Beberapa hari lalu, ada seorang teman berpendidikan sarjana bertanya padaku tentang tentang logat Acehku yang sangat kental.
"Aris, kenapa ketika kamu bicara bahasa Indonesia, nampak sekali logat Acehmu. Apa kamu tidak malu? Kenapa kamu tidak berusaha mengubahnya?"
Saya menjawab "Sebelum saya jawab pertanyaanmu, saya akan bertanya dulu padamu. Kamu begitu pintar berbahasa Inggris, namun kenapa logatnya masih logat orang Indonesia? Kenapa tidak berlogat British, Amerika, atau Australia? Apa kamu tidak malu dengan teman-temanmu di luar negeri? Kenapa kamu tidak mengubahnya?"
Dia terdiam beberapa menit, lalu menjawab. "Ya saya kan orang Indonesia, sudah pasti logatnya logat orang Indonesia. Saya kan bukan orang Inggris, Amerika, ataupun Australia. Saya tidak malu, karena teman-teman di sana pun tahu, lain negara lain pula logat Inggrisnya. Saya pun tidak pernah belajar untuk mengubahnya, karena bagi saya sangat susah untuk mengubah itu."
Kemudian saya jawab "Begitulah jawaban saya atas semua pertanyaanmu tadi"
Akhirnya dengan rasa malu dan menyesal dia minta maaf pada saya.
Beberapa pelajaran yang dapat kita petik dari kasus saya di atas:
1. Logat bahasa mencerminkan identitas daerah dan budaya, dan itu salah satu kekayaan yang harus kita jaga dan lestarikan
2. Yang bukan masalah, jangan dipermasalahkan
3. Jangan pernah menghina/mempermasalahkan logat bahasa daerah tertentu
4. Sebelum melihat kekurangan orang lain, lihatlah kekurangan pada diri sendiri
Pengirim: Aris Munandar, mahasiswa asal Nagan Raya. Ia dapat dihubungi di email: ariescicimunandar@yahoo.com
Editor: Yuswardi A. Suud