PEPOHONAN rimbun nan hijau, udara segar, dan bunyi gemuruh air jatuh dari sela bebatuan di perbukitan menuju telaga biru menjadi kombinasi yang memberikan efek relaksasi ketika berada di kawasan Air Terjun Suhom, Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Kawasan ini menjadi alternatif wisata bahari yang sudah umum di ”Bumi Serambi Mekkah”.
Air Terjun Suhom berada di tengah kawasan hutan Lhoong. Jaraknya sekitar 75 kilometer dari Banda Aceh melalui jalur Pantai Barat Aceh. Pengunjung harus menggunakan kendaraan pribadi atau sewa karena belum ada kendaraan umum untuk menuju ke sana.
Perjalanan ke lokasi air terjun harus melewati bukit Paro dan Kulu. Kendaraan akan melintasi jalan tanjakan, turunan curam, dan tikungan tajam. Di sisi jalan, ada jurang dan tebing tinggi yang kerap longsor saat musim hujan sehingga pengendara harus hati-hati.
Kendati jalurnya ekstrem, pemandangan di puncak bukit sungguh menawan. Laut biru Samudra Hindia terlihat jelas. Warnanya kontras berpadu dengan hamparan hijau pepohonan yang terbentang dari puncak bukit hingga pinggir pantai. Tak jarang, tampak sejumlah monyet liar bergelantungan dari satu pohon ke pohon lain.
Jarak dari kawasan perbukitan menuju lokasi Air Terjun Suhom sekitar 30 kilometer. Jalan yang dilalui mulus, lebar, dan datar. Jalan ini merupakan bantuan Badan untuk Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID). USAID mengalokasikan dana Rp 23 miliar per kilometer jalan yang kulitasnya melebihi standar nasional yang berkisar Rp 5 miliar-Rp 10 miliar per kilometer jalan.
Sampai di kawasan obyek Air Terjun Suhom, pengunjung disambut gemuruh air jatuh yang terdengar dari radius 100 meter. Untuk masuk ke lokasi air terjun, pengunjung dipungut retribusi sebesar Rp 5.000 per orang.
Air terjun ini memiliki beberapa tingkat. Tingkat pertama, tinggi air terjunnya sekitar 3 meter, tingkat kedua sekitar 5 meter, dan tingkat ketiga sekitar 10 meter. Namun, pengunjung tidak diizinkan ke tingkat dua dan tiga karena di sana terdapat pembangkit listrik tenaga mikro hidro yang mampu menghasilkan listrik sebesar 23 kilowatt per jam.
”Kami takut pengunjung tersengat listrik kalau bermain ke air terjun di sekitar pembangkit itu,” ujar Naziruddin (42), warga Lhoong, akhir Maret.
Di dasar air terjun tingkat satu ini terdapat telaga selebar sekitar 5 meter dengan kedalaman lebih dari 2 meter. Orang-orang banyak berenang di telaga itu. Bagi yang tidak bisa berenang bisa menikmati kucuran air yang jatuh dari atas perbukitan. Air yang jatuh satu-satu ke tubuh rasanya bagaikan pijat refleksi. Ada pula yang berendam di pinggiran telaga menikmati air yang segar dan dingin itu.
Suasana di sekitar air terjun teduh karena ternaungi pepohonan rindang yang rata-rata tingginya lebih dari 5 meter. Kadang terdengar suara burung bersaut-sautan. ”Suasana seperti ini benar-benar memberikan ketenangan yang tak akan didapati di kota,” kata Mahmudi Saputra (26), wisatawan dari Banda Aceh.
Minim fasilitas
Namun, potensi keindahan kawasan Air Terjun Suhom tersebut belum didukung fasilitas penunjang yang memadai. Misalnya, kawasan ini tidak dilengkapi fasilitas keamanan, seperti pagar pembatas atau pagar untuk berpegangan ketika berjalan karena di sekitar telaga banyak batu sungai yang licin. Tampak beberapa kali pengunjung terpeleset hingga cedera.
”Ini berbahaya sekali, apalagi banyak anak yang bermain ke sini,” kata Muhammad Rais (45), wisatawan asal Banda Aceh yang datang bersama istri dan tiga anaknya.
Di kawasan ini pun tidak ada gazebo atau tempat duduk di tepian telaga. Ketika hujan turun, pengunjung akan kerepotan untuk melindungi tas dan barang bawaan agar tidak basah. Warung-warung yang ada terbuat dari kayu yang atapnya banyak yang bocor.
”Jika dilengkapi dengan fasilitas penunjang, seperti gazebo, tempat duduk, dan kafetaria yang memadai, tempat ini bisa menjadi destinasi wisata unggulan di Aceh, khususnya Aceh Besar,” kata Muhammad Fadly (25), wisatawan asal Binjai, Sumatera Utara.
Desi Putri (32), pedagang di kawasan itu, mengatakan, pengelolaan kawasan ini masih ditangani masyarakat setempat. Masyarakat mengumpulkan uang dari retribusi masuk dan penyewaan los warung untuk keperluan kampung, seperti memperbaiki masjid dan sumbangan untuk warga yang meninggal.
Sementara itu, pengembangan kawasan Air Terjun Suhom sangat minim. ”Padahal, pedagang ingin tempat ini berkembang agar pengunjung meningkat sehingga bisa meningkatkan penghasilan,” ujar Desi.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Aceh Reza Fahlevi mengatakan, salah satu kendala pengembangan wisata di Aceh adalah keterbatasan anggaran. Saat ini, pemerintah provinsi fokus mengembangkan sektor pariwisata bahari.
Berdasarkan data Disbudpar Aceh, paling tidak ada 30 acara yang diagendakan pemerintah untuk menarik wisatawan ke Aceh pada 2014, sebagian besar berhubungan dengan sektor kebaharian.
”Secara bertahap, kami pun akan mengembangkan sejumlah objek wisata nonbahari. Hal ini sudah menjadi komitmen pemerintah untuk mengembangkan sektor pariwisata,” ucap dia. | sumber: kompas.com (adrian fajriansyah)
Editor: Nurlis E. Meuko