Bongkahan batu itu tersusun rapi. Warna mengkilap kala dipandang mata. Itu batu bukan sembarang batu. Batu ini namanya kecubung. Batu mulia kini tak lagi hanya dijadikan hiasan, tapi sudah menjadi investasi menguntungkan. Tak salah jika batu mulia semakin dicari.
Pengemar batu mulia tentu tak asing dengan batu kecubung. Batu kecubung ini terkenal dengan kekhasan pada coraknya. Harga yang ditawarkan bisa puluhan juta rupiah.
Batu ini banyak dicari karena memiliki kilauan warna yang beragam. Dari warna ungu, hitam, biru, hijau hingga warna merah menyala. Bahkan raja-raja di Eropa telah lama memakai batu kecubung ungu karena dianggap membawa berkah kesuksesan, selain memancarkan pesona, bagi pemakainya.
“Kalau pesanan cukup banyak. Alhamdulillah, dari hasil batu kecubung ini saya sudah beli tanah dan rumah. Semua dari hasil mengolah batu kecubung,” tutur Tri Yadi, pengrajin batu kecubung, kepada VIVAnews, Minggu 12 Oktober 2014.
Pria berusia 30 tahun itu mengatakan jika ia menjadi pengrajin batu kecubung sejak SMP. ”Saya memulai batu ini karena tertarik dengan batu ini. Saya mulai menekuni batu kecubung sejak kelas 2 SMP sampai sekarang,” ucapnya.
Batu kecubung merupakan batu alam asli dari Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat. Batu kecubung diperoleh dari kawasan alam perbukitan di Kecamatan Manis Mata. Setelah dilakukan penambangan, dapatlah batu kecubung dengan warna yang berbeda.
Dari alam, bongkahan batu ini memiliki bentuk yang beragam. Sebab, untuk menjadi batu yang dapat merangsang mata melihat adalah dengan mengolah batu kecubung ini menjadi mata cincin atau kalung.
Salah satu pengasah batu kecubung yang masih bertahan hingga kini adalah Tri Yadi. Pria berusia 30 tahun ini salah satu pengrajin batu kecubung. Bahkan, sebelum batu mulia naik pamor.
Saat ini, Yadi mulai kewalahan melayani peminat batu kecubung ini. Tak jarang pengemar batu kecubung datang langsung melihat proses pengasahan batu kecubung ini menjadi batu kilau yang memancar.
Sayangnya, usaha Yadi kurang ditopang peralatan yang memadai. Untuk mengasah batu mulia ini, Yadi hanya mengandalkan seperangkat onderdil sepeda bekas yang digunakan sebagai alat untuk mengasah batu kecubung ini menjadi mata cincin. Semua pekerjaan dilakukan masih secara tradisional.
Kurang modal menjadi alasan Yadi masih mempertahankan cara ini untuk mengolah batu kecubung. Apalagi, pemerintah setempat kurang memperhatikan para pengrajin batu kecubung ini yang memiliki potensi pendapatan asli daerah.
Setelah melalui beragam proses pengasahan inilah batu kecubung menjadi mata cincin yang menarik. Dari berwarna putih, hitam, cokelat hingga berwarna ungu. Harga batu kecubung ini sangat mahal apabila memiliki warna yang pekat. Penggemar batu kecubung umumnya menyukai warna ungu, hijau, dan hitam.
Harga Puluhan Juta Rupiah
Harga batu dengan kualitas seperti ini bisa menjadi selangit karena harga yang dipatok berkisar jutaan hingga puluhan juta rupiah. Semakin bagus material kecubung, harganya pun menjadi mahal.
“Untuk ke depan, batu kecubung ini tak hanya dikenal masyarakat Kabupaten Ketapang, tapi mancanegara. Ini potensi Kabupaten Ketapang yang cukup besar,” jelas Yadi.
Harga yang tinggi pada batu kecubung ini tak mengurangi minat pengemar untuk menjadikan batu kecubung sebagai batu cincin. Keunikan batu kecubung ini karena warnanya yang memancar seolah batu ini tak ubahnya permata.
Sebab, batu kecubung diyakini pengemarnya dapat meningkatkan kepercayaan diri serta kharisma, sehingga banyak diburu oleh kolektor.
Tips bagi pemula agar tidak tertipu. Batu kecubung yang asli apabila diletakkan ke dalam air akan tenggelam dan tetap memancarkan kilauan cahaya.[] sumber: viva.co.id
Editor: Boy Nashruddin Agus