Hari ini, Jumat, 5 September 2014, Presiden SBY menyampaikan pidato dalam refleksi tiga tahun pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025.
MP3EI ini bertujuan membawa Indonesia menjadi negara maju dan sejahtara pada 2025. Untuk itu dirancang proyek-proyek infrastruktur yang dibagi dalam enam koridor ekonomi: Sumatera, Jawa, Kalimatan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, dan koridor Maluku-Papua.
Gubernur Aceh dr. Zaini Abdullah hadir di sana sampai waktunya salat Jumat. Kami jumatan di sebuah ruangan yang diubah menjadi tempat salat. Ada ribuan jamaah. Gubernur sembahyang sebaris dengan Menko Perekonomian Chairul Tanjung, walaupun posisinya tidak terlalu dekat. Sedangkan SBY meninggalkan tempat acara yang berlangsung di Jakarta Convention Center itu.
Usai salat, saya menanyai gubernur apakah akan kembali masuk ke acara. Sambil memakai kaus kaki beliau menyatakan tidak masuk lagi ke ruangan. Saya diperintahkan untuk mendengar paparan Gubernur Sumatera Selatan Alex Nurdin, Gubernur Kalimatan Timur Awang Farok, Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Juga staf khusus presiden bidang ekonomi Profesor Firmanzah.
Saya menangkap sinyal kekecewaan di wajah Gubernur Zaini. Aceh ternyata tak masuk dalam program yang dibiayai bersama oleh pemerintah pusat dan daerah, BUMN, dan swasta ini.
Program ini dimulai 2011 sampai 2025. Dari 33 provinsi di Indonesia hanya 24 provinsi yang ikut dalam program ini. Menurut ekspose, sejak dicanangkan investasi yang sudah diresmikan dan sedang dikerjakan mencapai 860 triliun, dengan jumlah 353 proyek.
Wajar gubernur kecewa. Aceh punya potensi yang besar seperti pelabuhan Sabang dan pelabuhan lainnya. Rencana pembangunan kereta api dan pipa gas dari Arun ke Belawan. Begitu juga alih fungsi kilang gas Arun dari kilang gas menjadi penampung gas. Bila saja Aceh sempat diusulkan dalam MP3EI dengan semua proyek tadi sebagai titik awal, maka akan banyak kemudahan dalam hal ini. Karena ini adalah sebuah program terpadu dan saling terkoneksi baik secara lini produksi maupun antar daerah dalam 1 koridor, dan antar koridor.
Keistimewaan dari program ini walaupun cuma aturannya sebatas Keppres tapi sangat fokus. Sehingga semua sumber daya termasuk pendanaan sangat fokus dan langsung melibatkan Pemerintah daerah setempat. Ini termasuk pembagian tugas yang jelas antar pemerintah daerah, pemerintah pusat dan pihak swasta. Hampir semua daerah yang masuk dalam program ini punya program unggulan dan fokus.
Saya sempat mendatangi stan Kaltim. Dalam dua tahap saja mereka sudah meresmikan beroperasi proyek-proyek terkait MP3EI mencapai lebih 40 triliun . Tahap 3 yang rencananya diresmikan 15 September ini mencapai hampir 30 triliun lagi. Provinsi kaya mineral ini dalam MP3EI sudah mendapat kepastian investasi mencapai 360 triliun.
Sekarang, mari kita lihat koridor Sumatera. Hari ini, dari 66 proyek yang diresmikan, 11 di antaranya berada di koridor Sumatera, yaitu:
1. Pembangunan Jalur Ganda KA Double Track Medan-Bandara Internasional Kuala Namu (Rp 878 miliar).
2. Pembangunan Jalan Tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi (Rp 5,25 triliun).
3. Pembangunan PLTP Sarulla 1 330MW (Rp 17,56 triliun).
4. Pembangunan Pabrik Oleochemical senilai Rp 2,04 triliun.
5. Pengembangan Pelabuhan Container Batu Ampar Batam.
6. Revitalisasi pabrik pupuk PUSRI 2B senilai Rp6,24 triliun.
7. Pembangunan jaringan transmisi Jawa-Sumatera HVDC (Rp25,1 triliun).
8. Pembangunan PLTU Sumatera Selatan 8 2x620 MW (Rp 14,04 triliun).
9. Pembangunan PLTU Banjarsari 2x110 MW senilai Rp 2,88 triliun.
10. Pengembangan pariwisata Tanjung Lesung senilai Rp 73,8 triliun.
11. Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-api senilai Rp 12,3 triliun.
Tak ada Aceh di sana. Lalu, di manakah posisi Aceh dalam percepatan pembangunan Indonesia?
Sebenarnya, jika membuka dokumen Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025, pada bagian lampiran terdapat daftar investasi infrastruktur yang teridentifikasi di koridor Sumatera. Di daftar ini, tertulis ada tiga proyek yang direncanakan untuk Aceh yaitu:
1. Pengembangan jaringan dan layanan kereta api antar kota Sigli-Bireuen-Lhokseumawe 172 km dengan nilai investasi Rp 5,17 triliun (Mulai 2011, target selesai 2015).
2. Perluasan pelabuhan Lhokseumawe Rp 1,25 triliun. (Dimulai 2012, target selesai 2014).
3. Pembangunan transmisi listrik di Provinsi Aceh (16 titik) senilai Rp 1,49 triliun (mulai 2011, target selesai 2014).
Dari tiga rencana proyek itu, sepengetahuan saya, belum jelas realisasinya. Tidak pentingkah Aceh bagi percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia? Saya masih terbayang raut wajah kecewa gubernur kita.[]
Bagian kedua:
Menyimak Keluhan Gubernur Soal Masterplan Indonesia
Editor: Yuswardi A. Suud