SEKELOMPOK remaja menyusuri lorong jalur pejalan kaki di Taman Hutan Kota BNI. Mereka saling berceloteh dan tertawa riang. Kadang berlari kecil sambil berkejar-kejaran. Sesekali, salah satu di antara mereka menunjuk-nunjuk ke sekitarnya. Puluhan jenis tanaman yang mereka lihat di sana rupanya cukup menarik perhatian.
Setelah menyusuri lorong berkelok sejauh beberapa puluh meter, mereka mulai menapaki jembatan tajuk yang menanjak. Usai menuruni jembatan tajuk, ada beberapa fasilitas bermain seperti perosotan dan enjot-enjotan. Di sanalah mereka berhenti untuk menikmati fasilitas gratis itu. Layaknya pergi piknik, sekelompok remaja yang mengaku tinggal di Darussalam itu juga membawa makanan kecil untuk disantap bersama.
Jembatan tajuk di Hutan Kota BNI yang berada di Gampông Tibang, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh ini telah menjadi ikon dan daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Seluruh lantai jembatan terbuat dari kayu. Begitu juga railing yang berfungsi sebagai tempat untuk berpegangan. Tapi jangan sekali-kali duduk di railing tersebut karena sangat berbahaya. Jembatan ini sangat panjang, membelah hingga ke hutan rawa yang ditanami mangrove jenis Rhizophorasp.
Dari titik tertinggi jembatan akan terlihat rumah-rumah penduduk di sebelah selatan dan barat. Tampak juga tambak-tambak yang ditumbuhi pohon bakau di utara dan kampus swasta di sebelah timur. Jika cuaca cerah, dari arah utara terlihat sebuah pulau kecil menyembul ke atas permukaan laut. Itulah Pulau Weh, pulau di ujung barat Indonesia dengan kota terbesarnya Sabang. Jaraknya sekitar 33 kilometer dari Banda Aceh. Dari jembatan ini pengunjung juga bisa menyaksikan matahari perlahan tenggelam di ufuk barat.
Di selatan terbentang gugusan Bukit Barisan yang mempesona, membentang dari ujung utara (Aceh) Sumatera hingga ujung selatan (Lampung) Sumatera. Gugusan Bukit Barisan ini memiliki panjang kira-kira 1.650 kilometer. Dari Banda Aceh jaraknya sekitar 24 kilometer.
Dibangun pada 2011 lalu, Hutan Kota BNI kini menjadi salah satu tempat rekreasi gratis bagi masyarakat Banda Aceh.
Sore itu, Sabtu 15 Februari 2014 selain sekelompok remaja tadi, ada puluhan pengunjung lainnya yang datang ke Hutan Kota BNI untuk menghabiskan waktu sore mereka. Ada yang datang bersama teman sebaya. Ada juga yang datang bersama keluarga masing-masing.
Andi Mauliza misalnya, bocah kelas enam SD itu, datang bersama kakaknya. Setiap menemukan papan informasi, Andi berhenti dan mengamati setiap detil penjelasannya. Kadang suaranya terdengar nyaring saat membaca tulisan-tulisan yang mulai kusam dimakan waktu.
“Baru pertama kali datang ke sini, tempatnya menyenangkan, kalau dekat pasti setiap hari mau main ke sini,” ujar bocah yang tinggal di Gampông Punie, Aceh Besar itu. Ia juga takjub saat melihat ada jenis tanaman atau hewan di taman itu pernah dilihatnya di tempat lain.
Saat melewati hutan bakau misalnya, ikan-ikan kecil dalam tambak membuatnya terpukau. Ikan-ikan kecil itu terlihat bergerombol. Sesekali bocah itu berseru riang. “Lihat itu ikan kepala timah!” atau “Ada kepiting!” katanya.
Tempat ini awalnya hanya lahan kosong, lalu disulap menjadi layaknya sebuah ekosistem hutan. Bedanya hutan ini lebih bersih dan tertata rapi karena memang selalu dirawat.
Ada sekitar 95 jenis pohon yang tersebar di areal seluas 7,15 hektare. Tak hanya ditanami pohon keras yang berumur panjang saja, di sini juga banyak bunga-bunga dengan warna-warna yang menyolok.
Selain untuk mencegah polusi udara, Taman Hutan Kota ini juga berfungsi ekologis. Sejak terbentuk beberapa tahun lalu, ada sekitar 22 jenis burung yang mulai beradaptasi di sana. Belum lagi hewan-hewan kecil lainnya yang menjadi rantai sebuah ekosistem alami.
Pembangunan taman ini melibatkan Pemerintah Kota Banda Aceh, Yayasan Bustanussalatin, BNI, dan masyarakat Gampông Tibang. Masyarakat setempat juga terlibat dalam pengelolaan taman, seperti pembersihan lahan dan jalur bagi pejalan kaki, saluran pembuangan air hujan, serta pembangunan fasilitas pendukung lainnya seperti toilet dan kolam penampungan air.
Selain mendapatkan pemandangan asri, di sini pengunjung bisa sekaligus belajar, terutama tentang vegetasi dan fungsi ekologi. Setiap pohon yang ditanam dilengkapi dengan papan nama. Informasi lainnya juga ditempel di beberapa tembok yang ada di taman.
Taman Hutan Kota BNI ini letaknya hanya sekitar lima kilometer dari pusat Kota Banda Aceh. Jika kita pergi dengan kendaraan roda dua, perlu waktu sekitar 20 menit dengan kecepatan rata-rata 40 kilometer per jam.
Mencarinya juga tak sulit. Pintu masuknya terpaut beberapa meter sebelum jembatan Krueng Cut. Sebelum masuk, pengunjung harus membayar biaya parkir Rp2 ribu untuk kendaraan roa dua, dan Rp5 ribu untuk roda empat. Waktu berkunjung mulai dari pukul sembilan pagi hingga pukul setengah tujuh petang.
Taman Hutan Kota BNI juga dilengkapi fasilitas lapangan basket merangkap lapangan futsal. Setiap sore banyak anak muda yang memanfaatkan lapangan tersebut. Tempatnya yang alami dan menarik membuat taman ini juga menjadi perhatian sejumlah fotografer. Beberapa komunitas pernah membuat kegiatan hunting foto bersama di sana.
Selain itu juga ada taman yang disebut Taman Wali Kota Nusantara. Di taman ini ditanam berbagai jenis pohon khas dari berbagai kota di Indonesia, misalnya pohon Andalas dari Padang, Kayu Hitam dari Kota Palopo, dan Laban/Mane dari Kota Langsa. Ada juga pohon-pohon lain yang namanya terdengar unik seperti Janda Merana, Barat Daya, Bulian, dan Nyamplung.
Pohon-pohon yang ditanam di sana umumnya pohon-pohon khas daerah pesisir seperti Cemara Laut, Ketapang, Waru, dan Geulumpang. Paling dominan adalah pohon Trembesi. Mungkin karena pohon ini memiliki kemampuan menyerap karbon lebih tinggi. Hadirnya Taman Hutan Kota ini tak hanya menambah daftar tempat rekreasi di Banda Aceh, tetapi juga menjadi sarana belajar bagi masyarakat, terutama anak-anak.[]
Sumber : Majalah Diwana Koetaradja
Editor: Boy Nashruddin Agus