21 March 2015

Krong pade di Museum Aceh | Foto: wikipedia
Krong pade di Museum Aceh | Foto: wikipedia
saleum
Ketika Apa Ben Memberi Peuneutoh
Murthalamuddin
14 February 2015 - 18:10 pm
Soal zakat untuk keluarganya Apa Ben berkilah karena miskin dan kewajibannya mendahulukan keluarga sesuai perintah agama.

Dahulu di gampong saya belum ada alat pertanian secanggih sekarang. Hanya ada traktor besar merk John Deree atau merk Massey Ferguson. Tapi orang menyebutnya moto krok atau jonder (John Deree).Ini emang khas orang Aceh. Menyebut merek sebagai nama benda. Misalnya, menyebut honda untuk semua sepeda motor.

Nah, karena alat pertanian belum secanggih sekarang, biasanya saat turun ke sawah antar warga saling membantu. Istilahnya "meu uroe". Misalnya saya membantu anda satu hari maka nanti anda akan membantu saya juga satu hari.

Bila musim panen lain lagi. Biasanya menjelang panen, kampung kami kedatangan warga dari kampung lain. Bahkan dari daerah lain. Kalau di gampong saya biasanya yang datang adalah warga Samalanga, Ulee Gle atau Meureudu. Begitu juga sebaliknya. 

Bila musim panen di daerah itu maka giliran warga gampong saya yang ke sana. Di gampong saya irigasi kabarnya sudah ada sejak jaman belanda. Sehingga turun ke sawah tidak mesti saat musim hujan. Inilah makanya banyak warga daerah lain yang datang ketika musim panen. Mereka selalu membawa sepeda walaupun jauhnya hampir 100 km. Gunanya untuk membawa pulang hasil bekerja. 

Umumnya mereka tidak menjual bagiannya. Mereka membawa pulang "breuh baro" ke gampongnya. Umumnya diantara mereka sudah bersaudara tutun temurun. Makin luas sawah, kian ramailah menampung pendatang itu. Mereka menetap di satu keluarga dari awal panen sampai " luah blang". Mereka tidak digaji. Semua makan minum ditanggung empunya rumah. Setelah panen selesai mereka akan mendapat bagian hasil panen. Tidak ada kesepakatan jumlah atau bagian. Tapi umumnya kedua pihak senang. Buktinya jarang ada yg berpindah majikan . Selalu tiap musim di keluarga yang sama. Kini budaya itu tak membekas lagi.

Nah dalam masa itu, Apa Ben yang mengusai sawah Ampon Banta juga mengalami hal yang sama. Malah di rumahnya dia menerima lima orang. Mereka masih bersaudara dengan Wa Minah. Maklumlah di keluarga Apa Ben, Wa Minah penguasa sesungguhnya. Bahkan akses terbesar atas harta dan kekuasaan Apa Ben itu oleh kerabat dekat Wa Minah.

Kita cukupkan kisah budaya masa lalu tadi. Kini kita cerita perilaku Apa Ben demi harta dan keluarganya. Di masa itu, setelah dipanen, padi tidak langsung disimpan ke dalam "krong". Ini adalah tempat penyimpanan padi berbentuk bundar yang terbuat dari anyaman bambu. 

Biasanya padi "digulam dalam eumpang iboh" dari sawah ke rumah. Sampai di rumah padi itu di kumpulkan ditikar yang dibentang di bawah rumah. Tepatnya di tanah tepat di bawah "rumoh inong". 

Setelah dikumpulkan kemudian "disukat". Takarannya adalah seruas bambu yang disebut "aree". Dari situ juga dihitung zakatnya dan hak bagi pekerja yang membantu. Setelah dipisahkan menurut "buluengnya" maka yg diluar zakat dan hak pekerja langsung dinaikkan ke dalam "krong".

Hal yang sama juga dilakukan Apa Ben. Tapi bukan Apa Ben namanya kalau tidak pandai cari lebih. Aturan hukum pun diakalinya. Tentu saja ide Wa Minah tidak lekang dalam kasus ini. 

Begini kira-kira dialog Apa Ben dengan Wa Minah di suatu pagi usai musim panen. "Hai Abu, nyan awaknyoe yang bantu tanyoe kon nye ureung gasien?," kata Wa Minah membuka pembicaraan. 
Apa Ben langsung mengangguk. Kemudian Wa Minah juga menyatakan hal yang sama untuk si Reubi, adiknya. Apalagi si Reubi lumayan taat beribadah. Apa Ben seperti biasa tiada pernah membantah Wa Minah.

Arah pembicaraan itu tiada lain adalah urusan value added (nilai tambah). Kesimpulannya. kesepakatan sang suami istri ini bahwa semua orang yang membantu mereka dan keluarga dekat mereka dapat zakat. Lucunya ongkos kerja bagi lima orang yang membantu mereka diambil dari bulueng zakat. Sehingga hak mereka dari bagian upah tidak lagi dikeluarkan Apa Ben. Sisa bulueng zakat diberikan ke si Reubi dan saudaranya yang lain.

Biasanya musim begini di meunasah kami selalu ada amil yang dipimpin Imum Samidan dan Geuchik Saidon. Mereka menunggu warga mengantar zakat padi. Waktunya sampai "reubah jeundrang" atau kira-kira dua minggu usai panen.

Tahun itu, sampai masa berakhir Apa Ben dan keluarga tak juga mengantar zakat. Imum Samidan dan Geuchik Saidon terheran-heran. Pasalnya, Apa Ben jelas sudah jadi kelas menengah di desa kami sejak mengelola sawah Ampon Banta. Tentu saja dia punya kewajiban untuk mengeluarkan zakat sesuai dengan aturan agama. Rapat amil dan petinggi gampong memutuskan mereka menjumpai Apa Ben.

Pagi Jumat itu mereka tiba di rumah Apa Ben. Setelah basa basi Imum Samidan langsung menanyakan kenapa tahun ini Apa Ben tidak mengantar zakat ke meunasah. Wa Minah yang mendampingi Apa Ben manggut-manggut. Sudah bukan rahasia bahwa Wa Minah selalu main belakang. Artinya kalau di depan umum kalem saja. Tapi dibelakang mendikte Apa Ben. 

Apa Ben menjelaskan bahwa zakat langsung di bagi sendiri. Penerimanya adalah lima orang yang membantunya panen dan keluarga dekatnya. Hadirin "teuhah babah" sebab penejelasan Apa Ben mengacu bahwa zakat diberikan kepada orang miskin. Ketika didebat bahwa pekerja seharusnya dibayar upahnya, Apa Ben berkelit bahwa tidak ada perjanjian dirinya dengan mereka untuk membayar upah. 

Semua geleng-geleng kepala atas penjelasan itu. Soal zakat untuk keluarganya Apa Ben berkilah karena miskin dan kewajibannya mendahulukan keluarga sesuai perintah agama. Lagi-lagi hadirin tak berkutik. Padahal di gampong kami banyak yang lebih miskin dari si Reubi dan saudaranya. 

"Nyan ka peuneutoh lon sesuai itjihad lon," pungkas Apa Ben sambil berlalu meninggalkan tamu di bawah rumahnya.

"Bit-bit Apa Ben lage Peutua tanyoe blah deh seulawah, pikiran troe pruet droe dan seunang keluarga droe" gerutu Bang Beudon lampoh siku dengan kesal.[]

Editor: Yuswardi A. Suud

Ikuti Topic Terhangat Saat Ini:

Terbaru >>

Berita Terbaru Selengkapnya

You Might Missed It >>

Ketika Apa Ben Memberi Peuneutoh

Apa Ben Mat Alee Puntong

Apa Ben dan Angen

Menunggu Rakyat Aceh Mengutuk

Apa Ben Ka Bulo

HEADLINE

Asam Keuéung Damai Aceh

AUTHOR

Fitur Baru di ATJEHPOST.COM
Yuswardi A. Suud