KADER-kader PDI Perjuangan yang tergabung dalam Pro-Megawati (Promeg) menolak mendukung pasangan calon presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Alasannya, sikap menolak mendukung Joko Widodo alias Jokowi itu karena sedari awal mereka lebih memilih mendukung Megawati Soekarno Putri sebagai calon presiden dari PDI Perjuangan.
"Saya dihubungi pengurus PDIP dan kawan-kawan pergerakan saya dulu. Saya dirayu ikut gabung mendukung Jokowi," kata koordinator Promeg Jawa Timur, Bido Swasono, Rabu 21 Mei 2014.
Para pengurus PDIP yang merayu itu, kata Bido, berasal dari Jawa Timur dan Jakarta. Mereka berharap Promeg ikut dalam satu barisan lantaran pasangan Jokowi-JK dikeroyok partai-partai yang pro pada pasangan Prabowo Subianto - Hatta Rajasa. Pengurus tersebut, kata Bido, mengaku kewalahan menghadapi gempuran habis-habisan yang dilakukan kubu lawan. "PDIP dikeroyok habis-habisan itu salah siapa," kata Bido.
Menurut Bido, Jokowi-JK dikeroyok karena pendukung Jokowi (Projo) tidak sabar ingin segera mendeklarasikan Gubernur DKI Jakarta itu sebagai calon presiden. Padahal, kata Bido, jika penetapan Jokowi dilakukan setelah pemilu legislatif, ceritanya akan berbeda. Apalagi Jokowi Effect dia anggap tidak mampu mendongkrak perolehan suara PDIP sesuai target yang telah ditetapkan. Karena itu, menurut Bido, Promeg konsisten golput pada pemilu legislatif maupun pemilu presiden.
Tentang pasangan Jokowi-JK sendiri, Bido menolak mengomentari. Menurutnya, sikap golput Promeg secara tak langsung bakal menggembosi suara PDIP. Namun meski golput, Promeg tidak akan mengalihkan dukungannya ke kompetitor Jokowi-JK. "Saya tidak memberi komando secara langsung, tapi mereka (Promeg) pasti golput," kata Bido.
Bido mengklaim bahwa Promeg memiliki ratusan ribu simpatisan. Basis Promeg, kata dia, tersebar di sejumlah daerah, terutama di Surabaya meliputi Benowo dan Pendegiling. Sebagian dari mereka ikut terlibat mempertahankan kantor PDI di Jalan Diponegoro Jakarta saat peristiwa 27 Juli 1996 (Kudatuli). Sumber: tempo.co
Editor: Murdani Abdullah