SALAH satu mahasiswa jurusan Hubungan Internasional London School of Public Relations Jakarta (LPSR), Adam Harist, membuat penelitian tentang perdamaian di Aceh. Penelitian Adam Harist tersebut berkaitan dengan skrispinya berjudul "Setelah Helsinki: Upaya Pemulihan Pasca Konflik Aceh Pada Tahun 2005-2014."
Adam mempertanyakan perjalanan perdamaian Aceh usai penandatanganan MoU Helsinki 15 Agustus 2005 lalu. "Apakah sudah dijalankan dengan benar atau belum oleh pemerintah pusat? Kalau belum dijalankan, maka banyak pihak yang merasa kecewa," ujar Adam kepada ATJEHPOST.co di salah satu cafe di Banda Aceh, Kamis, 26 Februari 2015.
Menurut Adam, jika MoU Helsinki tidak berjalan sesuai kesepakatan maka akan memunculkan gerakan-gerakan perlawanan seperti masa lalu di Aceh. "Maka saya ingin meneliti sejauh mana implementasinya," kata Adam.
Adam berharap tulisan di tugas akhirnya tersebut mampu memberikan sumbangsih untuk pemerintah, termasuk bagaimana dalam melihat dan mengayomi korban konflik di Aceh.
Dalam penelitiannya, Adam ingin mengetahui setelah 10 tahun perdamaian Aceh berlangsung apakah pemerintah pusat telah melaksanakan perjanjian MoU Helsinki secara baik dan bijaksana. Selain itu, Adam juga ingin menggali sejauh mana Aceh mampu menjalankan pemerintahannya secara khusus yang bisa menciptakan pondasi pondasi perdamaian secara utuh.
“Menurut aku pondasi sudah ada. Namun menurut aku lihat setelah mewawancarai narasumber masih belum sempurna MoU Helsinki terlaksana, semacam ada penghalang,” katanya.
Dia mengatakan pelaksanaan implementasi MoU Helsinki masih banyak memiliki kekurangan terutama dari pemerintah pusat. Adam turut mempertanyakan apakah kekurangan tersebut disebabkan pemerintah pusat yang tidak mau berusaha, atau telah berusaha namun belum sampai kepada akarnya.
“Kita takutkan kalau pemerintah pusat tidak serius akan menimbulkan konflik baik itu vertikal maupun horizontal. Apalagi kita mendengar sudah mulai ada gaungan referendum dari kalangan pemuda dan mahasiswa Aceh. Mungkin ini sebuah pertanda baru,” ujarnya.
Adam menilai isu referendum yang disuarakan pemuda dan mahasiswa Aceh akibat terhalangnya implementasi MoU Helsinki selama ini.
“Mungkin menurut mahasiswa di Aceh wajar, karena pemerintah pusat telah mengulur waktu untuk pengesahaan UUPA. Maka mahasiswa Aceh sudah merasa jenuh,” ujarnya.
Padahal perdamaian GAM-RI yang ditandai dengan MoU Helsinki telah disepakati oleh semua kalangan. Namun menurutnya implementasi perjanjian sesuai kesepakatan tersebut yang belum dilaksanakan hingga kini.
“Kita berharap kepada pemerintah pusat agar benar-benar memberikan hak Aceh sesuai dengan amanah MoU Helsinki, karena ini merupakan bentuk tanggungjawab pemerintah. Kalau ini tidak dijalankan dengan baik maka pemerintah pusat bersiap-siap untuk konflik kembali,” katanya.[]
Editor: Boy Nashruddin Agus