Tim gabungan Pemerintah Lhokseumawe gagal membongkar paksa 35 warung kuliner di sepanjang bantaran Sungai Cunda, depan Stadion Tunas Bangsa, Lhokseumawe, Kamis, 21 Agustus 2014. Pasalnya, Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Wilayah Pase, Zulkarnaini Hamzah turun tangan memediasi “konflik” antara pedagang dengan pemerintah.
Pantauan ATJEHPOST.co, sejak pukul 09.00 WIB, puluhan Satpol PP diback-up personil Polsek dan Koramil Banda Sakti, Polres Lhokseumawe dan Kodim Aceh Utara, tiba di lokasi tersebut untuk membongkar paksa pondok kuliner. Tim gabungan membawa satu unit alat berat dan peralatan lainnya.
“Hari ini kita bongkar semua pondok atau warung di lokasi ini, karena pemerintah sudah memberi batas waktu sampai kemarin (Rabu) kepada pedagang untuk bongkar sendiri, tapi belum dibongkar,” kata Kepala Satpol PP Lhokseumawe, Irsyadi.
Namun tim gabungan sama sekali belum beraksi hingga pukul 10.00 Wib. Hal ini disebabkan para pedagang tetap bertahan di pondok mereka dan menolak pembongkaran paksa. “Mana Pak Sekda, tadi malam dia berjanji akan datang kemari pagi ini untuk duduk kembali dengan kami,” kata seorang pedagang.
Kapolsek Banda Sakti Iptu Ichsan kemudian memita para pedagang berkumpul di salah satu pondok. Ichsan lantas meminta perwakilan pedagang menyampaikan hasil kesepakatan dalam pertemuan dengan Sekda Lhokseumawe Dasni Yuzar di kantor walikota, kemarin, terkait rencana pembongkaran pondok kuliner, hari ini.
“Tidak ada kesepakatan, karena Pemerintah Lhokseumawe tidak mengabulkan tuntutan pedagang. Kami minta uang ganti rugi lima juta per pedagang, tapi Sekda bilang hanya dibantu satu juta. Jadi sebelum Sekda datang kemari, kami tetap bertahan,” kata Reza dari perwakilan pedagang.
Ketua Persatuan Pedagang Kuliner, M. Thayeb, pihaknya juga menuntut kejelasan nasib 17 pedagang. Sebab, kata dia, sesuai penjelasan Sekda Dasni tahap awal pemerintah hanya membangun bangunan permanen untuk 18 pedagang.
M. Thayeb kemudian mempersoalkan status lahan yang ditempati 35 pedagang di sepanjang bantaran Sungai Cunda itu. “Yang kami tahu ini tanah milik Pemerintah Aceh Utara, ada papan namanya dipasang di lokasi ini. Pedagang sudah mengadu kepada Bupati dan Sekda Aceh Utara, beliau tidak melarang kami berdagang di sini,” ujarnya.
Kapolsek Ichsan kemudian meminta Kepala Satpol PP Irsyadi memberikan penjelasan mewakili pemerintah. “Pak Sekda Lhokseumawe tidak bisa datang kemari karena sedang ada tugas dengan Pak Walikota. Beliau berjanji akan memberi satu juta per pedagang untuk biaya bongkar pondok atau warung. Jika pedagang tidak mau bongkar sendiri sampai jam sebelas hari ini, terpaksa kami bongkar paksa karena ini perintah,” kata Irsyadi.
Ketua KPA Pase Zulkarnaini Hamzah alias Tgk Ni yang berada di lokasi itu kemudian mengadakan pertemuan dengan para pedagang. Di depan para pedagang, Tgk Ni menelpon Walikota Lhokseumawe Suaidi Yahya dan Sekda Dasni Yuzar. Tgk Ni menyampaikan bahwa “konflik” antara pedagang dengan pemerintah harus diselesaikan melalui “jalan tengah” untuk solusi lebih baik.
Tak lama kemudian datang Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Lhokseumawe, Halimuddin ke lokasi tersebut. Kepada Halimuddin dan para pedagang, Tgk Ni menyampaikan hasil komunikasi dirinya dengan Walikota dan Sekda Lhokseumawe sebagai solusi persoalan tersebut.
“Solusinya adalah pemerintah memberi waktu sampai 24 Agustus nanti agar pedagang membongkar sendiri warungnya. Pemerintah juga memberi biaya pembongkaran dua juta per pedagang. Hari ini mungkin dicairkan satu juta, besok satu juta lagi. Inilah yang saya coba mediasi,” kata Tgk Ni.
Solusi tersebut diterima dengan riang gembira oleh para pedagang. Lantaran tahap awal Pemerintah Lhokseumawe hanya mendirikan bangunan permanen untuk ditempati 18 pedagang, 17 pedagang lainnya diizinkan membuka warung darurat untuk sementara waktu di lahan kosong depan lokasi pondok kuliner.
“Kalau sudah ada tempat permanen untuk 17 pedagang itu, maka warung darurat akan dibongkar tanpa biaya pembongkaran lagi. Itu tadi kesepakatan kami dengan pemerintah yang difasilitasi Tgk Ni,” kata M Thayeb, ketua persatuan pedagang kuliner itu.
Tak lama setelah pertemuan tersebut, tim gabungan dari Pemerintah Lhokseumawe membubarkan diri. Para pedagang kembali berjualan. "Hari ini, (ibarat sebuah film) 'anak mudanya' adalah Tgk Ni," kata seorang pedagang.[]
Editor: Boy Nashruddin Agus