Holla, perkenalkan nama saya Cristiano Delima. Saya berasal dari Negara Samba, Brasil. Pergulatan yang panjang dari jalan hidup yang berliku, mengantarkan saya menjejakkan kaki di Tanah Papua. Sungguh saya terpesona dengan keindahan bumi nusantara. Hebatnya, tidak hanya alamnya yang membuat saya takjub tapi juga makna hidup yang saya rasakan. Di sinilah saya benar-benar menemukan Sang Pemilik Kehidupan, Pencipta langit dan bumi, Allah Azza Wa Jalla. Saya hijrah menjadi muallaf sejak enam bulan lalu dan berganti nama menjadi Tiano Muhammad.
Pengembaraan saya pun berujung pada sebuah perkampungan muslim di pedalaman Papua. Kampung Tarak yang dihuni oleh masyarakat muslim ini terletak di Kepulauan Karas, Kabupaten Fakfak.
Terbatasnya sarana transportasi dan waktu tempuh yang lama, tak membuat saya menyerah untuk menyambanginya. Selalu ada pengorbanan untuk mencapai suatu tujuan, bukan? Subhanallah…Saya tak menyangka disambut hangat dan meriah di kampung Tarak ini.
Memuliakan tamu yang berkunjung menjadi sebuah tradisi dan budaya khas di kampung ini, sesuai dengan salah satu sunah rasul yang pernah saya baca. Ritual tempel pasir, adalah cara mereka menerima kehadiran saya sebagai bagian dari cermin persaudaraan dan keluarga. Selama di kampung Tarak, Pak Umar yang menemani saya, beliau adalah salah satu tokoh masyarakat yang disegani di kampung ini.
Pengetahuan saya tentang ajaran Islam memang masih jauh dari sempurna. Disini saya baru tahu bahwa ada cara lain untuk mengganti air saat berwudhu, yaitu tayamum. Selain tayamum saya juga diajari iqomat, sebuah seruan setelah adzan pertanda sholat akan dimulai. Sebagai mualaf saya merasa harus lebih banyak belajar lagi agar dapat menjadi muslim seutuhnya. Selama berada di perkampungan muslim ini telah menambah ilmu saya tentang Islam.
Mandi bersama di pinggir laut, adalah salah satu cara warga Kampung Tarak menyambut bulan Ramadan. Kemeriahan ini terjadi untuk semua kalangan usia. Semua lebur menjadi satu, berbagi derai tawa dalam balutan kebersamaan dan kehangatan. Kampung ini sangat menjunjung tinggi arti persaudaraan tanpa menghilangkan tradisi mereka yang khas. Sebuah cara untuk tetap melestarikan budaya di tengah perubahan zaman.
Batu lubang, adalah tujuan lain saya selama di Kampung Tarak. Pak Umar bilang tempat itu adalah salah satu tujuan wisata di kampung ini.
Gua ini memiliki pesona tersendiri di mata saya. Betapa nikmatnya jika manusia bisa menyatu dengan alam. Banyak sekali terdapat ikan di lokasi batu lubang. Namun masyarakat di sini lebih senang menjadikannya sebagai tempat rekreasi bukan untuk ladang buruan. Tidak semua hasil laut mereka jadikan tangkapan, sebuah cara yang bijak untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Berada di sini membuat saya tak henti disuguhi aneka ritual dan tradisi. Usai shalat Isya, semua warga berkumpul di masjid untuk melakukan doa bersama yang disebut ritual kepala puasa. Ritual kepala puasa biasanya dilakukan di hari ketiga bulan Ramadan dan diakhiri dengan makan bersama.
Agama Islam masuk ke kabupaten Fakfak sejak pertengahan abad ke-15. Disinyalir, masuknya ajaran Islam melalui jalur perdagangan, pendidikan, dakwah dan perkawinan. Kaum wanita dari kampung yang berpenghuni sekitar 120 KK ini memang lebih banyak jumlahnya dibanding kaum pria. Hal inilah yang membuat jamaah sholat jumat tidak terlalu banyak.
Usai menunaikan sholat jumat saya melihat ada keramaian di ujung kampung. Di Papua, silat atau biasa disebut langkah ini selalu diiringi dengan tifa dan gong. Tradisi ini juga biasa dilakukan saat hari Idul Fitri tiba. Beginilah cara mereka menyambut hari kemenangan umat Islam tersebut.
Sungguh saya bahagia berada di tengah mereka. Inilah rumah kedua saya, rumah yang membuat saya tak ingin beranjak pergi. Ya… di sini di sebuah negeri yang dijuluki sebongkah tanah dari surga. Di pelosok negeri dimana saya merasa Tuhan justru teramat dekat. | sumber : detik
Editor: Ihan Nurdin