CALON anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI terpilih, Rafly merasa prihatin dengan kondisi peninggalan sejarah Aceh yang tidak dilestarikan oleh pemerintah melalui dinas terkait. Rafly menilai pejabat pemerintah lalai dengan retorika dan seremoni sehingga banyak jejak sejarah Aceh terabaikan.
“Ruh nyoe nyang hana geu puga le pemerintah tanyoe karna mantong sibok ngon retorika dan terlampau galak ngon seremoni,” ujar Rafly kepada ATJEHPOST.com lewat telpon seluler, tadi pukul 17.00 WIB, Kamis, 5 Juni 2014.
Rafly menyebut ia sudah melihat langsung sejumlah kompleks makam peninggalan sejarah Kerajaan Islam di Aceh yang tidak tersentuh pemugaran. “Saya sudah mengunjungi situs-situs sejarah di Samudra Pasai, banyak kompleks makam yang masih terabaikan,” katanya.
“Dan kemarin saya menerima informasi dari rekan-rekan yang peduli dengan jejak sejarah dan kebudayaan Islam bahwa di Banda Aceh dan Aceh Besar ternyata juga cukup banyak kompleks makam yang nisan-nisannya terancam hilang karena tidak dipugar. Padahal nisan-nisan itu berisi catatan sejarah yang sangat bernilai, sejarah Aceh Darussalam,” ujar Rafly lagi.
Menurut dia, banyak pelajaran dan pengetahuan yang dapat dipetik dari sejarah Samudra Pasai dan Aceh Darusalam. Itulah sebabnya, kata Rafly, pemerintah mestinya melestarikan peninggalan sejarah dan mendukung penelitian agar sejarah Aceh terungkap secara menyeluruh.
“Kalau selama ini terabaikan karena tidak adanya penghargaan secara membatin, secara ruh, maka ke depan harus ada perubahan. Pemerintah wajib memberikan perhatian maksimal menyangkut sejarah dan kebudayaan Islam di Aceh,” kata Rafly.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, kata Rafly, dapat menjadikan situs-situs sejarah Aceh sebagai lokasi wisata jika dipugar dengan baik. “Pemerintah harus fokus dan membuat terobosan yang benar-benar nyata menyangkut persoalan ini,” ujarnya.
“Dan saya akan terus menyuarakan persoalan ini, baik di Aceh maupun tingkat nasional nantinya. Kalau bukan kita yang menyelamatkan sejarah Aceh, siapa lagi," kata Rafly.[]