SELISIH pendapat tentang bendera Aceh memasuki babak baru.Pemerintah Aceh dan Pusat sepakat memperpanjang masa tenang. Jika sebelumnya cooling down berakhir pada 14 Agustus, Rabu pekan lalu, kedua pihak sepakat memperpanjangnya hingga 15 Oktober 2013.
Keputusan itu lahir dari sebuah ruangan di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta. Dari Aceh, hadir Pemangku Wali Nanggroe Malik Mahmud, Gubernur Zaini Abdullah, Ketua DPR Aceh Hasbi Abdullah, sejumlah anggota DPRA, Asisten I Iskandar Gani, dan Kepala Biro Pemerintahan Setda Aceh. Sedangkan dari Kemendagri, selain Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, hadir juga Dirjen Otonomi Khusus Djohermansyah Djohan, Dirjen Kesbangpol Tantri Bali, dan Direktur Otonomi Khusus.
Sejak disahkan oleh DPRA Aceh pada 22 Maret lalu, Pemerintah Pusat masih keberatan bendera bintang buleuen dikibarkan sebagai benderaAceh. Dialog pun digelar di sejumlah kota: dari Batam, Bogor, hingga Makassar. Namun, kata sepakat tak tercapai. Terakhir, Direktur Jenderal Otonomi Khusus Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan ketika datang ke Aceh pada 24 Juli lalu, menyampaikan keinginan pemerintah pusat untuk memperpanjang masa cooling down yang sebelumnya disepakati hingga 14 Agustus 2013.
Sebelum kedatangan Djohermansyah, muncul kabar akan ada pengibaran benderaAceh pada 15 Agustus 2013, sehari setelah masa cooling down berakhir. Hari itu bertepatan dengan hari perjanjian damai Helsinki antara Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah Indonesia yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005.
"Persoalan bendera Aceh cooling down lagi. Tadi kita sepakat untuk memperpanjang masa cooling down ini selama dua bulan. Dari 15 Agutus ke 15 Oktober 2013," kata Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat (DR) Aceh, Adnan Buransyah, seusai rapat di kantor Kementerian Dalam Negeri.
Secara terpisah, Gubernur Zaini Abdullah meminta benderaAceh jangan dikibarkan dulu sebelum masa cooling down berakhir.
"Kami imbau kepada masyarakat Aceh supaya tidak melakukan itu (pengibaran benderaAceh pada 15 Agustus) karena itu akan merusak kesepakatan yang telah kita ambil bersama," kata Gubernur Zaini seusai rapat seperti dikutip Kompas.com
Menurutnya, polemik bendera Aceh bukanlah masalah besar sehingga tidak perlu dibesar-besarkan.Kedua pihak, kata gubernur, terus mencari solusi terbaik.
Utang Jakarta
Selain persoalan bendera, pertemuan Jakarta juga membahas utang pemerintah pusat: menyelesaikan sejumlah aturan turunan Undang-undang Pemerintahan Aceh. Jika mengacu undang-undang yang mulai berlaku sejak 1 Agustus 2006 itu, seharusnya aturan turunannya diselesaikan tak lama setelah undang-undang itu diberlakukan.
Pasal 253 dan 254 UUPA, misalnya, menyebutkan sejumlah perangkat/instansi yang tadinya dibawah kewenangan pemerintah pusat, paling lambat awal tahun anggaran 2008 beralih menjadi perangkat Daerah Aceh. Perangkat yang dimaksud adalah: Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Aceh dan kabupaten, serta penyerahan kewenangan pengelolaan pelabuhan dan bandar udara umum. Nyatanya, hingga kini “peralihan kekuasaan” itu belum terjadi.
Itu sebabnya, Gubernur Zaini Abdullah dalam pertemuan hari ini meminta ketegasan pusat untuk menyelesaikan utang tersebut.
"Tuntaskan apa yang dicantumkan dalam MoU Helsinki dan UU Pemerintah Aceh. Selesaikan apa yang jadi janji pemerintah pusat, seperti wewenang Pemerintah Aceh, PP (Peraturan Pemerintah) soal Migas, tanah, dan lainnya," kata Gubernur Zaini kepada wartawan seperti dikutip Kompas.com.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan, pemerintah akan membahas PP dan Peraturan Presiden yang masih tertunggak.
"Tim akan membahas PP dan perpres yang masih tersisa terkait Aceh. Di antaranya tentang minyak, Gunung Leuser, pendidikan, keagamaan, dan hal-hal yang masih tersisa," ujar Gamawan.
Dari Asisten I Setda Aceh, Iskandar A. Gani, diperoleh informasi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh sepakat membentuk tim khusus yang bertugas menyelesaikan sejumlah persoalan yang masih mengganjal. Tim ini diisi oleh perwakilan Aceh dan Jakarta.
Menurut Iskandar, pertemuan itu juga menyepakati persoalan benderaAceh akan diselesaikan bersamaan dengan penyelesaian sejumlah Peraturan Pemerintah sebagai aturan turunan dari Undang-Undang Pemerintahan Aceh.
"Tim ini juga nanti akan terlibat dalam merumuskan aturan-aturan tersebut. Mereka juga akan mensosialisasikan kekhususan Aceh kepada kementrian terkait," tambah Iskandar.
***
Dua hari setelah pertemuan Jakarta, Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Moeldoko datang ke Aceh. Di Meuligoe Gubernur, ia dipeusijeuk. Wakil Gubernur Muzakir Manaf menyematkan sebuah topi Aceh di kepalanya.
Di depan Moeldoko, Mualem menyinggung tentang polemik Qanun Bendera dan Lambang Aceh. Katanya, selisih pendapat tentang bendera adalah dinamika demokrasi dan menginteprasikan undang-undang.
Mualem menegaskan, qanun tersebut hanya berlaku jika telah ada titik temu antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah pusat.
"Kami telah meminta masyarakat Aceh untuk bersabar dan tidak mengibarkan benderaAceh sebagaimana yang disebutkan dalam qanun tersebut," ujarnya.
Mualem juga menegaskan, bendera Aceh tidak dimaksudkan sebagai simbol kedaulatan." Bagi kami, NKRI merupakan pilihan yang tegas, dan Merah Putih adalah bendera nasional yang berlaku di seluruh wilayah nusantara, termasuk di Aceh," katanya.
"Kami akan terus mengimbau masyarakat agar bersabar sampai ada keputusan final terkait Qanun Bendera dan Lambang Aceh ini," ujarnya.[]
7 Utang Jakarta