LEMBAGA Solidaritas untuk AntiKorupsi (SuAK) Aceh menilai ada tradisi jahiliyah di lingkup Pemerintahan Aceh yang berlangsung selama puluhan tahun. Hal ini akhirnya menyebabkan serapan APBA selalu rendah setiap tahunnya dan kinerja pemerintahan tidak efektif.

“SuAK menduga bahwa keterlambatan tersebut karena spek kontrak pekerjaan pengadaan disesuaikan dengan kemampuan perusahaan yang akan dimenangkan dalam lelang,” kata Koordinator Badan Pekerja SuAK Aceh, Teuku Neta Firdaus, dalam siaran persnya ke ATJEHPOSTcom, Minggu malam, 13 Juli 2014.

“Mempermudah perusahaan yang akan dimenangkan dan mempersulit perusahaan yang dikalahkan. Ini tradisi jahiliyah di Aceh yang sudah berlangsung puluhan tahun,” ujar dia lagi.

Dengan kata lain, kata Teuku Neta Firdaus, ada kerahasian atau kode khusus yang disepakati antara oknum SKPA dengan calon perusahaan yang akan menjadi pemborong dalam proyek tersebut. 

“Jika spesifikasi tekhnis yang disajikan terlalu umum maka calon kontraktor yang dititipkan sulit menjadi pemenang lelang, karenanya para pelaku pengadaan menjadi skeptis dan tingkat kepercayaan kepada pemerintah menjadi rendah yang berakibat para peserta yang mengikuti lelang sangat terbatas dan hanya diikuti oleh pengusaha yang itu-itu saja alias L4, yaitu Loe Lagi Loe Lagi,” kata Teuku Neta Firdaus.

Terkait hal ini, SuAK meminta Gubernur Zaini untuk mencopot atau memberi sanksi kepada Kepala SKPA yang lamban. 

“Selain itu juga memberi reward (penghargaan-red) kepada SKPA yang sukses dan tidak bermasalah,” kata dia.