BAGI warga Gaza bernama Mahmud Khalaf ini adalah pengalaman baru yang aneh, sujud untuk melaksanakan salat sehari-hari di bawah tatapan ikon Yesus Kristus.
Tapi sejak perang di Gaza dimulai, dia tidak punya pilihan selain melaksanakan salat di sebuah gereja, tempat di mana dia berlindung dan mengungsi setelah serangan udara dari Israel menghantam wilayahnya di utara Gaza, seperti dilansir situs Asia One, Sabtu (26/7).
"Mereka mengizinkan kami salat. Ini mengubah pandangan saya terhadap warga Kristen. Saya benar-benar tidak tahu sebelumnya, tetapi mereka sudah menjadi saudara kami," kata Khalaf, 27 tahun, yang mengaku dia tidak pernah menyangka akan melakukan salat di sebuah gereja.
"Kami (kaum muslim) melaksanakan salat bersama-sama tadi malam," kata dia. "Di sini, cinta antara kaum Muslim dan Nasrani telah tumbuh."
Berjalan ke dalam halaman Gereja Saint Porphyrius di Kota Gaza, para jamaah disambut dengan kata "marhaban" oleh warga Kristen yang membantu di gereja itu.
Khalaf meninggalkan rumahnya di Shaaf setelah daerah itu berubah menjadi target pesawat tempur Israel. Tapi kini dia merasa lega setelah menemukan tempat perlindungan bersama sekitar 500 pengungsi muslim lainnya.
"Warga Kristen membawa kami masuk. Kami berterima kasih kepada mereka untuk itu, untuk berdiri di samping kami," ucap dia.
Khalaf kini terbiasa melaksanakan salat di tempat suci agama lain, sebuah pemandangan kontradiksi selama menjalankan puasa di bulan suci Ramadan.
Saban hari Khalaf menghadapkan kiblatnya ke Makkah, melantunkan ayat-ayat suci Alquran dan sujud dalam salat seakan dia berada di masjid.
Para pendeta dan warga gereja telah hormat kepada para tamu mereka dari kaum muslim selama Ramadan.
"Meski warga Kristen tidak berpuasa, tapi mereka sengaja menghindari makan di depan kami saat siang hari. Mereka tidak merokok atau minum di sekitar kita," jelas Khalaf.
Tapi dia mengakui merasa sulit untuk berkonsentrasi menjalankan ibadah pusa selama konflik berdarah dan tanpa pandang bulu, yang telah menewaskan lebih dari 1.000 warga Palestina, di mana sebagian besar di antaranya warga sipil.
"Saya seorang muslim yang taat, tapi saya telah merokok selama bulan Ramadan. Saya tidak puasa, saya terlalu takut dan tegang dengan adanya perang ini."
Warga Kristen di Gaza telah berkurang jumlahnya menjadi sekitar 1.500 orang ketimbang populasi warga muslim Sunni berjumlah 1,7 juta orang.
Komunitas Kristen di Gaza, seperti di tempat lain di Timur Tengah, telah menyusut karena konflik dan pengangguran.
Tapi teror yang berlangsung di Gaza semata-mata telah memupuk rasa persaudaraan.
"Yesus berkata, kasihilah sesamamu, bukan hanya keluarga Anda, tetapi kolega Anda, teman sekelas Anda, baik itu Muslim, Syiah, Hindu, Yahudi," kata relawan Kristen Tawfiq Khader. "Kami membuka pintu kami untuk semua orang." | sumber: merdeka.com
Editor: Murdani Abdullah