Belum lama ini, surat pemecatan Prabowo Subianto dari militer beredar luas di media massa. Wiranto selaku Panglima ABRI (Pangab) kala itu pun sudah menggelar jumpa pers perihal surat tersebut.
George Toissuta, yang juga dikenal sebagai mantan petinggi TNI, turut angkat bicara.
"Terima kasih Pak Wiranto atas kata - kata manisnya. Kami yang muda-muda menjadi lebih tahu karakter Bapak," tutur George kepada VIVAnews di Rumah Polonia Jakarta Timur, Sabtu 21 Juni 2014.
Surat tersebut telah menjadi polemik, sehingga perdebatan kerap muncul di antara dua kubu capres-cawapres nomor satu dan dua. Berbagai gesekan antara kedua kubu semakin diperparah akibat peredaran surat pemecatan tersebut.
George Toisutta lahir di Makassar, 1 Juni 1953. Ia menamatkan pendidikan militer di AKABRI pada tahun 1976 dan mengawali karir militernya pada 1978 sebagai Komandan Pleton 1-Kipan-C Yonif-74/BS. Sepuluh tahun kemudian diangkat sebagai Kasi-2 Ops Brigif -1/PIK Kodam Jaya, dan satu tahun kemudian dipercaya Wakil Komandan Yonif-201/JYB Kodam Jaya. Alumni Sesko Angkatan Darat 1992 itu kemudian dipercaya untuk menduduki jabatan sebagai Kepala Staf Divisi-2 Kostrad, Kasdam Jaya pada 2003, Pati Mabes TNIB pada 2003 dan pada 2004 didaulat untuk menjadi Panglima Divisi-1 Kostrad.
Ia juga pernah berperan sebagai Panglima Operasi (Pangkoops) TNI di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada tahun 2003 menggantikan Mayjen Bambang Dharmono.
Pada tahun 2005, ia diangkat sebagai Pangdam XVII Trikora, dilanjutkan sebagai Pangdam III Siliwangi pada tahun 2006, Panglima Kostrad pada tahun 2007, hingga akhirnya menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat pada tahun 2009 hingga purnawirawan di tahun 2011.
Dalam jumpa pers, 19 Juni 2014, Wiranto menjelaskan soal beredarnya dokumen Dewan Kehormatan Perwira (DKP) mengenai pemberhentian Letnan Jenderal Prabowo Subianto, sebagai Pangkostrad. Wiranto menilai DKP bukan dokumen rahasia negara.
"Jadi saya tidak setuju bahwa tersebarnya produk DKP merupakan pembocoran rahasia TNI," tegasnya di kawasan Menteng, Jakarta, Kamis 19 Juni 2014.
Ia mengatakan ada tiga alasan mengapa beredarnya dokumen ini bukan sebagai pembocoran rahasia negara. "Pertama, karena kasus tersebut yang menjadi korban adalah masyarakat sipil, maka pihak TNI tidak lagi bisa mengklaim itu rahasia intern TNI yang tidak bisa dipublikasikan," katanya.
Kedua, tahun 1998 saat kasus itu mencuat, ia selaku Menhankam/Pangab secara bertahap telah menjelaskan kepada masyarakat atas keterlibatan TNI-AD dalam aksi penculikan, disertai permohonan maaf atas kejadian tersebut, serta menjamin akan melakukan pengusutan dan penindakan terhadap oknum yang terlibat.
"Selanjutnya yang ketiga, dalam pelaksanaannya, semua kegiatan mulai pembentukan DKP, Mahkamah Militer, kinerja DKP beserta saran DKP kepada panglima yang menjadi keputusan saya dan disampaikan pada presiden, hingga keputusan pemberhentian sudah dipublikasikan sejak sudah sejak lama dan bukan sesuatu yang rahasia," katanya.
Dengan semua pertanyaan saat ini menyangkut kerahasian DKP menurutnya sudah tidak relevan.[] sumber: viva.co.id
Editor: Yuswardi A. Suud