DOKTOR Mariati adalah salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh dari Partai Aceh. Politisi perempuan ini sangat vocal mengkritik kebijakan Pemerintah Aceh yang dirasakan tidak pro rakyat. “Saya harus memperhatikan rakyat yang telah mempercayakan kita semua di dewan dan juga di pemerintahan,” kata politisi Partai Aceh yang akrab disapa Ati PA ini kepada ATJEHPOSTco di Banda Aceh tadi malam.
Itulah sebabnya ia sangat pro-aktif mencari tahu kondisi daerah-daerah yang terkena longsor dan banjir di Aceh. Tak sekedar bertelepon dan bertanya sana-sini, Ati PA pun terjun langsung ke lapangan dan mencari tahu kondisi rakyat. “Pemerintah harus cepat tanggap untuk mengatasi bencana seperti ini,” katanya.
Berikut petikan wawancara ATJEHPOST dengan Ati PA:
Apakah sudah mengecek langsung ke lapangan bagaimana kondisi lokasi-lokasi yang terkena longsor dan banjir?
Ini saya baru tiba (selepas magrib tadi malam). Saya melihat ada beberapa titik yang akan longsor di setiap musim hujan, yaitu seperti gunung Paro, Geurutee, dan Kulu. Itu adalah kawasan menuju ke ke barat selatan Aceh –berangkat dari Banda Aceh. Pemerintah Aceh harus segera memikirkannya untuk membuat jalan alternative, misalnya jalan dari Jantho menuju ke Lamno. Juga beberapa alternative lain, kita juga segera membahasnya di dewan (DPR Aceh) nantinya.
Apakah sudah ada pengalaman masa lalu bahwa titik-titik yang disebutkan itu memang rawan bencana longsor?
Iya benar. Selalu saja ada kejadian di saat musim hujan. Misalnya, ada batu yang jatuh ke jalanan di Gunung Geurutee yang beberapa jam kemudian bisa diatasai. Yang kami tahu selama ini kali ini yang paling parah, arus transportasi antara Barat-Selatan terputus di beberapa titik seperti di gunung Paro, gunung Kulu, dan gunung Geureutee.
Bahkan bencana bisa sampai membuat Aceh Besar dan Aceh Jaya terisolir. Di seluruh Aceh kondisinya luar biasa parahnya karena hujan deras terus menerus dalam beberapa hari. Bahkan di kota Banda Aceh, di beberapa titik juga terjadi banjir. Pihak pemerintah sangat perlu memperhatikan kejadian ini dan capat tanggap.
Bagaimana Anda melihat kinerja pemerintah menyangkut bencana longsor dan banjir ini?
Kami di DPRA meminta seluruh dinas-dinas terkait –apakah itu di provinsi maupun di kabupaten/kota-- harus betul-betul sinkron kerjanya. Jadi yang namanya Kepala Pemerintah Aceh tidak boleh ke mana-mana, yang namanya gubernur harus bertanggungjawab untuk Aceh dulu. Ia harus memenej anak buahnya untuk mengatasi persoalan seperti ini. (Dua hari lalu Gubernur Aceh Zaini Abdullah berangkat ke Jakarta untuk keperluan rakor dengan gubernur se-Indonesia yang dibuka oleh Presiden Jokowi)
Di Aceh ada lima juta jiwa penduduknya, dan mereka membutuhkan kehadiran pemimpinnya. Jadi tidak perlu beliau pergi ke luar Aceh karena masih ada yang lain yang harus dilihat. Para pejabat seperti kepala dinas dan selevelnya juga harus bekerja keras. Mereka harus bekerja untuk rakyat, jangan cuma di depan gubernur cium tangan. Sudah bisa dihentikan cari muka seperti itu, perlihatkan kinerjanya di depan rakyat karena itu yang sangat perlu kita lihat.
Barangkali ada di antara dinas terkait yang telah bergerak cepat?
Saya harus mengapresiasi Dinas Bina Marga Aceh ya. Mereka 24 jam berada di lokasi dan membantu mnenangani bencana ini. Mereka sedang menangani infrastruktu rusak terkena dampak bencana. Mereka bekerja terkoordinasi dengan baik dengan dinas di tingkat dua. Ini perlu saya apresiasi lah ya. Pak Anwar Ishak (Kepala Dinas Bina Marga Aceh) saya telepon selalu aktif, selalu berada di lapangan.
Sekarang ini dari informasi itu bagaimana kondisi masyarakat saat ini?
Masyarakat yang terkena bencana itu pastilah membutuhkan bantuan ya. Hanya bagaimana cara kita semua untuk bergerak cepat menanggapi kebutuhan mereka. Kami lihat ada bantuan sembako itu, selain memang banyak bantuan lainnya yang datang. Masyarakat kita di pedesaan itu, selama ini mencari rezeki kan untuk sehari atau dua hari makan, jadi jika terkena bencana seperti ini mereka pasti tak memiliki persediaan buat makanan.
Bahkan jika pun ada persediaan seperti padi, sekarang ini pun padinya sudah basah tak bisa dijemur dan tidak mungkin dijadikan beras untuk dimasak. Untuk memasak pun susah, api dari mana, sebab kondisi banjir.
Jadi apakah sikap ini adalah wujud kepedulian kepada rakyat yang sudah memilih Anda menjadi dewan?
Apakah mereka memilih saya atau tidak memilih, saya tetap saya perhatikan. Makanya saya tegaskan kepada pemerintah Aceh jangan tinggalkan Aceh untuk melihat bagaimana kondisi rakyat kita di lapangan. Jadi kepada dinas-dinas harus mengetahui bagaimana keadaan rakyat dan bertanggungjawab sesuai dengan tupoksinya masing-masing.
Apakah ada dibicarakan juga upaya preventif di masa depan?
Pada tahun-tahun sebelumnya pihak DPR RI dan DPRA sudah merancang program. Salah satunya adalah merancang terowongan gunong Geureutee itu yang rawan bencana. Di salah satu kawasan barat selatan itu juga perlu adanya sebuah waduk raksasa. Masalahnya jika hujan di Tangse maka banjirnya di kawasan Teunom. Semua perkampungan rusak semuanya. Saya kira itu sangat perlu dilakukan, tapi saat ini saya lihat belum ada rencana dari anggota DPRA.
Sya sudah punya rencana yaitu harus dibangun waduk yang sering terjadi itu di Krueng Teunom. Itu harapan dari saya, selain saya juga menginginkan agar Aceh menjaga lingkungan hidup. Dalam hal ini kita betul-betul lebih fokus untuk membangun Aceh ke depan.
Itu harus disegerakan. Begitu juga jalan lintas antara Janthoe dengan Lamno.
Apakah sudah mulai berjalan pelaksanaannya?
Entah mengapa lama sekali prosesnya. Kita harapkan ke depan jangan ada lagi bekerja tergopoh-gopoh di musim hujan dan di saat bencana. Budaya di birokrasi itu baru mulai bekerja di bulan September, Oktober, November, dan Desember saja. Sebelumnya itu mereka ngapain saja. Apakah jadi penonton budiman semuanya, itu yang kita lihat di lapangan.
Semuanya dinas seperti itu dimana birokrasinya sangat lambat. Jadi kami selaku pihak DPRA selalu menegaskan kepada Gubernur Aceh tolong mengoptimalkan kerja dinas sesuai fungsinya masing-masing. Jangan hanya kerja pada bulan September, Oktober, November, dan Desember. Dari bulan Januari hingga Juli kemana kerjanya?
Jadi jangan kerjanya disaat bencana saja, jangan hanya kerja ketika memasuki musim hujan mulai bulan ber-ber saja, yang kemudian dipaksakan bagaimana cara kerjanya. Jadi sistem birokrasinya tidak sesuai dengan aturan yang sudah ada. Kemudian cara bekerjanya juga lamban. Birokrasi Pemerintah Aceh sangat lamban.
Mudah-mudahan dengan begini komenter kita akan ada perubahan. Saya komentar karena demi masa depan Aceh. Jadi bukan untuk saya, bukan untuk siapa-siapa, tapi demi untuk menjaga pembangunan Aceh ke depan agar lebih baik. []
Editor: Nurlis E. Meuko