GUBERNUR Aceh Zaini Abdullah menjamin pelaksanaan syariat Islam di Aceh tidak akan bertentangan dengan hukum Internasional.
Hal ditegaskan Gubernur Zaini Abdullah dalam rapat dengar pendapatan dengar 21 Duta Besar Uni Eropa di kantor kedutaan Uni Eropa, jalan Sudirman Jakarta, Selasa 21 Oktober 2014.
Pernyataan ini menindaklanjuti banyaknya kritikan yang disuarakan oleh negara negara Uni Eropa, lembaga internasional dan aktivis hak asasi manusia terhadap pengesahan penegakan syariat Islam di Aceh.
Kata Doto Zaini, demikian sosok ini biasa disapa, Qanun Aceh tentang Pokok-pokok Syariat Islam dan Qanun Aceh tentang Hukum Jinayat yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPRA) pada 27 September 2014 lalu, hanya berlaku bagi orang Islam di Aceh, dan tidak benar bahwa kedua Qanun Aceh ini berlaku pada non muslim.
Gubernur sangat menghargai perhatian Uni Eropa dan lembaga internasional lainnya yang telah bekerjasama membantu Aceh dalam penyelesaian konflik dan membangun kembali Aceh pasca gempa bumi dan tsunami tahun 2004.
“Aceh hari ini, sedang membangun kembali demokrasi dan tata kelola pemerintahan, politik, ekonomi, hukum, sosial budaya dan syariat Islam menuju Aceh yang mandiri, adil, sejahtera dan bermartabat,” ujarnya.
Katanya, penerapan syariat Islam di Aceh merupakan bagian dari tata kehidupan masyarakat Aceh yang telah berakar dalam adat dan budaya. Kebijakan ini dijamin dan dilindungi oleh konstitusi Republik Indonesia dan kovenan internasional mengenai hak-hak sipil dan politik (Article 18, the International Covenant on Civil and Political Rights-red).
Dalam pasal 7 Qanun Aceh tentang Pokok Pokok Syariat Islam juga meminta non muslim menghargai syariat Islam di Aceh. Bila mareka melakukan tindak pidana bersama-sama orang Islam di Aceh, maka orang yang bukan Islam dapat memilih dan menundukan diri secara sukarela pada hukum jinayat.
“Hukum syariah tidak dapat diberlakukan kepada orang yang bukan Islam (nonmuslim). Bila mereka tidak memilih dan tidak menundukan diri secara sukarela pada hukum jinayat. Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 5 huruf b Qanun Hukum Jinayat dan Pasal 129 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2006,” katanya.
Dubes Uni Eropa untuk Indonesia, Brunai Darussalam dan ASEAN, Olof Skoog sangat apresiasi penjelasan Gubernur Aceh dan meminta agar komunikasi yang intensif perlu terus dilanjutkan sehingga tidak terjadi salah pengertian seperti terjadi selama ini.
Uni Eropa juga terus berkomitmen menjaga perdamaian Aceh. Pada penguatan Tsunami 26 Desember 2014 nanti, para Dubes Uni Eropa ini juga akan hadir serta bermalam di Aceh.
Ikut mendampingi Gubernur Aceh, Kadis Syariat Islam Prof Dr Syahrizal Abbas, Prof Dr Yusni Sabi, Prof Dr Alias Abubakar, M Jafar SH, M.Hum, M Adli Abdullah (Dosen Hukum Universitas Syiah Kuala) ,dr M Yani (Kadis Kesehatan), Ir Iskandar (Kepala Badan Investasi dan Promosi Aceh), Dr. Rafiq dan Fahrul Syah Mega selaku Team Asistensi.[]
Editor: Murdani Abdullah