BRUNEI Darussalam hari Kamis (01/05) memberlakukan hukum pidana syariah Islam yang dikecam keras oleh kelompok pegiat hak asasi manusia internasional.
Kelompok pegiat HAM internasional menyebut tindakan Brunei sebagai suatu langkah mundur bagi hak asasi manusia.
Sebagian besar hukuman dapat diterapkan untuk non-Muslim yang jumlahnya sekitar sepertiga dari 440.000 orang di Brunei Darussalam. Sultan Hassanal Bolkiah menyebut hukum terbaru tersebut sebagai ''prestasi besar'' untuk Brunei.
''Keputusan untuk menerapkan (hukum syariah) tidak untuk senang-senang tapi untuk mentaati perintah Allah seperti yang tertulis dalam Al-Quran,'' katanya dalam pidato hari Rabu, 30 April 2014, mengumumkan peluncuran tahap pertama hukum syariah.
Sementara itu Datin Hjh Hayati, Jaksa Agung Brunei Darussalam mengatakan hukum syariah Brunei memiliki proses yang ketat dan kompleks yang layak mendapatkan perhatian masyarakat luar, seperti ditulis the Brunei Times.
"Hukuman untuk pembunuhan dalam hukum syariah dan hukum perdata pidana adalah sama yakni hukuman mati," kata Datin Hjh Hayati dalam sebuah kuliah umum mengenai hukum syariah tahun 2013 di International Convention Centre ( ICC ) Bandar Seri Begawan.
Memperhitungkan hak korban
Jaksa agung mencatat hukum syariah memperhitungkan hak-hak korban atau ahli waris korban termasuk anggota keluarga.
"Namun di pengadilan syariah sebelum hukuman dilaksanakan ahli waris korban bisa memaafkan atau meminta kompensasi (diyat). Pengadilan atau pemerintah tidak bisa campur tangan dalam urusan ini, " kata Datin Hjh Hayati, seperti dilaporkan Brunei Times.
Salah satu perbedaan antara Klik hukum syariah dan hukum perdata pidana adalah kesaksian saksi dalam hudud (hukuman tetap) kasus dan qisas (pembalasan) harus adil dan tidak dapat bertentangan satu sama lain, tambahnya.
Sementara itu Perserikatan Bangsa-Bangsa bulan April lalu mendesak Brunei untuk menunda perubahan sehingga mereka bisa meninjau hukum tersebut untuk memastikan apakah memenuhi standar hak asasi manusia internasional.
"Di bawah hukum internasional, merajam orang sampai mati merupakan penyiksaan atau perlakuan kejam, tidak manusiawi atau merendahkan orang atau hukuman lain dan dengan demikian jelas dilarang," kata juru bicara Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Rupert Colville dalam konferensi pers pada awal April.
Colville menambahkan hukum pidana Brunei ini "dapat mendorong kekerasan lebih lanjut dan diskriminasi terhadap perempuan" karena stereotip yang "tertanam".[] sumber: bbc.co.uk
Editor: Boy Nashruddin Agus