DEWAN Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh meminta Pemerintah Pusat untuk tetap mengikut-sertakan Pemerintah Aceh dalam pengelolaan aset eks PT. Arun. Ini karena keterlibatan Pemerintah Aceh dinilai penting untuk mensejahterakan masyarakat.
“Pusat jangan habis manis sepah dibuang. Selama puluhan tahun disedot, sisa pun tidak mau diikutsertakan Pemerintah Aceh,” ujar anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh, Iskandar Usman Al-Farlaky, kepada Atjehpost.Co, Jumat 17 Oktober 2014.
Menurutnya, jika Pemerintah Aceh tak dilibatkan, sebaiknya program pemanfaatan Arun pasca gas dihentikan sementara waktu. Minimal sampai adanya regulasi yang jelas terkait keterlibatan Pemerintah Aceh.
“Ini penting sehingga Aceh tak lagi jadi penonton. Apa salahnya melibatkan Pemerintah Aceh?” ujar politisi Partai Aceh ini.
Selain itu, kata mantan aktivis mahasiswa ini, eksekutif Aceh juga harus segera mengirim tim lobi ke Kementerian Keuangan RI terkait soal pemanfaatan aset eks PT. Arun.
“Ini penting agar ada komunikasi dua arah. Agar kemauan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh bisa disatukan,” kata Iskandar.
Sebelumnya diberitakan, Pemerintah Aceh dilaporkan terancam tak bisa ikut mengelola asset eks PT. Arun. [Baca: Saat Sisa Arun pun Tak Kebagian].
Terminasi pengoperasian kilang LNG Arun di Aceh dilaporkan hanya mengikutsertakan PT. Pertamina (Persero), PT Arun NGL, serta satuan kerja khusus pelaksana kegiatan usaha hulu Migas, dan Exxonmobil.
Hal ini bertolakbelakang dengan janji Menko Perekonomian RI, Chairul Tanjung, saat berkunjung ke Lhokseumawe, 14 September 2014 lalu.
Editor: Murdani Abdullah