PEMERINTAH Indonesia minta Pemerintah Malaysia melegalkan ribuan tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Aceh yang ada di negara jiran tersebut.
Demikian disampaikan Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Bina Penta), Kenterian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), Dr. Raina Usman menjawab Serambi, seusai menjadi pembicara dalam workshop "Kajian Sosial Ekonomi dan Pemberdayaan Pekerja Migran Asal Aceh di Luar Negeri, " di Jakarta, Rabu (10/12/2014).
"Kita sedang membuka komunikasi dengan Kementerian Dalam Negeri Malaysia untuk membicarakan legalitas warga Aceh di sana," kata Raina Usman.
Kepala Dinas Sosial Aceh, Bukhari AKS, MM, mengutip data yng dirilis Kedutaan Besar (Kedubes) RI di Kuala Lumpur, jumlah tenaga kerja Indonesia asal Aceh di Malaysia 10 ribu orang. Dari jumlah itu yang legal hanya 710 orang.
"Pemerintah Aceh mengusulkan agar ada pemutihan status tenaga kerja asal Aceh di sana. Kita minta peran Pemerintah Pusat," kata Bukhari.
Warga Aceh yang "mengadu nasib" ke Malaysia sebahagian besar akibat ekses dari konflik dan peristiwa tsunami.
"Mereka kemudian bekerja disana dengan status ilegal. Kita minta ada kebijakan khusus bagi mereka," kata Bukhari.
Workshop tersebut diselenggarakan Gastra Foundation, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat yang memberi perhatian khusus kepada tenaga kerja asal Aceh. Workshop dibuka Gubernur Aceh Zaini Abdullah yang diwakili Kepala Dinas Sosial Aceh.
Ketua Panitia Workhsop, Win Rime Raya, menyebutan sangat prihatin terhadap nasib warga Aceh ang ada di Malaysia karena tidak memiliki dokumen resmi.
"Melalui workshop seperti ini diharapkan ada solusi bagi mereka. Jangan sampai setelah jadi mayat dulu baru sibuk diurusi," katanya mengenai peristiwa musibah yang dialami warga Aceh saat pulang ke Aceh yang menimbulkan korban meninggal dunia.
Gunernur Aceh menyebutkan, penempatan tenaga kerja Aceh masih terkendala banyknya calo dan kurangnya informasi mengenai jenis pekerjaan. Pesoalan lainnya adalah saat pemulangan ke tanah air dan kurangnya perlindungan hukum.
Di Aceh juga belum ada perusahaan pengerah tenaga kerja Indonesia."ke depan harus ada lembaga yang mengurusi tenga kerja, sehingga masyaakat mengetahui meknisme bekerja dan keberangkatan ke luar negeri secara formal.[] sumber: tribunnews.com
Editor: Boy Nashruddin Agus