DEWAN Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Malikussaleh Lhokseumawe meminta pemerintah Aceh untuk tidak menyetujui perpanjangan colling down terkait bendera. Apalagi hal ini sudah lima kali dilakukan dan belum ada keputusan pasti dari Pemerintah Pusat (Jakarta).
"Kami meminta Gubernur Zaini Abdullah bersikap tegas menanggapi hasil keputusan Pemerintah Pusat terkait colling down tersebut," ujar Ketua Dewan Eksekitif Mahasiswa (DEMA) STAIN Malikussaleh Lhokseumawe, Muhammad Fuadi, kepada ATJEHPOSTcom, Selasa, 17 Juni 2014
Dia mengatakan Aceh sudah begitu lama menunggu Qanun Lambang dan Bendera Aceh agar segera disahkan Pusat. Apalagi, kata dia, bendera dan lambang Aceh sudah diatur dalam butir-butir MoU Helsinki.
"Maka jangan sampai gara-gara persolan bendera itu menjadi perdebatan sepanjang masa,” ujarnya.
Pihaknya juga mendesak Pusat agar segera menuntaskan segala permasalahan antara Aceh dengan Republik Indonesia.
“Ini menjadi tanda tanya besar terhadap Pemerintah Pusat, kenapa hak-hak Aceh seperti dihalang-halangi," katanya.
Dia meminta Pusat agar segera mengesahkan Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh. Selain itu, Dema STAIN Malikussaleh juga meminta anggota DPRA terpih untuk terus memperjuangkan Qanun Bendera dan Lambang Aceh jika masa cooling down terus berlanjut.
“Sepertinya Pusat sudah mempermainkan Aceh, padahal Aceh selama ini sudah lama bersabar terkait persoalan itu. Oleh karena itu pemerintah Aceh sendiri harus betul-betul mampu memperjuangkan hak-hak keistimewaan Aceh yang telah tercantum dalam butir-butir MoU Helsinki dan sesuai pula dengan UUPA,” ujar Muhammad Fuadi.
Sebelumnya diberitakan, Gubernur Aceh Zaini Abdullah mengirim surat kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) terkait batas akhir cooling down bendera Aceh. Bertanggal 13 Juni 2014, surat yang diteken Gubernur Aceh Zaini Abdullah itu ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri. Di atas kop berlambang garuda, isinya tanpa basa-basi.
Kalimat pengantarnya pun pendek. Menerakan ihwal pemberitahuan berakhirnya masa cooling down pada 16 Jui 2014 ini. Memang tidak dijelaskan masalah apa yang melatarbelakangi cooling down antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat.
Namun, selama Pemerintah Aceh dipimpin pasangan Zaini Abdullan – Muzakir Manaf, isitlah cooling down ini muncul untuk meredam ketegangan antara Pemerintah Aceh dan Pusat yang sempat memanas gara-gara Pemerintah Aceh mensahkan Qanun Bendera dan Lambang Aceh pada Maret 2013.
Pemerintah Pusat menilai bendera bulan bintang yang disahkan sebagai bendera Aceh melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2007. Di sana disebutkan, bendera daerah tidak boleh menyerupai bendera gerakan separatis. Pusat menilai bendera yang disahkan itu identik dengan bendera GAM.
Sedangkan Pemerintah Aceh menganggap bendera itu telah mempunyai kekuatan hukum lantaran sudah disahkan oleh DPR Aceh dan ditandatangi oleh Gubernur Aceh. Sempat beberapa kali berunding, kedua pihak tak menemukan kata sepakat. Akhirnya disepakati cooling down. Dan ini sudah lima kali terjadi. Hingga akhirnya Gubernur Zaini membuat surat ini.
Dalam surat itu, Gubernur Zaini Abdullah menyebutkan Pemerintah Aceh baru menyetujui cooling down lagi sepanjang Pemerintah Pusat dapat menyelesaikan peraturan perundang-undangan hasil pembahasan bersama (Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat) yang telah dibahas sebelumnya.
Hanya ada tiga hal yang diharapkan Pemerintah Aceh segera dibahas oleh Pemerintah Pusat, yaitu
1. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kewenangan Pemerintah yang bersifat nasional di Aceh.
2. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Bersama Minyak dan Gas Bumi di Wilayah kewenangan Aceh
3. Rancangan Peraturan Presiden tentang pengalihan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Aceh dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota menjadi perangkat Daerah Aceh dan Perangkat Daerah Kabupaten/Kota
Dalam surat yang sama Gubernur Aceh juga meminta agar ketiga aturan itu selesai sebelum berakhirnya masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Oktober mendatang.
Permintaan Gubernur Zaini ini masuk akal, sebab sebelumnya Presiden SBY juga sudah berjanji akan menyelesaikannya sebelum pemerintahannya berakhir. Bahkan sudah diucapkannya dihadapan rakyat Aceh, dalam acara Pekan Kebudayaan Aceh, tahun lalu.
Bahkan untuk memperjuangkan hak-hak Aceh ini, Gubernur Zaini sampai curhat dengan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa beberapa waktu lalu. Waktu itu Gubernur Zaini menyampaikan betapa gundahnya ia dengan sikap Pemerintah Pusat yang terus mengabaikan hak-hak rakyat Aceh yang telah dijanjikannya. []
Editor: Boy Nashruddin Agus