NAMA aslinya Tarmizi. Namun ia lebih dikenal dengan pangggilan “Panyang” karena memiliki postur tubuh tinggi dan jangkung.
Anak ke empat dari lima bersaudara ini menghabiskan masa-masa kecilnya di kampung halamannya di Babah Krueng, kecamatan Sawang, Aceh Utara. Seperti halnya dengan pemuda sekampungnya, hidup mandiri tanpa sepenuhnya berharap dari pemberian orang tua telah ia tanamkan sejak duduk di bangku Sekolah Dasar.
“Sejak dari SD saya sudah mulai mencoba mencari uang sendiri, walaupun sedikit tetap bersyukur asalkan halal,” ujar pria kelahiran Babah Krueng, 1 September 1970 ketika ditemui Atjehpost.Co di Hotel Oasis, Banda Aceh, 9 September 2014.
Tahun 1992, ia mulai mengadu nasib dengan merantau ke Banda Aceh. Berbagai macam pekerjaan telah ia geluti, mulai dari buruh kasar hingga menjadi pelayan di warung kopi.
Konflik Aceh telah mengubah jalan hidupnya. Di usianya yang masih tergolong muda, ia sudah naik gunung dan bergabung dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada tahun 1996. Sejak itulah ia mulai terbiasa hidup nomaden dengan cara bergerilya dari satu bukit ke bukit lainnya untuk menghindari kejaran TNI. Ia mengaku pernah menjadi tangan kanan almarhum Ahmad Kandang yang juga merupakan mualem (pelatih).
“Beliau bukan hanya saja anggap komandan atau guru saya, tapi juga sudah saya anggap sebagai abang saya sendiri,” ujarnya.
Disana juga ideologinya mulai dididik secara hidup disiplin serta menjalani semua kehidupan dengan penuh tantangan dan resiko nyawa dengan penuh kesabaran. Dari sanalah perasaan cinta terhadap tanah indatunya semakin besar.
Dua tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1998, ia sempat dipercayakan menjadi pelatih TNA selama dua tahun hingga ia diangkat menjadi Panglima Sagoe Babah Krueng pada tahun 2003. Suka dan duka ia jalaninya penuh dengan sabar dan ikhlas. Bahkan di saat status darurat militer dan sipil pun ia masih tetap bertahan, meski harus mempertaruhkan nyawa demi Aceh tercinta.
Ketika perjanjian damai antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka diteken, semua anggota GAM diberikan amnesti. Tarmizi beserta teman-teman seperjuangannya turun turun gunung. Sejak itulah ia kembali menjadi masyarakat sipil dan kembali bercengkerama dengan masyarakat. Akan tetapi, cita-cita masa perjuangan masih melekat dalam lubuk hatinya yang paling dalam.
Dia berharap Aceh ini maju dan sejahtera seperti pernah terjadi di masa-masa kerajaan Aceh tempo dulu.
“Ideologi kami yang dulu ingin merdeka telah kami lupakan dalam catatan sejarah kehidupan kami. Cita-cita kami sekarang hanyalah ingin merajut kembali perdamaian yang tak ternilai harganya ini agar rakyat Aceh bisa hidup damai, tenteram dan sejahtera,” ujar pria yang tergolong tipikal pendiam dan murah senyum tersebut.
Sebelumnya, ia menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Partai Aceh Sagoe Lhokdrien, Kecamatan Sawang, Aceh Utara. Saat itulah ia mulai menggali potensinya di dunia politik dengan cara belajar otodidak serta berdiskusi dengan siapapun. Pada Pemilu 2009 lalu, ia termasuk salah seorang tim pemenangan PA di Aceh Utara. Hasilnya, partai yang diketuai Wakil Gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau yang akrab disapa Mualem ini menang telak di Aceh Utara dan berhasil mendapatkan kursi di parlemen.
Pada tahun 2014, ia mulai mencalonkan diri menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) daerah pemilihan (dapil) 5 dari Partai Aceh. Hasilnya, ia memperoleh suara sebanyak 14.831.
Ia berharap, dengan diberikannya kepercayaan sebagai anggota DPRA mampu menampung seluruh aspirasi rakyat, terutama sekali yang berkaitan dengan segala kewenangan Aceh yang saat ini tak kunjung selesai.
“Saya ingin semua anggota dewan yang terpilih jangan sia-siakan amanah rakyat, mulai saat ini kita jangan memandang kita berasal dari fraksi atau partai manapun. Yang penting bagaimana kita berusaha untuk sama-sama bergandengan tangan dalam memperjuangkan hak-hak rakyat Aceh,” ujarnya lagi.
Biodata Pribadi :
Nama : Tarmizi alias Panyang
Tempat/Tanggal Lahir : 1 September 1970.
Tahun 1996 – : Bergabung dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Tahun 1998 – 2000 : Menjadi pelatih Tentara GAM.
Tahun 2003 : Menjabat sebagai Panglima Sagoe Lhokdrien, Desa Babah Krueng, Kecamatan Sawang, Aceh Utara
Tahun 2014 : Terpilih menjadi Anggota DPRA Dapil 5 dari Partai Aceh.
Editor: Murdani Abdullah