Wakil presiden terpilih Jusuf Kalla menolak usulan tim transisi untuk merampingkan dan menggabung kementerian dalam pemerintahannya ke depan. Kalla juga berseberangan dengan keinginan pasangannya, presiden terpilih Joko Widodo atau Jokowi, yang menolak politikus yang aktif dalam partai untuk menduduki jabatan menteri.
"Perubahan yang kecil-kecil saja. Toh, bisa jalan," kata JK, sebutan Kalla, di kediamannya, Jalan Brawijaya 6, Jakarta Selatan, Kamis, 21 Agustus 2014.
Penolakan ini, menurut JK, bukan tanpa alasan. Kalla menjelaskan bila jumlah kementerian dirampingkan, itu bakal memakan waktu yang cukup lama lantaran untuk menyesuaikan kinerja.
Di sisi lain, dia dan Jokowi ingin langsung bekerja mewujudkan janji dan menyelesaikan masalah berat yang diemban negara. "Kalau sistem dirombak lagi, kami akan menyusun siapa dirjennya dan di mana kantornya. Kapan kerjanya?" tanya Kalla.
Tim Transisi Joko Widodo-JK menawarkan perampingan kementerian, dari 34 menjadi 27 kementerian. Rancangan kebijakan itu bertujuan menghemat APBN sebesar Rp 3,8 triliun. Sementara itu, menurut JK, penggabungan kementerian juga tidak bakal menghemat anggaran lantaran tidak ada istilah pemutusan hubungan kerja bagi pegawai pemerintahan.
Di sisi lain, penggabungan juga akan sulit diawasi lantaran jumlah pegawai semakin banyak dalam satu institusi kementerian. "Saya dulu Menteri Perindustrian dan Perdagangan dengan pegawai 7000-an lebih. Itu susah diawasi," ucapnya.[] sumber: tempo.co
Editor: Boy Nashruddin Agus