LAGA Belanda melawan Meksiko adalah pertandingan pertama yang mempertemukan tim Eropa dan Amerika Selatan di babak 16 besar. Langkah De Oranje, yang dinominasikan sebagai salah satu kandidat juara, mesti dihadang El Tri. Mesti diingat bahwa tim ini bukan tim sembarangan.
Pola permainan dan raihan poin yang didapat Meksiko pada babak grup – mengemas 7 poin serta menahan imbang Brasil tanpa gol— menjadi penegas bahwa mereka bukanlah lawan yang bisa dianggap enteng.
Namun Belanda juga datang sebagai salah satu tim Eropa kuat, kendati mendapatkan cibiran karena pola defensif 5-3-2 yang diusung Luis Van Gaal.
Pada fase grup, Belanda pun tampil mengejutkan, mendepak tim juara bertahan Spanyol dan selalu menang dalam tiga pertandingan. Meski bermain defensif, Belanda juga mampu meraih 10 gol dan jadi tim tersubur selama fase grup.
Laga Belanda melawan Meksiko sendiri adalah laga antara dua tim yang sedang “berganti kulit”. Dahulu menggunakan pola menyerang, kini keduanya mengandalkan skema serangan balik untuk menjebol gawang lawan. Keduanya pun sama-sama mengusung 5-3-2.
Mewaspadai Penyerangan dan Pertahanan Meksiko
Meksiko di era Miguel Herrera adalah Meksiko yang tampil beda. Dia adalah seorang pelatih yang berani menanggalkan status kebintangan para pemainnya dan memaksa mereka bermain sebagai sebuah tim. Tak ada lagi upaya untuk menang dengan hanya mengandalkan satu dua pemain.
Hal ini berbeda jauh dengan pendahulunya, Jose Manuel de la Torre, yang bergantung pada Javier Hernandez sebagai tukang gedor, dan Rafael Marquez sebagai palang pintu pertahanan.
Pada wartawan, Herrera juga berucap bahwa filosofi yang ia emban mirip-mirip total football – bertahan sama-sama dan menyerang sama-sama.
Yang patut disoroti dari Hererra adalah pola Meksiko yang memainkan tiga orang di garis pertahanan. Tak hanya itu, lini tengah mereka pun lebih memiliki kecenderungan untuk bertahan. Maka wajar saja jika Meksiko menjadi salah satu tim dengan pertahanan terbaik, dan baru kebobolan satu gol.
Kemampuan mereka membuat frustasi lawan tergambar saat Meksiko menahan imbang Brasil 0-0. Kala itu Meksiko memakai formasi defensif 5-3-2 sepanjang pertandingan. Dua fullback cenderung sejajar denganback three, dan jarang untuk membantu serangan.
Melawan Brasil, target mereka memang mengincar satu poin. Kondisi ini yang membuat serangan mereka ke gawang Julio Cesar boleh dikatakan tak terencana dan cenderung asal – memakai bola-bola panjang dan tembakan dari jarak jauh.
Memang, diredamnya pergerakan kedua fullback membuat Meksiko tak bisa menyerang titik lemah Brasil, yakni di sayap.
Ada yang menjadi alasan utama Brasil tak bisa membobol gawang Meksiko. Selain kesulitan membongkar pertahanan lima orang tembok belakang Meksiko, Brasil pun kesulitan menembus lewat poros tengah. Pasalnya, dua orang striker Meksiko, yakni Giovani Dos Santos dan Chicharito, cenderung merapat pada gelandang.
Satu hal yang mesti diwaspadai Belanda adalah tim asuhan Van Gaal ini sama seperti Brasil. Keduanya sama-sama tidak memiliki deep lying midfielder. Faktor ini yang jadi penyebab Brasil kala itu kesulitan menembus barisan tengah Meksiko.
Hal sama mungkin ditemui Belanda, mengingat dua orang gelandang mereka, yakni Nigel De Jong dan Jonathan De Guzman, bukan pemain bertipikal metronom.
Lantas, untuk mematikan serangan Belanda, Meksiko tak usah capek-capek menghentikan Arjen Robben dan Robin van Persie. Anak asuh Hererra ini cukup membuat De Jong dan De Guzman memiliki jarak jauh dengan lini barisan depan. Apalagi jika mereka bisa menahan sang gelandang serang, Wesley Sneijder, untuk bermain lebih dalam.
Hal ini yang dilakukan Australia pada babak pertama penyisihan grup. Akibatnya, Belanda bermain buruk dan tak berpola. Belanda baru bisa kembali ke permainan terbaiknya ketika van Gaal mengubah formasi menjadi 4-3-3 dengan menambah seorang gelandang serang yakni Memphis Depay.
Jika mencermati permainan Belanda saat menghadapi Spanyol dan Chile, saat mereka memakai pola 5-3-2, Belanda akan memadatkan banyak pemain di tengah. Tapi, saat menyerang, mereka memainkan pola melebar dengan memanfaatkan Van Persie dan Robben, serta dua fullback Daryl Janmaat dan Daley Blind.
Sistem 5-3-2 ini juga dilakukan oleh Meksiko. Bedanya, tugas bermain melebar itu diemban oleh gelandang sayap, yakni Guadrado dan Hector Hererra.
Belanda sendiri mesti mewanti-wanti pergerakan Herrera. Pemain ini mirip Angel Di Maria. Ia sering mengacak posisi, memiliki area aksi luas, dan suka main melebar kiri kemudian menusuk melakukan cut inside. Keberadaan pemain ini mungkin akan sedikit menghambat pergerakan Blind untuk menyerang.
Andaikan Belanda bermain total menyerang dengan formasi 4-3-3, maka gelandang Porto ini akan digeser agak tengah berduet poros ganda dengan Carlos Salcido. Namun, andaikan Belanda memakaiback three dan memilih bermain tertutup, maka Hererra akan cenderung didorong agak naik dan lini tengah Meksiko akan diisi oleh Salcido dan Rafael Marquez.
Pada barisan penyerang, van Gaal mesti mengantisipasi Giovani dos Santos. Pemain ini diplot sebagai second striker dan diberi kebebasan ruang di tengah. Dos Santos akan jadi momok bagi Belanda, jika Van Gaal tetap mengitruksikan Bruno Martins Indi untuk man to man marking kepada Dos Santos.
Pasalnya, pemain Villareal ini pandai memancing bek untuk keluar dari posisinya, untuk memberi ruang bagi Chicharito atau Hererra masuk mengisi kekosongan itu.
Memanfaatkan Titik Lemah Meksiko
Setelah absen melawan Chile akibat akumulasi kartu kuning, Robbie Van Persie akhirnya kembali membela panji-panji tim Oranje. Meksiko mesti mewaspadai pemain Manchester United ini.
Masalahnya, kendati baru kebobolan 1 gol di Piala Dunia kali ini, performa lini belakang Meksiko sebenarnya tak baik-baik amat. Mereka lemah dalam mengantisipasi penyerang yang memiliki kecepatan.
Marquez dan Francisco Rodriguez pasti akan kalah cepat jika Belanda memainkan counter attackcepat, dengan poros Robben sebagai bagian dari inti serangan. Hanya Hector Moreno saja pemain bertahan yang memiliki kecepatan.
Karenanya, dari tiga center back di barisan terakhir, kemungkinan besar Moreno lah yang diplot akan man-to-man marking Robben.
Serangan balik adalah kunci kesuksesan Belanda di Piala Dunia kali ini. Mereka mampu menyerang ruang lawan dengan segera setelah menguasai bola. Pemakaian back three memang sebuah konsep yang lebih defensif. Tapi, kehadiran bek tengah ekstra bisa membuatwingback Janmaat dan Blind memiliki keleluasaan lebih untuk menyerang.
Skema 5-3-2 Belanda tentu saja akan terjadi saat bertahan, lantas saat menyerang akan bertransisi menjadi 3-4-1-2. Dengan sistem ini, kunci aliran serangan biasanya bertumpu pada wingback yang beralih menjadi gelandang sayap (bergeser agak lebih tengah) dan pada sosok Sneijder yang menghubungkan lini depan dengan lini belakang.
Pada dasarnya, saat menyerang Belanda bermain melebar. Ada setidaknya enam pemain yang akan merentangkan batas permainan, yakni Blind – De Jong – Sneijder – De Guzman – Van Persie dan Janmaat [lihat grafis di atas].
Peran penting diemban bek kiri, Blind. Ia akan menjadi awal serangan untuk menyalurkan bola kepada Sneijder – yang cenderung bergerak ke sisi kiri.
Tapi kehadiran Sneijder di sayap kiri sendiri berarti Blind tak perlu terlampau naik ke depan. Ini berbeda dengan Janmaat yang cenderung lebih ofensif untuk membantu Van Persie. Andaikan ingin menyerang dari sisi sayap, maka Meksiko dapat mengeksploitasi sisi Janmaat.
Kesimpulan
Menilik permainan Belanda dan Meksiko di babak penyisihan grup, permainan akan berlangsung ketat dan mungkin akan terasa membosankan jika salah satu dari kedua tim tak mencetak gol lebih dulu hingga babak pertama usai.
Jumlah passing di final third lawan pun mungkin akan cenderung minim. Bahkan, jika Belanda bisa menembus lini pertahanan Meksiko pun mereka akan berhadapan dengan kiper yang sedang berada pada performa terbaiknya, Guillermo Ochoa.
Namun, yang jelas, laga Belanda melawan Meksiko adalah salah satu babak 16 besar yang paling sengit dan berimbang dibandingkan dengan laga-laga lainnya. Sulit untuk ditebak! | sumber: detik.com
Editor: Nurlis E. Meuko