HASIL penelitian dari salah satu lembaga penelitian di UIN Ar-Raniry menyebutkan potensi zakat di Aceh mencapai 1,4 Trilliun (tidak termasuk Migas).
Namun hanya 25 persen yang baru terealisasi, sementara 75 persen lagi masih belum tergarap dan mengendap pada muzakki.
Hal demikian disampaikan Kepala Baitul Mal Aceh, Armiadi Musa saat memberi sambutan acara Peringati Maulid Nabi Besar Muhammad Saw, di halaman Sekretariat Baitul Mal Aceh, Rabu 4 Maret 2015.
“Jika 75 persen lagi tergarap semua, Baitul Mal Aceh bisa menjadi tabung sumber pendanaan untuk kesejahteraan masyarakat di Aceh,” kata Armiadi.
Selama ini katanya sudah banyak perkembangan yang dialami badan pengelola zakat dan harta agama sejak pertama lahir pada tahun 1973. Dan dana yang dikelola Baitul Mal saat ini juga atas kepercayaan para muzakki.
“Kita sedang mempersiapkan Renstra Baitul Mal, Renja, serta SOP. Selain itu kita sedang menyiapkan draf Pergub yang memenuhi kebutuhan Baitul Mal karena masih banyak yang harus diperbaiki dalam Pergub tersebut,” ujarnya.
“Karena yang kita kelola ini adalah harta agama, maka harus benar pengelolannya dengan baik. Kita harap bantuan pemerintah dan kepercayaan masyarakat agar Baitul Mal menjadi lembaga pemakmur masyarakat,” ujarnya.
Peringati Maulid Nabi diisi dengan taushiah agama oleh Tgk Yusri Puteh dengan tema "Rasulullah Sang Revolusioner."
Hadir pada kesempatan tersebut Wali Nanggroe, Malek Mahmud Al-haytar, Ketua MAA, Badruzzaman, dan beberapa pejabat di lingkungan keistimewaan Aceh.
Dalam ceramahnya, Tgk Yusri mengajak hadirin sebagai ummat Islam menjadikan Nabi Muhammad sebagai suri tauladan. Muslim dapat melihat bagaimana kesuksesan Nabi dalam mendidik ummat di bawah pohon.
“Kembali kepada masa lampau. Kenapa Aceh dikenal sampai ke luar negeri, bukan karena ditemukan giok, tapi karena ulamanya. Ulama dulu hebar-hebat,” katanya.
Ia menyebutkan, pengakuan orang lain di luar Aceh, tidak akan ada Islam di nusantara tanpa peran ulama Aceh. Artinya, pengaruh ulama Aceh begitu kental di nusantara ini.
“Sekarang coba lihat Aceh dikenal dengan negeri 1001 warung kopi. Tidak ada lagi anak-anak di balai pengajian. Tapi sibuk di warung kopi, tidak dilarang duduk di warkop. Tapi jangan lama-lama,” ujarnya.[]
Editor: Murdani Abdullah