Arab Saudi menjadi salah satu lumbung penerimaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) wanita, atau lebih akrab disebut Tenaga Kerja Wanita (TKW). Kusutnya sistem perizinan di sana memaksa sebagian pembantu rumah tangga (PRT) beralih menjadi pelacur. Tawaran iming-iming fulus selangit jadi pemuas syahwat lebih menggiurkan dibanding menjadi PRT.
Kondisinya sudah tak ada pilihan. Dengan izin kerja sudah melewati batas, dibanding memilih pulang ke kampung halaman, para TKW memilih menjual tubuhnya kepada pria hidung belang di Arab Saudi sambil kucing-kucingan dengan otoritas setempat.
Tak hanya sampai di situ, jaringan pelacur di kota padang pasir itu sudah lebih terorganisir dengan apik. Mucikari biasa berkeliaran dari Indonesia hingga sampai di kota-kota Arab Saudi sendiri. Ada dua modus kerap dipakai para mucikari pemburu wanita Indonesia.
Pertama, jaringan mucikari dari Indonesia mencari calon korban dengan wilayah potensi pekerja Tenaga Kerja Indonesia (TKI), seperti di Indramayu, Cirebon, Cilacap, hingga ujung timur Indonesia, Nusa Tenggara Timur (NTT), atau Nusa Tenggara Barat (NTB). Mereka akan dibujuk untuk mendaftar sebagai TKW dengan janji bayaran selangit, sesampainya di negara padang pasir itu, korban akan dijajakan kepada pria hidung belang.
Paling mengenaskan, para TKW over stay atau sudah habis izin kerja, mereka kerap diajak menjadi pelacur atau masuk ke jaringan prostitusi di Negara Timur Tengah. Sang mucikari juga berasal dari Indonesia, dia pemain lama yang tugasnya menyediakan pesanan wanita Indonesia buat pria-pria Arab Saudi. Para mucikari mencari di tempat-tempat penampungan liar di Arab. Apalagi, wanita Indonesia jadi pilihan utama bagi pria hidung belang di sana.
Lebih menguntungkan bagi pelacur Indonesia di Arab. Mereka biasa dijadikan istri kontrak untuk jangka waktu tertentu. Di situ kebutuhan hidup akan dipenuhi, hidupnya akan lebih meningkat jika sang suami sudah betah dengan layanannya.
Di balik beralihnya TKW menjadi pelacur, para pria hidung belang di kota-kota suci itu, ikut menawarkan fulus buat sebuah harapan bagi keluarga di kampung halamannya.[] sumber: merdeka.com
Editor: Boy Nashruddin Agus