarta, saat hendak pulang ke Swedia.
“Saat itu surat izin tinggal kembali punya ibu sudah mati, dan harus diurus kembali, saat ini sudah diurus kembali” ujarnya.
Catatan ATJEHPOST.Co, Pemerintah Indonesia memberikan izin masuk kepada warga negara asing berupa izin tinggal terbatas (KITAS) dan izin tinggal tetap (KITAP). Izin tinggal terbatas diberikan dengan masa berlaku dua tahun terhitung dari tanggal masuk ke Indonesia. Jika masa berlaku itu telah habis, WNA tersebut harus keluar dari Indonesia terlebih dahulu, baru kemudian bisa masuk lagi.
Sedangkan KITAP baru diberikan apabila warga asing tersebut telah menetap di Indonesia selama 5 tahun berturut-turut terhitung sejak mendapat KITAS.
Sementara jika merujuk kepada masa jabatan Gubernur Zaini Abdullah yang dilantik sejak 25 Juni 2012, Niazah baru menetap di Aceh 2,5 tahun. Itu sebabnya, ketika Niazah sempat tak bisa keluar Indonesia pada 26 November lalu, muncul dugaan Niazah masih memegang kartu izin tinggal sementara sehingga harus memperpanjang izin tinggal. Saat itu, pihak Imigrasi mengatakan Niazah tidak mengurus exit permit atau izin untuk keluar dari Indonesia.
Niazah A. Hamid adalah warga negara Swedia. Wanita kelahiran Pidie 15 Oktober 1946 itu beralih kewarganegaraan sejak berangkat ke Swedia menyusul suaminya pada 1983. Ketika Zaini Abdullah kembali menjadi Warga Negara Indonesia setelah perjanjian damai, Niazah tetap berstatus warga negara Swedia.
Meski berstatus warga Swedia, saat ini Niazah Hamid menduduki posisi sebagai Ketua PKK Aceh, Ketua Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) Aceh yang pendanaannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA). Padahal, secara hukum orang asing dilarang menggunakan fasilitas dan keuangan negara.
Pada Maret 2014, LSM Yayasa Advokasi Rakyat Aceh (YARA) pernah mendaftarkan gugatan praperadilan dalam perkara ini. YARA menyimpulkan telah terjadi penyalahgunaan izin tinggal untuk istri gubernur Aceh. “Secara hukum orang asing tidak dapat menduduki jawaban dengan menggunakan fasilitas dan keuangan negara,” kata Safaruddin, Direktur YARA.
Sikap Gubernur Zaini yang tidak mengubah kewarnegaraan istrinya menimbulkan tanda tanya bagi Safar. “Dalam perspektif menjaga nilai-nilai perdamaian, gubernur bersama keluarga setengah hati menjaga perdamaian Aceh. Ini menandakan gubernur tidak yakin dengan perdamaian Aceh sehingga bila Aceh konflik lagi, gubernur akan mudah pulang ke Swedia,” kata Safar saat itu.
Ditanya soal ini, Heru mengatakan orang asing pemegang KITAP hanya diizinkan sebatas sebagai pekerja.
“Kalau hanya sebatas pekerja ya sah saja, mencari uang sebagai bentuk membantu suami misalnya, itu dibolehkan,” katanya tanpa memberi jabawan tegas soal Niazah yang ikut mengelola uang negara.
Heru menolak memperlihatkan kopian KITAP Niazah A Hamid. “Kami tidak bisa membuka dokumennya,” kata Heru. []
Editor: Yuswardi A. Suud