Warga Kota Banda Aceh mengeluhkan vakumnya kegiatan Car Free Day yang biasa rutin dibuat setiap Minggu pagi.
“Program nyan suuem-suuem ek manok (panas-panas tahi ayam), jujur aja sejak car free day ini udah nggak ada sebab dengan ditutupnya car free day sama aja nggak mendukung kreativitas kami untuk berekspresi,” ujar warga Kampung Laksana, Rinaldi, kepada atjehpost.co yang ditemui di kawasan Simpang Lima Banda Aceh hari ini, Minggu 14 Desember 2014.
Rinaldi yang hobi bermain skateboard dan bersepeda ini mengatakan, sejak program Car Free Day itu mulai tidak diberlakukan lagi dalam beberapa bulan terakhir, membuat ia dan teman-temannya jarang mengasah bakatnya di bidang olahraga tersebut.
"Padahal dengan adanya Car Free Day ini habis salat subuh saya serta kawan-kawan skateboarding sering kumpul di sini. Begitu juga banyak warga yang memadati kawasan ini untuk berolahraga," ujarnya lagi.
Hal senada juga disampaikan rekan Rinaldi, Nadya, yang mengaku sering memanfaatkan momen mingguan tersebut untuk bersepeda santai.
"Untuk apa coba program ini ditutup, padahal semua warga senang kalau Car Free Day ini masih ada. Lagian kan waktunya cuma sampai jam 10 aja," ujar Nadya.
Program Car free Day pertama kali diluncurkan pada Minggu, 23 September 2012 oleh almarhum Wali Kota Banda Aceh Mawardy Nurdin. Mawardy Nurdin menetapkan ruas Jalan Teungku Daud Beureuh mulai dari kawasan Simpang Lima hingga simang Jambo Tape sebagai jalur bebas kendaraan (car free day) setiap hari Minggu selama tiga jam sejak pukul 07:00-10:00 WIB.
Peluncuran Car Free Day Banda Aceh ketika itu bertepatan dengan momen HUT ke-57 Lalu Lintas yang ditandai dengan peluncuran selogan tertib berlalu lintas. Selain di Banda Aceh program ini juga dibuat di sejumlah kota-kota lainnya di Indonesia untuk mengampanyekan olahraga jantung sehat dan tanpa polusi dari kendaraan.
Car Free Day tak hanya menjadi area berolahraga bagi masyarakat Kota Banda Aceh, tapi juga menjadi wahana untuk pertunjukan musik dan pertunjukan bakat lainnya. Momen ini juga dimanfaatkan para anak muda untuk menjual makanan hasil kreasi mereka.[]
Editor: Ihan Nurdin