Saat ini, kegemaran akan batu akik menjadi fenomena sosial di Indonesia. Di banyak tempat bisa ditemui penjual-penjual batu cincin yang menyediakan berbagai jenis batu akik. Ada banyak alasan seseorang membeli batu cincin berbagai ukuran itu, mulai dari alasan keindahan hingga alasan klenik.
Sujarwanto Rahmat M. Arifin, salah seorang komisioner Komisi Penyiaran Indonesia, yang menaruh perhatian pada batu akik sejak 4 tahun lalu punya pandangan sendiri tentang fenomena kegemaran masyarakat akan batu akik. Seperti dituturkannya kepada Liputan6.com, Rabu (21/1/2015), awalnya Sujarwanto mengira bahwa fenomena batu cincin ini sama halnya dengan fenomena batu Ponari.
Ponari konon mendapat batu setelah disambar petir dan batu itu disebut bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit. Kemudian banyak orang berduyun-duyun datang ke ponari untuk minta disembuhkan dengan batunya itu. “Pada mulanya saya mengira bahwa fenomena kegemaran batu akik ini juga berkaitan dengan masalah klenik,” ucap Sujarwanto.
Merujuk pada bidang Sosiologi, Sujarwanto melihat bahwa fenomena sosial seperti yang terjadi pada kasus batu Ponari dapat disebut sebagai gejala Anomie. Anomie merupakan sebuah kondisi kekosongan atau kebingungan norma yang berakibat pada tindak-tindak yang “menyimpang”.
Namun setelah mengamati fenomena batu akik selama beberapa lama, Sujarwanto melihat bahwa hal tersebut sesungguhnya merupakan geliat ekonomi rakyat hasil perubahan kondisi masyarakat yang tadinya hanya memikirkan kebutuhan primer menjadi juga peduli dengan hobinya. Dikatakan Sujarwanto, “ini merupakan fenomena sosial ekonomi masyarakat di mana dampak kegemaran masyarakat akan batu akik berdampak pada bertambahnya perhatian pada potensi ekonomi dari batu akik tersebut.”
Sujarwanto mengatakan bahwa importir-importir batu dari berbagai negara, seperti Taiwan, Tiongkok, Jepang, Korea, dan lain sebagainya sudah masuk langsung ke pelosok-pelosok Indonesia untuk membeli batu-batu untuk kemudian diolah negara mereka sendiri. Menurutnya tentang potensi batu ini, Pemerintah Daerah seharusnya memberi perhatian yang lebih besar sehingga apa yang ditawarkan daerah bukan lagi batu-batu mentah tapi yang sudah diolah sehingga memiliki nilai tambah dalam perdagangan.
Kembali ke soal klenik batu akik, tak semua penggemar batu akik percaya akan hal-hal klenik. Mengenai orang-orang yang suka akik karena unsur kleniknya dikatakan Sujarwanto, “Memang ada sebagian orang yang suka batu akik karena kepercayaan kleniknya. Untuk hal ini merupakan tugas pemuka-pemuka agama untuk terus menyuarakan apa yang harusnya menjadi pedoman dalam berkegiatan, termasuk kegemaran akan batu akik.”[]
Baca berita menarik lainnya di Liputan6.com
Editor: Boy Nashruddin Agus