15 March 2015

Gubernur Zaini Abdullah memeluk Wagub Muzakir Manaf akhir Oktober lalu | Dok. ATJEHPOST.CO
Gubernur Zaini Abdullah memeluk Wagub Muzakir Manaf akhir Oktober lalu | Dok. ATJEHPOST.CO
saleum
Abu Doto, Jangan Basa Basi Lagi
10 November 2014 - 19:05 pm
Saya tidak pernah menyangka, Gubernur Zaini tega menganggap tidak ada wakil gubernur.

DUA  pekan lalu, saya meneteskan air mata haru melihat wajah-wajah sumringah di Meuligoe Wakil Gubernur Muzakir Manaf yang baru pulang haji. Hari itu, saya terharu melihat Gubernur Aceh Zaini Abdullah (Abu Doto) dan Wagub Muzakir Manaf (Mualem) berpelukan.

Itu adalah momen yang dinanti-nantikan orang Aceh, termasuk saya. Saya sangat bahagia menyaksikan pelukan akrab dan penuh kemesraan itu pada acara peusijuek Wagub Muzakir Manaf dan istri yang baru pulang haji itu.

Jujur saja, sebelum momen itu datang, banyak pihak yang selama ini pesimis akan ada perubahan ke arah yang lebih baik untuk Aceh.  Perang dingin antara gubernur dan wagub bukan lagi desas-desus, tetapi sudah mencuat di media massa.

Pelukan dan keceriaan hari itu membuat saya kembali optimis. Cipika-cipiki mereka hari itu saya terjemahkan sebagai awal dari momentum untuk kembali bersama membangun Aceh yang lebih baik.

Namun, hari ini saya teugeupak.  Terkejut. Juga seakan tak percaya. Penyebabnya adalah pernyataan Senator Indonesia dari Aceh, Fakhrurrazi, yang menyebutkan di ATJEHPOST.Co bahwa gubernur telah mereduksi kewenangan wakil gubernur. Fakhrurrazi pun meminta Gubernur Zaini mengembalikan kewenangan Wagub Mualem. (Baca: DPD RI: Gubernur Harus Kembalikan Kewenangan Wagub Mualem).

Fakhrurrazi tentu tak sembarang bicara. Ia adalah orang dalam di Partai Aceh dan pernah tercatat sebagai staf ahli gubernur.  Itu artinya, pernyataan Fakhrurrazi adalah valid, bukan fitnah.

Saya tidak pernah menyangka, Gubernur Zaini tega menganggap tidak ada wakil gubernur. Ini terbukti, seperti kata Fakhrurrazi, nota dinas yang seharusnya ditujukan kepada wakil gubernur, malah diberikan kepada Sekda Aceh. Padahal, wakilnya ada di tempat.  Ini terjadi tidak hanya sekali. Salah satunya adalah ketika Gubernur Zaini cuti keluar negeri selama 25 hari, nota dinasnya justru diberikan kepada Sekda Aceh.

Kalau info ini benar, tentu itu tindakan yang keterlaluan dan mengangkangi pasal 44 Undang-undang Pemerintahan Aceh yang menyebutkan seharusnya wakil gubernur adalah pelaksana tugas dan wewenang gubernur ketika gubernur berhalangan. (Baca: Ini Kewenangan Wakil Gubernur Aceh Menurut UUPA

Karena itu, sungguh mengherankan ketika kemudian Gubernur Zaini mengatakan ia ditinggalkan sendirian. Padahal, jika merujuk kepada pernyataan Fakhrurrazi, gubernur lah yang meninggalkan wakil gubernur.

Karena itu, saya berharap Gubernur Zaini tidak perlu lagi berbasa-basi dan mengeluh ditinggal sendiri. Jika wakilnya saja tidak dihargai dan ditinggalkan, bagaimana mungkin orang lain dapat bekerjasama dan menghormatinya? (Baca: Soal Bendera Aceh, Karimun: Gubernur Jangan Suka Ultimatum).

Jabatan yang diberikan oleh Allah dan diamanatkan oleh rakyat Aceh, tidak seharusnya membuat Zaini Abdullah meninggalkan Wagub Muzakir Manaf.  Tidak seharusnya juga Zaini mengebiri kewenangan Mualem. Apalagi, Mualem adalah seorang anak seperjuangannya.

Seharusnya Doto Zaini menyadari bahwa sesungguhnya kawan terbaiknya untuk merancang Aceh masa depan adalah wakilnya, Muzakir Manaf. Bukan para pembisik sekelilingnya.

Seandainya Muzakir Manaf itu seonggok batu pun, harus dihargai dan diperlakukan secara manusiawi.  Apalagi Muzakir Manaf adalah seorang manusia. Bukan hanya karena wakil gubernur, Mualem bahkan adalah seorang panglima perang yang berdiri tegak di garda depan ketika Aceh berkonflik dengan pemerintah pusat.

Karena itu, saya sangat berharap kepada Zaini Abdullah agar segera dapat menginstropesi diri, baik dalam  kapasitasnya sebagai Gubernur Aceh maupun sebagai tokoh perjuangan Aceh. Kalau tidak, semangat dan cita-cita perjuangan untuk Aceh bermartabat  semakin hari akan semakin basi dan abeh lage abeh eh (habis mencair seperti es).

Dalam kapasitasnya sebagai tokoh perjuangan Aceh, Zaini Abdullah tidak seharusnya lupa terhadap kegagalan perjanjian damai Lamteh. Kita rakyat Aceh sangat tidak ingin sejarah Aceh pasca perjanjian Lamteh terulang kembali.

Maka saya berdoa semoga di usianya yang semakin senja, Zaini Abdullah jangan membawa Aceh ke dalam kegelapan. Jangan tinggalkan Aceh yang hancur kepada kami. Seharusnya Doto Zaini lebih bijak dalam menyikapi dan  mengayomi setiap perbedaan menjadi rahmat untuk Aceh. Harus disadari, membangun negeri tidak mungkin mampu dilakukannya sendirian, bahkan semua kita rakyat Aceh sependapat pun belum tentu juga dapat dengan serta merta kita memperbaiki negeri yang kita cintai ini. Apalagi, jika pemimpin tidak satu hati.

Hari ini, setelah membaca pernyataan Fakhrurrazi,  air mata saya sudah kering. Ternyata pelukan Doto Zaini saat peusijuek Mualem itu hanya basa-basi. Laksana sepenggal syair Kahlil Gibran yang bermakna,”dibalik sayap pelukan, ada pisau yang menikam." Tajam![]

Penulis T.A Khalid, adalah Ketua Gerindra Aceh

Editor: Yuswardi A. Suud

Ikuti Topic Terhangat Saat Ini:

Terbaru >>

Berita Terbaru Selengkapnya

You Might Missed It >>

Kejari Banda Aceh Sudah Periksa Lebih…

Syukri Ibrahim: Ada Skrenario Jahat dari…

PTUN Banda Aceh Surati Presiden Soal…

Gubernur Zaini Dikabarkan Terjatuh di Tangga

[FOTO]: Jamuan Makan Malam Raja Muda…

HEADLINE

Tiroisme

AUTHOR