Kepala Lembaga Dirgantara Aceh, Marsda (Purn) Teuku Syahril diduga kuat menguasai 10 persen saham PT Aviasi Upata Raksa Indonesia, perusahaan penerbangan yang diakuisisi Pemerintah Aceh melalui Perusahaan Daerah Pembangunan Aceh (PDPA) pada akhir 2010.
Ini terungkap dalam laporan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia tanggal 21 Mei 2014. Laporan Nomor 10.B /LHP/XVIII.BAC/05/2014 itu berjudul Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Aceh Tahun 2013.
Disebutkan, Pemerintah Aceh mengakuisisi PT Aviasi Upata Raksa untuk membuka sekolah penerbangan. Asetnya berupa pesawat terbang. Akuisisi dilakukan melalui belanja modal pada Dinas Perhubungan, Komunikasi, Informasi dan Telematika. Total anggarannya Rp6,9 miliar. Detailnya: Rp6.969.167.700.
Dari jumlah itu, Rp 3.235.607.000 untuk pengalihan saham, sebanyak Rp2 miliar untuk update software, mobilisasi, administrasi dan service, perancangan kampus Dirgantara Aceh senilai Rp1,1 miliar, PPN sebanyak Rp633.560.700.
Pembayaran dilakukan dengan memindahkan dana dari rekening Kas Daerah ke Rekening Perusahaan Daerah Pembangunan Aceh (PDPA) pada 24 Januari 2011. Pemindahan rekening ini berdasarkan SP2D No. 0031783/LS/BL-AP/2010 tanggal 31 Desember 2010.
Pada 28 Januari 2011, dibuatlah akte jual beli saham di Notaris Noviar Beta Aurenaldi SH, MKn. Namun, PD Pembangunan Aceh hanya menguasai 90 persen saham dengan pernyertaan modal Rp540.000.000. Sementara 10 persen lagi dikuasai oleh “Sdr.TS” dengan nilai penyertaan modal Rp60 juta. TS yang dimaksud diduga kuat adalah Teuku Syahril yang saat ini menjabat Kepala Dirgantara Aceh. Dia pula yang menangani program beasiswa calon pilot dari Aceh ke Malaysia yang hingga kini pendidikannya terkatung-katung.
Ketika proses akuisisi itu terjadi, Teuku Syahril adalah Direktur Utama PT Aviasi Upata Raksa. Ia yang saat itu adalah konsultan Digantara Pemerintah Aceh berhasil meyakinkan Irwandi Yusuf untuk mengakuisisi perusahaan itu.
Belakangan, tim DPR Aceh menemukan dari lima pesawat aset PT Aviasi, hanya dua yang kondisinya lumayan, sementara tiga lagi tak bisa dipakai terbang.
Ketika kepemilikan berpindah tangan ke Pemerintah Aceh lewat Perusahaan Daerah Pembangunan Aceh (PDPA), Teuku Syahril masih tetap mengepalai PT. Aviasi.
Ketika Lembaga Dirgantara Aceh terbentuk pada 2013, Syahril juga duduk sebagai pimpinannya. Sebagai Kepala Dirgantara Aceh, Syahril juga pengelola dan punya saham di PT Aviasi yang berada di bawah kendalinya.
Ia lantas menggagas bermacam level sekolah penerbangan di Aceh. Ada yang namanya Sekolah Penerbangan Aceh (setingkat STM), ada juga Aceh Pilot School, dan sedang menyiapkan Politeknik Penerbangan Aceh. Dari sejumlah lembaga itu yang baru akan menerima siswa baru adalah STM Penerbangan Aceh.
Masalah muncul ketika Syahril memborong semua posisi pimpinan di seluruh lembaga itu. Itu sebabnya, dana hibah Rp15,3 miliar dari anggaran 2013 ke Lembaga Dirgantara Aceh berputar di sejumlah lembaga yang dipimpinnya. Hingga kini dana itu belum dipertanggungjawabkan.
Meskipun pembelian PT Aviasi sudah efektif dilakukan pada 2011, hingga kini pendidikan calon pilot di Aceh Pilot School belum berjalan.[]
Baca juga:
Kemana Dana Beasiswa Pilot Aceh Mengalir?
Instruktur Aceh Pilot School: Dibayar Berapa Miliar Pun Aku Tak Suka