JAJARAN elit politik dari Partai Aceh yang saat ini menjabat sebagai kepala pemerintahan dan anggota legislatif didesak mundur secara massal hingga September 2014. Hal tersebut harus dilakukan apabila permasalahan aturan turunan Undang Undang Pemerintah Aceh (UUPA) tidak mampu diselesaikan di tingkat Pusat.
"Selanjutnya mereka bisa mendeklarasikan gerakan Referendum (self determination) dengan opsi bergabung atau berpisah dengan Republik Indonesia," ujar Juru Bicara Mahasiswa dan Pemuda Peduli Perdamaian Aceh (M@PPA), Azwar AG, melalui siaran persnya ke redaksi Atjeh Post, Kamis, 14 Agustus 2014.
Dia menjabarkan ada sembilan Peraturan Pemerintah (PP) dan tiga Peraturan Presiden (Perpres) yang harus diselesaikan oleh Pemerintah Pusat sesuai Undang-Undang Pemerintah Aceh. Hingga kini, kata dia, baru tiga PP dan 2 Perpres yang selesai.
Hal yang sama juga terjadi pada implementasi MoU Helsinki. Ada sejumlah poin penting di dalam MoU itu yang belum direalisasikan, yaitu pembentukan Pengadilan HAM (Pasal 2.2), pembentukan Komisi Bersama Penyelesaian Klaim (Pasal 3.2.6); dan yang terakhir Pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) sebagai wujud pemberian rasa keadilan secara nyata terhadap rakyat Aceh yang menjadi korban kebiadaban konflik secara sistematis.
Selain itu, kata Azwar, apabila SBY tidak menyelesaikan aturan turunan UUPA dan butir-butir MoU Helsinki hingga batas waktu ditentukan, pihaknya juga akan melakukan kondolidasi pergerakan massa secara nasional.
"(Juga) lobi-lobi internasional guna menuntut diadakan Referendum di Aceh," katanya.[]
Editor: Boy Nashruddin Agus