PENGAJUAN nama calon wakil wali kota Banda Aceh mendekati dealine akhir. Namun partai pengusung belum juga menyerahkan nama ke wali kota. Ada masalah apa?
Jika merujuk hasil kesepakatan antara partai pengusung, Komisi Independen Pemilihan (KIP) dan Pansus Pemilihan Cawawalkot Banda Aceh, seperti yang diberitakan aceh.tribunnews.com, batas akhir pengajuan nama adalah 15 Februari 2015. Itu artinya hanya tinggal 5 hari lagi.
Namun keempat partai pengusung tersebut adalah Partai Demokrat, PPP, PAN, dan Partai SIRA, belum juga mengerucut dua dari beberapa nama yang diusulkan partai.
Beberapa nama tersebut seperti Yudi Kurnia (Partai Demokrat), Ibnu Rusdi (Partai SIRA), dan HK Zainal Arifin (diusul oleh DPD PAN Banda Aceh dan disetujui DPP).
Berdasarkan informasi yang beredar, dua nama yang dijagokan untuk menjadi calon wakil wali kota adalah Yudi Kurnia (Partai Demokrat), Ibnu Rusdi (Partai SIRA).
Yudi sendiri dikabarkan belum mendapat restu penuh dari DPP Demokrat Aceh yang dipimpin oleh Nova Iriansyah.
Sedangkan Ibnu Rusdi tak didukung kekuatan parlemen yang kuat. Kondisi ini terjadi karena SIRA tak ikut dalam Pileg 2014 lalu.
Sumber ATJEHPOST.co di lingkup partai pengusung almarhum Mawardi Nurdin dan Illiza, menyebutkan persoalan pemilihan calon wakil walikota Banda Aceh saat ini terletak pada Partai Demokrat.
“Jika restu untuk Yudi (Kurnia) ada. Maka prosesnya bisa cepat,” ujar sumber ini.
Sedangkan Illiza, kata sumber ini, tak terlalu ambil pusing soal tolak tarik di tubuh Demokrat Aceh mengenai calon wakil wali kota Banda Aceh. Illiza justru akan lebih diuntungkan dengan menjadi penguasa tunggal di Kota Banda Aceh.
“Illiza berencana maju di 2017. Makanya lebih diuntungkan dengan jadi pemimpin tunggal. Kalau pun nanti ada wakil, maka paket inilah yang ditonjolkan untuk 2017 dengan jargon lanjutkan pembangunan yang sudah ada. Bukan malah wakil yang akan maju terpisah sebagai calon walikota 2017 nanti,” ujarnya.
Sebelumnya, Dewan Pimpinan Wilayah Partai Aceh Kota Banda Aceh, juga pernah mendesak partai pengusung Mawardi Nurdin-Illiza Saaduddin Djamal, sesegera mungkin menemukan kata sepakat untuk mengusulkan calon pengganti Wakil Wali Kota Banda Aceh. Pasalnya waktu terus berjalan dan masa pemerintahan Illiza tidak dirasa akan berakhir.
"Kalau dibiarkan terus berlarut tentu masyarakat akan curiga bahwa ada semacam skenario ulur waktu dengan berbagai manuver tak berujung, sehingga posisi Wakil WaIi Kota Banda Aceh tetap kosong hingga berakhirnya periode pemerintahan," ujar Sekretaris DPW Partai Aceh Banda Aceh, Hendra Fadli, SH kepada ATJEHPOST.co, Jumat, 6 Februari 2015.
Ia mengatakan DPW PA Banda Aceh prihatin dengan ketidakpastian pengganti posisi wakil wali kota. Apalagi jika mengingat banyak sekali prestasi yang telah digapai Kota Banda Aceh sebelumnya, di bawah kepemimpinan (alm) Mawardi dan Iliza.
"Hemat kami, faktor utama perolehan segudang prestasi tersebut tidak terlepas dari kepemimpinan yang kuat, cerdas dan harmonis yang diperankan sosok wali kota bersama wakilnya. Namun sangat disayangkan, semenjak Pak Mawardi berpulang ke rahmatullah proses melahirkan the new dwi tunggal kepemimpinan Banda Aceh tak kunjung terwujud, ditengarai akibat kegagalan komunikasi politik antar sesama partai pengusung," katanya.
Menurutnya kekosongan posisi wakil wali kota ini berdampak pada melemahnya akselerasi pembangunan, perbaikan tata kelola pemerintahan dan pelayanan di Banda Aceh. Akibatnya, kata Hendra, rakyat juga yang dirugikan.
"Partai Aceh tentu sangat menghormati proses yang sedang dibangun antar sesama partai pengusung. Kami juga memaklumi bahwa sesuai aturan, setiap partai pengusung memiliki hak yang sama untuk mengusulkan kader terbaiknya sebagai wakil wali kota pengganti. Akan tetapi yang perlu diingat, dalam perhelatan politik yang beradab, pelaku politik selain dituntut untuk taat pada aturan perundang-undangan, seyogyanya juga mengedepankan etika, moral dan kesantunan," katanya.
"Mohon maaf, bukan maksud menggurui. Hemat kami semua anggota partai koalisi pengusung tentu paham bahwa secara tidak langsung yang hendak diganti adalah almarhum Mawardi Nurdin yang merupakan kader Partai Demokrat. Dengan demikian kalau semua pihak menjunjung tinggi etika dan kesantunan berkoalisi maka proses pergantian Wakil Wali Kota Banda Aceh tentu tidak akan berlarut-larut. Sayangnya yang terlihat adalah kentalnya aroma politik kekuasaan, di mana masing-masing partai pengusung hanya mengikuti naluri untuk memanfaatkan peluang berkuasa semata," ujarnya lagi.
Menurut Hendra, dinamika semacam itu tentu tak baik kalau terus dipertontonkan ke publik. Hal ini akan menimbulkan citra negatif terhadap elit-elit politik di Banda Aceh, yang terkesan hanya bernafsu untuk merebut posisi strategis dibandingkan menjaga kerjasama jangka panjang antar sesama partai dalam agenda-agenda pembangunan yang pro rakyat.
Selain itu, kata Hendra, juga akan menjadi preseden buruk dalam berkoalisi. Padahal kerjasama yang solid, matang dan harmonis dalam gerbong koalisi merupakan modal besar dalam menyetir kemajuan pembangunan Kota Banda Aceh dan ini merupakan ciri dari praktek berdemokrasi yang maju.
"Untuk kepentingan rakyat Kota Banda Aceh, kami menyarankan kepada partai pengusung agar sesegera mungkin menemukan kata sepakat dalam mengusulkan calon Wakil Wali Kota Banda Aceh," katanya.
Ia mengatakan selaku pimpinan partai juga memerintahkan kepada seluruh anggota Fraksi Partai Aceh agar proaktif membangun komunikasi politik dengan kolega lain di DPRK Banda Aceh, juga dengan Wali Kota Banda Aceh.
"Sehingga proses penggantian Wakil Wali Kota Banda Aceh bisa berlangsung cepat. Dengan demikian akan tercipta the new dwitunggal Pemimpin Kota Banda Aceh yang kuat, cerdas, hamonis dan islami sebagaimana yang kita idam-idamkan bersama," kata Hendra.[]
Editor: Murdani Abdullah